Sukses

HEADLINE: Denda Tak Pakai Masker Rp 250 Ribu-1 Juta, Efektif Bikin Warga Disiplin?

Bertujuan membuat warga Ibu Kota makin berdisiplin, Pergub tersebut menetapkan sanksi progresif yang makin tinggi bagi pelanggar protokol kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Hidup warga Jakarta yang tak berdisiplin di masa pandemi dipastikan bakal makin tak nyaman dengan keluarnya Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020. Regulasi tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya dan Pengendalian Covid-19 itu ditandatangani Gubernur Anies Baswedan pada 19 Agustus 2020.

Bertujuan untuk membuat warga Ibu Kota makin berdisiplin, Pergub tersebut menetapkan sanksi progresif yang makin tinggi bagi pelanggar protokol kesehatan, khususnya terkait penggunaan masker saat beraktivitas di luar rumah.

Kalau selama ini sanksi denda bagi pelanggar masker hanya Rp 250 ribu, melalui Pergub ini dendanya bisa mencapai Rp 1 juta, tergantung seberapa kerap pelanggaran dilakukan. Pertanyaannya, apakah sanksi denda yang makin tinggi bisa mendongkrak kedisiplinan warga?

Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay meragukan hal itu. Dia mengatakan, masih banyaknya warga yang tidak mengenakan masker tidak berhubungan langsung dengan berat atau ringannya sanksi yang dijatuhkan.

"Masalahnya kenapa warga kelihatan tidak peduli, ini karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Jadi, yang harus dilakukan adalah bagaimana kita memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang bahaya Covid-19 serta pentingnya masker," ujar Saleh kepada Liputan6.com, Jumat (21/8/2020).

Bahkan, dia melihat warga Jakarta sebenarnya cukup peduli dengan kesehatannya. Hanya saja, tidak semuanya punya akses untuk mendapatkan masker, apalagi yang gratis.

"Jadi, walaupun masker itu ada di mana-mana, tapi tidak semua orang bisa mengakses masker dengan mudah karena memang faktanya masker itu belum ada yang gratis setahu saya. Rata-rata beli di apotek. Ini membuat kesulitan tersendiri bagi masyarakat untuk mendapatkannya," jelas Saleh.

"Kalau pemerintah ikut ambil bagian dengan melakukan intervensi, misalnya menyediakan masker gratis dan mudah diakses masyarakat, sehingga tidak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk tidak memakai masker sebagaimana ditentukan protokol kesehatan," imbuh dia.

Selain itu, lanjut Saleh, bisa jadi pula warga malas menggunakan masker karena merasa dirinya aman. Apalagi ada yang berpendapat bahwa kalau semuanya sudah pakai masker, berarti dirinya sudah aman, tak perlu lagi pakai pelindung.

"Sejauh ini banyak juga orang yang mulai jenuh kelihatannya, jenuh hanya berdiam diri di rumah, kemudian ingin beraktivitas seperti biasa, sehingga banyak yang tidak menggunakan masker," ujar anggota Dewan di komisi yang membidangi kesehatan ini.

Saleh menilai, semua masalah itulah yang membuat pemerintah masih terlihat ragu untuk menetapkan aturan yang lugas dan tegas. Dengan banyak persoalan yang dilematis, menyulitkan pemerintah untuk bersikap tegas.

"Makanya saya katakan sekali lagi, kita harus mulai dari membangun kesadaran masyarakat terlebih dulu, supaya mereka ikut terlibat aktif di dalam memutus mata rantai penyebaran birus Corona. Kalau dikasih denda yang tinggi, belum tentu masyarakat mampu membayar, kalau dikasih hukuman kurungan juga tak mungkin, penjara tak akan cukup," dia memungkasi.

 

Infografis Gebrakan Denda Tidak Pakai Masker (Liputan6.com/Triyasni)

Sementara, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin, menilai efektif atau tidaknya Pergub yang baru ini terpulang kepada kesadaran masyarakat Ibu Kota, khususnya kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan.

"Diberlakukannya denda progresif itu kan karena didasari adanya warga yang berulangkali melanggar, yang besar kemungkinan akibat dari regulasi sebelumnya kurang memberikan efek jera. Tujuan denda progresif ini agar masyarakat disiplin, patuh dan taat pada ketentuan protokol kesehatan," papar Arifin kepada Liputan6.com, Jumat (21/8/2020).

