Sukses

Wakil Menteri ATR Sebut Kawasan Hutan di Puncak Bogor Berkurang

Surya Tjandra mengatakan, dalam kurun lima tahun terakhir luas lahan hutan di kawasan Puncak, Bogor berkurang sekitar 13 persen atau 3.876 ha lahan.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra mengatakan, dalam kurun lima tahun terakhir luas lahan hutan di kawasan Puncak, Bogor berkurang sekitar 13 persen atau 3.876 ha lahan.

Hal tersebut disampaikannya dalam penutupan Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2021 di Telaga Saat, Puncak, Senin 8 November 2021.

"Secara singkat telah terjadi perubahan dari hutan menjadi non hutan," kata Surya.

Menurut dia, berdasarkan hasil Audit Tata Ruang ditemukan 54 kasus pelanggaran di kawasan Puncak disebabkan karena pemanfaatan ruang yang tidak menaati rencana tata ruang (RTR) yang telah ditetapkan.

Contoh kasus pelanggaran seperti pemanfaatan ruang di sempadan sungai, pemanfaatan ruang di kawasan hutan, pemanfaatan ruang bangunan dengan kepadatan sedang di kawasan permukiman zona kepadatan rendah.

13 lokasi ketidaksesuaian RTR di kawasan Puncak yang ditemukan pada Kegiatan Fasilitasi Penertiban 2021 telah dikenakan surat peringatan (SP-1) oleh Pemkab Bogor.

Berdasarkan hasil pemantauan terhadap Hak Guna Usaha (HGU), terjadi ketidakpatuhan pemegang HAT dan ketidaksesuaian pemanfaatan tanah dengan peruntukan pemberian haknya seluas 1.342,86 Ha.

"Kalau memang tidak bisa merawat dan menjaga akan kita ambil lagi oleh negara. Kan itu lahan negara yang dimohon," tegasnya.

"Jadi DKI ini kekurangan RTH, dan DKI berniat untuk mengurangi RTH itu, dia akan kelola lahan disini untuk dibuat hutan. Kan bisa saja pakai yang HGU-nya tidak benar," sambung Surya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Ada Lagi

Surya menyatakan, Kementrian ATR/BPN memaklumi jika lahan hutan beralih fungsi menjadi pemukiman karena banyak masyarakat ingin memiliki tempat tinggal. Namun ia tidak mentolerir apabila lahan tersebut dijadikan untuk vila maupun bangunan komersil.

"Untuk itu, kita akan fokuskan jangan ada lagi lahan gundul. Kita upayakan melakukan penanaman pohon sebanyak-banyaknya selama enam Minggu kedepan atau sampai akhir Desember 2021 nanti," ucapnya.

Sementara, Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin menerangkan, wilayah Puncak sulit untuk mencapai kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Seharusnya RTH di Puncak mencapai 55 persen, namun kondisi yang ada saat ini di bawah 50 persen.

Faktor penyebabnya adalah karena masa berlaku HGU habis, tidak terawat, tidak dipelihara, dan terlantar kemudian dieksploitasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk hal-hal bersifat komersil.

"Sehingga harus cepat-cepat diambil alih negara, untuk dikembalikan kepada fungsi awal. Insyaallah kalau semua dikembalikan secara masif, saya kira Puncak akan selamat tanpa mengurangi esensi pariwisata," ujar Ade.

Menurutnya, kondisi Puncak saat ini memprihatinkan dan harus segera diselamatkan dari komersialisasi. Sebab, Puncak memiliki fungsi sebagai daerah resapan air dan fungsi hutan serta perkebunan.

"Jadi kami minta kepada pemerintah pusat agar fungsi-fungsi hutan ini dikembalikan. jika kawasan Puncak terlalu asyik dikomersialisasikan, dikhawatirkan malah timbul hal-hal yang tidak diinginkan seperti bencana," kata dia.

Ade juga tidak mempermasalahkan jika Pemprov DKI Jakarta turut serta melakukan pelestarian hutan di kawasan Puncak.

"Karena Bogor kan penyangga ibu kota. Jadi RTH-nya di Bogor tidak masalah sebetulnya. Dalam pelestarian lingkungan itu tidak ada batas wilayah, karena lingkungan itu milik kita semua," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.