Sukses

HEADLINE: Kebakaran Kejagung, Bau Sabotase Hilangkan Jejak Kasus Djoko Tjandra?

Kebakaran hebat yang terjadi pada Sabtu malam menghanguskan seluruh Gedung Utama Kejagung, tak terkecuali ruang kerja Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Liputan6.com, Jakarta - Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung)  terbakar hebat pada Sabtu, 22 Agustus 2020 malam sekitar pukul 19.00 WIB. Sebanyak 230 petugas dan 65 unit mobil pemadam kebakaran yang diterjunkan kesulitan memadamkan api. Perlahan, api melumat habis gedung utama Korps Adhyaksa di Jakarta Selatan tersebut. 

Kebakaran baru bisa ditaklukkan setelah hampir 12 jam petugas berjibaku memadamkan api. Seluruh gedung utama hangus tak tersisa, tak terkecuali ruang kerja Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Insiden ini menyita perhatian masyarakat, termasuk warganet. Mereka ramai-ramai mempertanyakan keamanan gedung hingga sulitnya api dipadamkan. Bahkan, tak sedikit yang curiga insiden kebakaran berkaitan dengan penanganan perkara di Kejagung.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai wajar banyak pihak yang curiga bahwa insiden kebakaran Gedung Utama Kejagung sebagai upaya sabotase terkait perkara yang ditangani Kejagung.

"Kejagung sedang disorot masyarakat karena lambatnya penanganan perkara korupsi dalam kasus skandal Djoko Tjandra yang melibatkan Jaksa Pinangki dan juga diduga beberapa jaksa lain. Jadi sangat wajar (kecurigaan sabotase)," ujar Abdul kepada Liputan6.com, Senin (24/8/2020).

Abdul lantas membeberkan indikasi yang menguatkan kecurigaan tersebut, antara lain terbitnya Pedoman No 7 Tahun 2020 yang mengatur tentang pemanggilan hingga penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana harus seizin Jaksa Agung. Meski, akhirnya aturan itu dicabut.

Kemudian polemik pendampingan hukum yang diberikan Kejaksaan Agung terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terseret dalam skandal kasus Djoko Tjandra. Hingga transparansi uang sitaan Rp 546 miliar dari Djoko Tjandra yang dipertanyakan Antasari Azhar yang saat itu menjadi jaksa penuntut umum di kasus cessie Bank Bali.

"Demikian juga ada info akan ada penetapan tersangka baru dari kalangan petinggi jaksa. Kemudian terjadi kebakaran besar di Kejagung. Dari rangkaian peristiwa ini sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa kebakaran itu jangan-jangan sebuah sabotase," katanya.

Bukan tidak mungkin, kata Abdul, insiden ini sebagai ancaman bagi penyidik Kejaksaan Agung yang menangani kasus dugaan suap terhadap Jaksa Pinangki. "Saya kira presiden harus tegas memerintahkan mengusut tuntas oknum-oknum pejabat kejaksaan yang terlibat dalam skandal Djoko Tjandra ini."

Menurut Abdul, kasus Djoko Tjandra masih panjang meski sang terpidana kasus cessie Bank Bali itu telah tertangkap. Apalagi dari penangkapan itu lahir kasus korupsi baru yang melibatkan sejumlah penegak hukum.

"Kita berharap semua berkas, (kasus) korupsi terutama harus aman, dan Kejaksaan Agung harus membuktikan itu," katanya menandaskan.

Infografis Kebakaran Hebat Gedung Kejaksaan Agung. (Liputan6.com/Abdillah)

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menyelidiki penyebab terbakarnya Gedung Utama Kejagung. Keterlibatan KPK, di samping kepolisian, diharapkan mampu membuktikan apakah insiden tersebut murni kelalaian atau memang direncanakan.

"Sebab, saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, salah satunya dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut," kata peneliti ICW, Kurnia Ramdhana, kepada Liputan6.com, Senin (24/8/2020).

Pegiat antikorupsi ini menyoroti penanganan kasus dugaan suap Jaksa Pinangki yang jauh dari kata selesai. Setidaknya ada tiga catatan ICW yang perlu segera dilakukan Kejagung. Pertama, Kejagung hingga kini belum menetapkan pihak yang menyuap jaksa Pinangki.

Kedua, Kejagung harus menjelaskan apakah keberangkatan Jaksa Pinangki menemui Djoko Tjandra atas inisiatif sendiri atau perintah oknum internal Kejaksaan Agung. Ketiga, Kejagung harus menjelaskan apakah ada komunikasi antara Jaksa Pinangki dengan oknum di internal Mahkamah Agung perihal bantuan penanganan perkara Djoko Tjandra.

