Sukses

HEADLINE: Pandemi Jadi Dalih Bingung Tangkap Buron Harun Masiku, Bukti Nyata KPK Melemah?

Deputi Penindakan KPK, Karyoto saat konferensi pers pada Selasa 24 Agustus 2021 mengakui bahwa Harun Masiku berada di luar negeri. Meski sudah mengetahui, dirinya merasa binggung tak bisa menangkap dengan dalil masih dalam keadaan pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku kembali mencuri perhatian. Pasalnya, keberadaannya disebut telah diketahui oleh lembaga antirasuah tersebut.

Deputi Penindakan KPK, Karyoto saat konferensi pers pada Selasa 24 Agustus 2021 mengakui bahwa Harun Masiku berada di luar negeri. Meski sudah mengetahui, dirinya merasa binggung tak bisa menangkap dengan dalil masih dalam keadaan pandemi Covid-19.

"Kita mau ke sana juga binggung, pandemi sudah berapa tahun. Saya sangat nafsu sekali ingin menangkapnya," klaim Karyoto.

Bahkan, dia sempat mengungkapkan, mendapat perintah dari Ketua KPK Firli Bahuri untuk bergerak melakukan penangkapan. Hanya saja, diakui bahwa kesempatan operasi tersebut belum ada.

"Memang kemarin sebenarnya sudah masuk ya. Sebelum Harun Al Rasyid teriak-teriak saya tahu tempatnya. Saya tahu tempatnya hampir sama informasi yang disampaikan rekan kami Harun dengan kami punya informasi sama," ungkap Karyoto.

Dia pun menegaskan, KPK terus berupaya memburu Harun Masiku. Sementara sejauh ini, pandemi Covid-19 pun menjadi salah satu kendala eksekusi penangkapan DPO tersebut.

"Selama yang bersangkutan ada dan bisa dipastikan A1 keberadaannya, saya siap berangkat, kalau memang tempatnya bisa kita jangkau ya. Enggak etis dan enggak patut kita buka di sini. Kalau dia tahu kita sedang cari di mana, nanti dia geser lagi, bingung lagi kita," kata Karyoto.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya terus bekerja serius dan berupaya untuk mencari dan menangkap Harun Masiku yang menjadi tersangka dalam perkara korupsi pergantian antar waktu anggota DPR.

"Upaya pelacakan juga terus dilakukan KPK dengan menggandeng kerja sama para pihak, Bareskrim Polri, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, serta NCB Interpol," kata Ali, Rabu (25/8/2021).

KPK mengimbau seluruh masyarakat yang mengetahui keberadaan DPO Harun Masiku, baik di dalam maupun di luar negeri, agar segera menyampaikan informasinya kepada KPK, Polri, Kemenkumham ataupun NCB Interpol.

"KPK berharap bisa segera menangkap DPO Harun Masiku," klaim Ali.

 

Kasus yang Jelas

Mantan pimpinan KPK Saut Situmorang merasa pandemi Covid-19 tak bisa menjadi alasan untuk menegakkan hukum. "Itu sebabnya ada adegium yang mengatakan 'Walau langit runtuh, penegakkan hukum harus jalan'. Kayak bukan penegak hukum saja cara mikirnya," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (25/8/2021).

Menurut dia, banyak orang di KPK bisa melakukan melakukan itu. Bahkan, dirinya pun berkelakar pegawai yang dipecat bisa menangkap Harun Masiku.

"Perintahkan Harun Al Rasyid, Dedi Nainggolan, atau Herbert Nababan atau tim satgas lain banyak yang biasa membuntuti atau stake out smapai ke luar negeri. Banyak itu di KPK. Minta Novel jadikan Kasatgas untuk menjemputnya selesai itu masalah. Mereka sudah biasa kerja koordinasi, kerja sama dengan Badan Anti Korupsi di luar negeri," ungkap Saut.

Apa yang dikatakan Saut ada benarnya, KPK memang bisa menjemput dan menangkap tersangkanya yang berada di luar negeri. Sebut saja, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang ditangkap di Cartagena, Kolombia pada hari Minggu 7 Agustus 2011. Diketahui, yang bersangkutan memang sempat berpindah dari satu negara ke negara lain.