Dia mengatakan, dari pengalaman di lapangan menghadapi warga uang melanggar protokol kesehatan, khususnya penggunaan masker, banyak alasan yang diutarakan tentang penyebab kenapa mereka tak membawa masker. Tak sedikit pula alasan itu terkesan dibuat-buat.

"Alasan yang umum biasanya karena suka lupa enggak bawa masker atau masker ketinggalan. Ada pula yang menganggap bahwa pandemi ini sudah selesai, sehingga tak perlu lagi pakai masker. Ada pula yang menganggap dirinya sehat dan tak akan tertular. Pokoknya banyak alasan," beber Arifin.

Di lapangan, lanjut dia, pihaknya juga tidak bisa memaksakan sanksi denda kepada warga yang melanggar aturan penggunaan masker. Tidak semua orang bersedia membayar denda, karena dalam peraturan gubernur, ketika orang tidak mampu untuk membayar denda, maka dia mempunyai pilihan lain yaitu kerja sosial.

"Untuk kerja sosial kita harus siapkan peralatan kebersihan, kemudian kita juga harus menyiapkan rompi oranye. Banyak para pelanggar yang memilih kerja sosial, sedangkan kesiapan peralatan kerjanya tidak terlalu banyak, sehingga warga yang melanggar harus menunggu antrean untuk menjalankan sanksi kerja sosial," ujar Arifin.

Di sisi lain, dia membantah keras bahwa Pemprov DKI Jakarta sama sekali tak pernah menyediakan masker gratis sebelum sanksi penggunaan masker diberlakukan.

"Jakarta mulai memberlakukan sanksi pelanggaran terhadap mereka yang tidak menggunakan masker ketika Pemprov telah membagikan dua kali lipat masker dari jumlah penduduk Jakarta," ujar Arifin.

Di awal PSBB, lanjut dia, Pemprov DKI sudah membagikan masker untuk penduduk Jakarta dengan jumlah hampir 22 juta masker. Ketika itu masker masih sulit didapatkan dan harganya juga masih mahal.

"Setelah masker gratis dibagikan, barulah aturan protokol penggunaan masker diberlakukan berikut sanksinya. Kini orang-orang (warga DKI Jakarta) itu tidak bisa lagi beralasan tidak punya masker," Arifin memungkasi.

Lantas, seperti apa sebenarnya denda progresif pelanggar masker di Jakarta itu?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lupa Seharga Rp 1 Juta

Meski sudah berulangkali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Ibu Kota, jumlah pasien positif Covid-19 tak juga kunjung surut. Alih-alih membuat warga sadar, angka-angka peningkatan jumlah pasien itu ternyata tetap saja membuat disiplin warga kendor, khususnya dalam hal menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah.

Buktinya, tiap hari ratusan warga Jakarta terjaring pengawasan PSBB yang digelar aparat. Umumnya mereka melanggar ketentuan penggunaan masker. Selain sanksi kerja sosial, mereka juga bisa menggantinya dengan sanksi denda senilai Rp 250 ribu.

Belakangan, pengenaan sanksi itu dinilai tak kunjung menimbulkan efek jera. Karena itulah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini menerapkan denda progresif bagi warga yang berulang kali melanggar protokol kesehatan Covid-19.

Denda progresif ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya dan Pengendalian Covid-19, dan ditandatangani pada tanggal 19 Agustus 2020 itu.

Pasal 4 Pergub mengatur setiap warga wajib menggunakan masker apabila beraktivitas di luar, berinteraksi dengan orang yang tidak diketahui status kesehatannya, dan menggunakan kendaraan umum.

Aturan sanksi bagi warga yang tidak menggunakan masker diatur dalam Pasal 5 Pergub. Yakni, apabila warga tak menggunakan masker sesuai ketentuan tersebut, maka mereka dapat dikenakan sanksi administratif sebesar Rp 250.000 atau kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama satu jam.

Jika kembali melakukan pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi administratif sebesar Rp 500.000 atau kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama dua jam.

"Pelanggaran berulang dua kali dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 180 menit (tiga jam) atau denda administratif paling banyak sebesar Rp 750.000," seperti tertulis di Pasal 5 Ayat 2b.

Jika pelanggaran tak menggunakan masker dilakukan berulang lebih dari tiga kali, dalam aturan Pergub tertulis, warga akan dikenakan sanksi kerja sosial yang lebih berat lagi, yakni selama empat jam. Atau, dikenakan denda administratif sebesar Rp 1 juta.