"Jangan sampai kebakaran (Gedung Utama Kejagung) justru dijadikan dalih untuk menghentikan langkah membongkar skandal korupsi ini," kata Kurnia.

ICW sejak awal telah meragukan komitmen Kejagung dalam menangani perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki. Terlebih sejak rentetan kejadian yang menciptakan skeptisme publik, mulai dari dikeluarkannya pedoman pemeriksaan jaksa, pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki, hingga kebakaran.

"Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih penanganan perkara ini. Sebab, berdasarkan Pasal 11 UU KPK, lembaga antirasuah ini diberi kewenanganan untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum, dalam hal ini Jaksa Pinangki Sirna Malasari," ucap Kurnia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bekas Ruang Kerja Jaksa Pinangki Ikut Terbakar

Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra pernah berkantor di Gedung Utama Kejagung yang terbakar.

"Pinangki berkantor dulu di lantai tiga. Setidaknya aktivitas dia menerima tamu, penghubung dengan Djoko Tjandra dan Rahmat itu kan menjadi terhapus (CCTV). Jadi hilang, gitu saja," tutur Boyamin saat dikonfirmasi, Jakarta, Minggu (23/8/2020).

Menurut dia, rekaman CCTV di ruang kerja Jaksa Pinangki dapat menjadi bukti sekunder dalam pengungkapan kasus. Namun, lanjut dia, bisa saja bukti tersebut menjadi terhapus dengan adanya insiden kebakaran di Kejaksaan Agung ini.

"Terus Anita Kolopaking juga mungkin pernah ke situ. Tapi itu kan hanya sekunder, primernya kan Rahmat juga sudah mengakui, Pinangki juga sudah menerima di situ. Hanya soal uang suapnya kan Pinangki enggak ngakuin sampai sekarang," jelas Boyamin.

Boyamin yakin, kebakaran di Kejaksaan Agung tersebut dapat menghambat proses penyidikan, meski memang yang terimbas hanya merupakan bukti sekunder dalam bentuk CCTV.

"Menghambat dikit. Tapi enggak banyak karena kan pertemuan itu sudah terdata, seperti yang aku punya misalnya ketemu di KL, aku sudah punya tiketnya berangkat 18 sama Rahmat. Tanggal 25 berangkat dengan Anita Kolopaking, semua udah ada fotonya. Yang primer sudah kepegang semua di Gedung bundar," kata Boyamin menandaskan.

Komisi Kejaksaan (Komjak) menilai munculnya berbagai spekulasi penyebab kebakaran menunjukkan bahwa publik memberi perhatian besar kepada Kejaksaan Agung, terutama dalam hal penegakan hukum.

Ketua Komjak, Barita Simanjuntak, meminta Kejagung menyikapi kecurigaan-kecurigaan tersebut secara proporsional, yakni menjawabnya dengan bukti nyata berupa kinerja penegakan hukum yang berkualitas.

"Artinya seluruh penegakan hukum dilakukan secara transparan, konsisten, dan kredibel. Apalagi kasus-kasus yang menarik perhatian publik, apakah soal Jiwasraya, Djoko Tjandra, atau soal Jaksa P. Itu yang bisa menjawab semua spekulasi yang berkembang secara proporsional," kata Barita kepada Liputan6.com, Senin (24/8/2020).

Salah satu pemicu muculnya spekulasi sabotase adalah bekas ruang kerja Jaksa Pinangki yang berada di Gedung Utama Kejagung. Menurut Barita, kecurigaan itu muncul karena publik tidak mendapatkan informasi terkait penanganan teknis perkara yang menjerat Jaksa Pinangki.

"Kan oknum Jaksa P itu sudah ditetapkan tersangka dan ditahan, artinya kalau ditetapkan tersangka dan ditahan alat bukti yang diperlukan untuk meningkatkan statusnya itu oleh penyidik pidana khusus di Kejaksaan Agung sudah lengkap. Jadi seluruh dokumen berkaitan dengan oknum Jaksa P sudah ada di Jampidsus," jelasnya.

Barita percaya seluruh berkas perkara hukum, termasuk terkait Jaksa Pinangki aman dari insiden kebakaran karena berada di gedung yang berbeda. Semua berkas perkara hukum berada di Gedung Jampidsus dan Jampidum yang terpisah dengan Gedung Utama Kejagung.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Apa Hasil Olah TKP?

Kepolisian telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mencari penyebab kebakaran hebat yang menghanguskan seluruh Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung). Olah TKP dimulai pada Senin (24/8/2020) sekitar pukul 09.00 WIB.

Kepala Pusat Laboratorium Forensik Polri Brigjen Ahmad Haydar menyampaikan, olah TKP pertama  diawali dengan pemeriksaan secara menyeluruh setiap lokasi yang terdampak kebakaran.