Nazaruddin saat itu sudah beranjak ke Singapura pada 23 Mei 2011 sebelum diperiksa KPK dengan dalih memeriksa kesehatannya. Namun, dirinya justru memilih melarikan diri. Terhitung hanya butuh sekitar 3 bulan KPK menangkapnya.

Selain itu, Memang ada yang memerlukan waktu lima tahun lamanya, yakni Anggoro Widjojo yang tertangkap di China pada 29 Januari 2014. Dia ditangkap atas bantuan kepolisian China dan jajaran Imigrasi Indonesia.

"Kalau memang dia (Harun Masiku) sudah masuk list dalam Interpol maka ini sudah tanggung jawab internasional bukan lagi tanggung jawab Indonesia semata. Maka sangatlah mudah memahami bahwa kita sebenarnya memang tidak mengalokasikan waktu dengan benar untuk menjebloskan HM ke Rutan KPK," ungkap Saut.

"Kalau benar di luar negeri, negara mana yang tidak mau membantu Indonesia dalam mengejar pelaku korup, minta PBB (UNODC) mengkritisi negara itu, demikian peran Kemlu RI, meminta SLO Polisi Indonesia di KBRI turut membantu, staf KBRI dan lain. Pertanyannya, apa iya kita mau membangun politik dengan beradab tapi dengan membiarkan penyuap Komisi Pemilihan Umum berkeliaran begitu saja. Belajar lagi politik cerdas dan berintegritas yang pernah dikampanyekan KPK selama ini," sambungnya.

Saut memandang, sejak awal terjadinya OTT, sebenarnya tak ada keraguan siapa berbuat apa dan siapa berikutnya harus dikejar, sangat jelas. Bahkan di persidangan tidak sulit dipahami dari potongan informasi dan bagaimana Harun Masiku bisa menghilang.

"Gampang menganalisanya. Nanti akan kita lihat siapa dan bagaimana dia bisa menghilang. Tidak sulit nanti bagi kita untuk menentukan siapa yang bakal kena pasal menghalangi penyidikan bila HM sudah dikerangkeng. Karena proses dia menghilang itu tidak akan terjadi begitu saja. Pesulap saja, tricknya bisa dikejar. Emang ada modus baru?," kata dia.

Karena itu, dirinya merasa heran saat KPK mengatakan mengetahui posisi dari Harun Masiku namun justru banyak alasan untuk tak bisa menangkap yang bersangkutan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Ada Niat

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, apa yang disampaikan KPK hanya sebuah retorika semata.

"Tidak jelas apa maunya, sekedar menutupi ketidakmampuannya dengan cara banyak kata-kata, memproduksi kata-kata," kata Boyamin, Rabu (25/8/2021).

Dia menegaskan, retorika ini akan terus dilakukan KPK. "Sampai rakyat lupa atau hingga daluarsa 16 tahun lagi," celetuknya.

Dia pun menuding permintaan red notice terhadap Harun Masiku ke Interpol juga bagian dari retorika semata, karena sampai sekarang nama yang bersangkutan tak terlihat di laman Interpol.

"Diduga ada syarat yang belum dipenuhi sehingga dapat dikategorikan tidak serius dan kembali sebatas retorika," kata Boyamin.

Sementara, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memandang, akan sulit Harun Masiku tertangkap jika komposisi Pimpinan KPK masih seperti saat ini.

"Sebab, sedari awal proses penanganan perkaranya, ICW melihat permasalahannya bukan pada kemampuan, akan tetapi kemauan dari Pimpinan KPK," kata Kurnia, Rabu (25/8/2021).

"Ditambah lagi dengan diberhentikannya beberapa orang pegawai yang ditugaskan mencari keberadaan Harun melalui Tes Wawasan Kebangsaan," sambungnya.

ICW menilai Pimpinan KPK hari ini terlebih Firli Bahuri, lanjutnya, telah berhasil memberangus kelembagaan dan mengobrak-abrik penindakan KPK dalam waktu yang sangat singkat.

