Sukses

Dinilai Bermasalah Sejak Awal, Yusril Tak Kaget Dengar Putusan MK soal UU Cipta Kerja

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, sejak awal Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memang sudah bermasalah.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, sejak awal Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memang sudah bermasalah. Pasalnya, kata dia, UU Cipta Kerja dibentuk dengan omnibus law.

Padahal, Yusril menjelaskan setiap pembentukan peraturan seharusnya tunduk pada UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri melakukan uji formil dengan menggunakan UU Nomor 12 tahun 2011.

"Ketika UU Cipta Kerja yang dibentuk dengan meniru gaya Omnibus Law diuji formil dengan UU No 12 Tahun 2011, UU tersebut bisa dirontokkan oleh MK," jelas Yusril dikutip dari siaran persnya, Jumat (26/11/2021).

"MK akan memutus bahwa prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan UU sebagaimana diatur oleh UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan," sambungnya.

Untuk itu, Yusril tak heran dan kaget saat mendengar putusan MK terkait UU Cipta Kerja. Menurut dia, pemerintah harus bersyukur MK hanya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

"Kalau murni inkonstitusional, maka Pemerintah Presiden Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit," ujar dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harus Kerja Keras Merevisi

Dia menilai pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak punya pilihan kecuali bekerja keras memperbaiki UU Cipta Kerja. Yusril mengingatkan pemerintah untuk memperbaiku UU Cipta Kerja dalam dua tahun.

"MK juga menyatakan, jika dalam dua tahun tidak diperbaiki, maka semua UU yang telah dicabut oleh UU Cipta Kerja itu otomatis berlaku kembali. Ini jelas dapat menimbulkan kekacauan hukum," kata Yusril.

Dia menyarankan pemerintah melakukan dua hal untuk menyikapi putusan MK. Pertama, memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai law centre dan menjadi leader dalam merevisi UU Cipta Kerja.

Kedua, pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional. Nantinya, kementerian baru ini bertugas menata, mensinkronisasi dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah.

"Presiden Joko Widodo (harus) bertindak cepat melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Cipta Kerja, tanpa harus menunggu dua tahun," tutur Yusril.

3 dari 3 halaman

MK Putuskan Pembentukan UU Cipta Kerja Inkonstitusional

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Meski demikian, MK menilai pembentukan UU tersebut tak berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Karena itu, MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya, Kamis (25/11/2021).

Dalam putusannya, Anwar menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku hingga dilakukan perbaikan dengan tenggat waktu dua tahun. Anwar meminta pemerintah maupun DPR melakukan perbaikan UU Cipta Kerja.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun sesuai dengan ketetapan Majelis Hakim MK UU tersebut tidak diperbaiki, maka menjadi inkonstitusional atau tak berdasar secara permanen.

"Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," tegas Anwar.

Selain itu, MK juga memerintahkan menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas berkaitan dengan UU Ciptaker.

"Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata dia.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak besar yang ditimbulkan MK menyatakan UU 11/2020 inkonstitusional.

"Pilihan Mahkamah untuk menentukan UU 11 Tahun 2020 dinyatakan secara inkonstitusional tersebut, dikarenakan mahkamah harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah undang-undang yang harus dipenuhi sebagai syarat formil, guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur kepastian hukum," kata Suhartoyo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.