Sukses

Menag Pastikan Tidak Ada Larangan Ceramah Dai tanpa Sertifikat

Menag menyebut, dengan adanya sertifikasi ini juga pihaknya mengharapkan agar semakin banyak dai yang dapat menyatukan wawasan keagamaan dengan wawasan kebangsaan dalam satu nafas dakwah.

Liputan6.com, Jakarta - Program sertifikasi penceramah Kementerian Agama RI (Kemenag) terus menuai polemik. Salah satu hal yang menjadi kekhawatiran publik ialah soal kepastian Dai yang tak memiliki sertifikat penceramah Kemenag apakah diperkenankan untuk berceramah.

Menjawab hal itu Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi memastikan tak akan ada larangan berceramah bagi dai yang tak memiliki sertifikat.

"Jadi kembali, tidak akan pernah ada petunjuk lanjutan kita bahwa yang boleh berceramah hanya yang punya sertifikat, tidak," tegas Menag dalam acara Raker bersama Komisi VIII DPR RI, Selasa (8/9/2020).

Menag menyebut, dengan adanya sertifikasi ini juga pihaknya mengharapkan agar semakin banyak dai yang dapat menyatukan wawasan keagamaan dengan wawasan kebangsaan dalam satu nafas dakwah.

Menyangkut pihak yang kritis terkait program ini, Menag menerangkan bahwa pihaknya akan menjelaskan lebih lanjut kepada para pihak yang dinilai masih kontra soal program ini.

"Dan Alhamdulillah pada tadi malam sangat sependapat untuk kita bertemu lagi untuk membicarakan lebih teknis, senang sekali saya," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penolakan DPR

Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI meminta Kementerian Agama menghentikan program sertifikasi penceramah atau dai. Ketua Komisi VIII Yandri Susanto menyebut yang berhak melabeli penceramah hanya Allah SWT bukan Kemenag.

"Salah itu kalau negara melalui Kementerian agama masuk kewilayahan itu, karenanya kami meminta dibatalkan" kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (8/9/2020).

Yandri meminta Kemenag tidak terburu-buru mengambil keputusan bahwa seorang dai termasuk radikal atau tidak.

"Seharusnya Menteri Agama memiliki konstruksi yang jelas dalam merumuskan definisi, klasifikasi dan kriteria radikalisme itu dalam konsep program moderasi beragama yang sering digaungkan tersebut, MUI, NU, Muhammadiyah, Al Washliyah dan ormas-ormas Islam lainnya,” ucapnya.

Kemenag diminta untuk berdiskusi mendalam bersama ormas-ormas islam besar mengenai rencananya tersebut.

“Harusnya (ormas) diajak duduk untuk membicarakan dan merumuskan 'apa itu radikalisme dalam perspektif Islam dan negara, serta tolok ukur moderasi beragama itu seperti apa sehingga tidak menimbulkan diskriminasi terhadap para ulama penceramah dan para da'i," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.