"Mungkin itu satu-satunya keberhasilan yang bisa diperlihatkan KPK saat ini," kata dia.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menilai alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesulitan menangkap buronan Harun Masiku karena pandemi Covid-19, sangat mengada-ngada.

Padahal, kata Asfi, penangkapan buronan di luar negeri bukanlah tindakan baru bagi lembaga antirasuah tersebut. Dia pun menyinggung keberhasilan penangkapan buronan kasus korupsi Wisma Atlet, Nazarudin yang berhasil ditangkap di Kolombia.

"Mengada-ngada (alasan KPK), Dulu kan Nazarudin juga kabur ke luar negeri (Kolombia dan ditangkap). Artinya ini bukan pengalaman pertama dan sudah terbukti berhasil," ujar Asfi kepada merdeka.com, Rabu (25/8/2021).

 

3 dari 4 halaman

KPK Melemah?

Terlebih, Asfi menjelaskan jika Indonesia sudah meneken Undang-undang No 15 Tahun 2008 tentang Pengesahaan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana).

Dimana aturan tersebut turut menyatakan jalinan kerjasama antara Pemerintah Indoneia dengan Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam yang sepakat meningkatkan efektivitas lembaga penegak hukum dari para pihak dalam pencegahan, penyidikan, penuntutan, dan berhubungan dengan penanganan perkara pidana.

"Undang-undang ini memberi dasar penegak hukum dapat bekerja sama dengan negara lain dalam kasus pidana. Seperti Nazarudin, kan bisa," katanya.

Oleh sebab itu, Asfi menyoroti jika KPK tidak bisa menangkap Harun Masiku hal tersebut telah menjadi bukti melemahnya KPK, yang bisa berdampak menurunnya angka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

"Ini bukti nyata pelemahan KPK. Masyarakat tampaknya sulit percaya tidak ada indikasi kaitan antara kekuasaan dengan buron dan sulitnya Harun Masiku ditangkap. Sampai Harun Masiku ditangkap dan kasusnya diungkap hingga tuntas," tegas dia.

4 dari 4 halaman

Tak Boleh Ada Alasan

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengingatkan, siapapun yang melanggar hukum dan berada dimanapun sudah kewajiban aparat untuk mengeksekusi dan melakukan penangkapan.

"Ini terkait dengan marwah dan wibawa kita sebagai negara hukum," kata Mardani kepada Liputan6.com, Rabu (25/8/2021).

Menurutnya, tidak boleh ada alasan KPK tidak menjemput.

"Kita lihat komitmen KPK edisi sekarang. Kasus Harun Masiku jadi pertaruhan kredibilitas KPK," ungkap Mardani.

Sementara, Juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menuturkan, pemberantasan korupsi seharusnya tetap menjadi komitmen besar dan komitmen bersama bangsa ini. Di tangan pemerintah dan KPK-lah kita butuh keseriusan yang terwujud dalam aksi nyata.

"Kalau memang KPK sendiri sudah tidak sanggup dan tidak mampu mengejar seorang Harun Masiku, silahkan minta bantuan ke berbagai pihak, termasuk pemerintah. Akan selalu ada jalan jika memang berkeinginan untuk mencari dan menangkapnya. Dan, akan selalu ada alasan, jika memang tidak serius ingin mencarinya," kata Herzaky.

Menurutnya, dengan kasus ini, bisa melihat perbedaan pemberantasan korupsi era Bapak SBY dan era kini. "Dulu, Nazaruddin berhasil dibekuk dalam beberapa puluh hari saja. Sekarang, Harun Masiku sudah 500 hari lebih buron, masih gagal ditangkap juga," ungkap Herzaky.

Harapan kita, lanjut dia, KPK bisa mengevaluasi internalnya. Kendala apa yang membuat perburuan Harun Masiku ini menjadi berlarut-larut.

"Apakah ketiadaan karyawan KPK yang dulu menangani kasus ini, tapi kemudian tersingkir karena TWK, menjadi salah satu faktor utama? Atau, faktor-faktor lainnya? Mari kita sama-sama pantau dan kita dorong KPK menuntaskan kasus ini secepat-cepatnya," kata Herzaky.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.