"Pertama, tadi kami melakukan pengecekan konstruksi bangunan apakah layak atau tidak. Kedua, dilakukan pengecekan lokasi terdampak kebakaran. Dan ini masih dilakukan pemeriksaan," kata Haydar di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Senin.

Menurut Haydar, pemeriksaan menyeluruh perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung tersebut. Pengecekan fasilitas pendekteksi api atau fire detector pun dilakukan.

Polisi belum bisa membeberkan hasil sementara dari olah TKP tersebut. Sebab, ini baru tahap awal. "Semua masih dalam proses pemeriksaan," jelas dia.

Kepolisian juga telah mengamankan rekaman CCTV untuk mengusut penyebab kebakaran. Rekaman CCTV telah diamankan sesaat setelah Gedung Utama Kejagung terbakar.

Saat ini, rekaman tersebut sedang diperiksa di Puslabfor Polri. "CCTV sudah dalam pemeriksaan, kami belum bisa (menyampaikan hasilnya), menunggu," tutur Haydar. 

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyampaikan, pihaknya telah memeriksa 19 saksi terkait kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung. Saksi-saksi yang diperiksa dibagi menjadi tiga klaster.

"Pertama beberapa saksi pamdalnya baik itu sekuritinya, dan sebagainya. Kemudian ada OB (office boy) yang bekerja membersihkan gedung tersebut, dan ketiga adalah klaster para pegawai Kejagung baik dalam hal pegawai di bagian pembinaan personel dan juga Jamintel dan beberapa kabag yang kita periksa," kata Yusri, Senin (24/8/2020).

Yusri menyampaikan, pemeriksaan awal terhadap 19 saksi ini dilakukan untuk mempermudah tim melakukan olah TKP. Semuanya dilakukan untuk membongkar penyebab kebakaran yang menghanguskan Gedung Utama Kejaksaan Agung.

4 dari 4 halaman

Nasib Berkas Perkara

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono meminta masyarakat tidak berspekulasi mengenai penyebab kebakaran Gedung Utama Korps Adhiyaksa. Dia meminta semua pihak menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan kepolisian.

"Penyebab kebakaran ini masih dalam proses penyelidikan Polri. Oleh karena itu, kami mohon agar tidak membuat spekulasi dan asumsi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mari sabar menunggu hasil pihak kepolisian," kata Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta, Minggu (23/8/2020).

Hari menegaskan, berkas perkara tindak pidana korupsi dipastikan tidak terganggu akibat kebakaran yang melanda Gedung Utama Kejagung itu.

"Perkara korupsi ada di Gedung Jampidsus, dan pidana umum ada di Jampidum. Jadi sekali lagi dengan terbakarnya gedung ini tidak mempengaruhi penanganan perkara tindak pidana korupsi karena berkas perkara aman 100 persen," tutur Hari.

Hari merinci, terdapat enam lantai di Gedung Utama Kejaksaan Agung. Lantai satu adalah lobi gedung, lantai dua adalah ruangan jaksa agung, dan wakil jaksa agung.

Kemudian, di lantai tiga adalah ruang kerja Jaksa Agung Muda bidang Intelijen (Jamintel). Lantai empat adalah ruang pembinaan, dan lantai lima dan enam adalah ruang Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan (Jambin).

Hari juga memastikan bahwa data Intelijen Kejagung aman. "Direktur E itu administrasi, intelijen itu punya dua kantor di gedung utama dan di ceger. Intelijen itu pasti bekerja sudah punya (plan a plan b) kalau ada hambatan begini. Jadi back up data itu aman," katanya.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menegaskan, pemerintah bersikap transparan dalam penyelidikan kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung.

"Agar masyarakat tenang mengikuti dan mengawasi penanganan kasus kebakaran ini. Silakan, pemerintah tidak bisa menghalang-halangi orang mencari informasi. Sekarang sudah tidak mungkin kita menggunakan cara-cara ci luk ba," tutur Mahfud dalam konferensi pers virtual, Minggu (23/8/2020).

Mahfud pun enggan mengikuti arus spekulasi penyebab kebakaran Gedung Kejaksaan Agungyang dikaitkan dengan penanganan kasus Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki, dan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.

"Pemerintah tidak mengaitkan dengan kasus-kasus tertentu karena nanti spekulatif. Ditunggu saja. Pemerintah transparan dan bisa diawasi. Tapi jangan berspekulasi," jelas dia.

Termasuk juga soal ikut terbakarnya bekas ruang kerja Jaksa Pinangki yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra, Mahfud meminta biarkan Bareskrim Polri dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung bekerja.

"Kalau menyangkut kenapa ruangan Pinangki terbakar, itu sudah masuk spekulasi. Kita tunggu dulu," Mahfud menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.