"Setiap melakukan penindakan kepada pelanggar yang tidak menggunakan masker di luar rumah, Satpol PP mendata nama, alamat, dan nomor induk kependudukan, pelanggar untuk dimasukkan ke basis data atau sistem informasi," bunyi Pasal 5 Ayat 4.

Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin mengaku, selama penerapan PSBB di Ibu Kota, salah satu fokus pihaknya adalah pengawasan terhadap penggunaan masker oleh warga. Pihaknya juga tak segan-segan memberlakukan sanksi terhadap mereka yang melanggar.

"Melakukan penindakan dan pendisiplinan terhadap mereka yang melanggar ketentuan penggunaan masker adalah hal yang jadi fokus utama Satpol PP. Khusus untuk denda pelanggaran masker, kita sudah mengumpulkan Rp 1,7 miliar," jelas Arifin kepada Liputan6.com, Jumat (21/8/2020).

Dia mengatakan, sejak 5 Juni 2020 hingga 20 Agustus 2020, warga yang melanggar atau tak mengenakan masker pada saat pemberlakuan PSBB sebanyak 105 ribu orang lebih. Namun, tak semuanya dikenakan sanksi denda.

"Dari lebih 105 ribu orang yang melanggar itu, yang dikenakan denda sebanyak 11.680 orang dari dan telah membayar dengan total nilanya Rp 1,7 miliar," ujar Arifin.

Ke depan, warga Jakarta yang sering lupa membawa atau mengenakan masker saat keluar rumah harus lebih dalam merogoh kocek. Sebab, dendanya bisa mencapai Rp 1 juta saat Anda lupa mengenakan penutup mulut dan hidung itu.

Adapun saat ini Jakarta masih menerapkan PSBB transisi. PSBB transisi diperpanjang selama dua pekan, terhitung mulai 14 hingga 27 Agustus 2020.

Selama perpanjangan PSBB transisi, Anies mengimbau warga tetap menjalankan protokol kesehatan, yakni memakai masker, rutin mencuci tangan, dan saling menjaga jarak.

 

3 dari 3 halaman

Dari Bantul hingga Samarinda

DKI Jakarta tak sendirian menerapkan sanksi denda bagi warga yang bandel menganakan masker di masa pandemi Covid-19. Sejumlah kota dan kabupaten juga menerapkan aturan serupa untuk menegakkan disiplin warganya.

Daerah-daerah yang menerapkan aturan itu umumnya menjadikan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 sebagai acuan.

Berikut sejumlah kota, kabupaten dan provinsi yang sudah memiliki aturan denda bagi warga yang tak mengenakan masker.

1. Kabupaten Bantul

Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akan menetapkan denda bagi warganya yang keluar rumah tanpa memakai masker.

Denda berlaku setelah adanya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 79 Tahun 2020 tentang Adaptasi Baru Protokol Kesehatan Pencegahan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Sanksi yang diberikan mulai dari teguran, larangan memasuki lokasi kegiatan masyarakat, pembinaan bersifat edukatif, tak diberikan pelayanan publik dalam waktu 14 hari, hingga denda administratif. Disebutkan, denda yang dikenakan sebesar Rp 100.000.

2. Kabupaten Lebak

Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten, juga megenakan sanksi bagi masyarakat yang tak memakai masker di tempat umum. Aturan ini termuat dalam Perbup Lebak Nomor 28 Tahun 2020.

Masyarakat yang beraktivitas di luar rumah wajib memakai masker, dan ada dua sanksi bagi yang melanggar.

Pertama, membersihkan sarana fasilitas umum dengan menggunakan tanda khusus.

Kedua, sanksi denda administratif sebesar Rp 150.000. Pengenaan sanski ini dilaksanakan oleh Satpol PP didampingi unsur kepolisian/TNI.

Aturan ini akan disosialisasikan terlebih dahulu, dan mulai efektif berlaku pada 15 Agustus 2020 mendatang.

3. Jawa Barat

Pemprov Jawa Barat akan memberlakukan denda bagi warga yang tidak memakai masker di tempat umum. Menurut pemberitaan sebelumnya, besaran denda yang dikenakan yaitu Rp 100.000-Rp 150.000.

Ditegaskan bahwa denda ini berlaku siapa pun yang berada di daerah Jabar, termasuk wisatawan. Hal ini pun disambut oleh gugus tugas setempat, seperti Tasikmalaya, Bekasi, hingga Depok.

Meski secara umum berlaku mulai 27 Juli 2020, Pemerintah Kota Depok mulai menjalankan aturan denda per 23 Juli 2020.

4. Kabupaten Gresik

Pada 12 Juni 2020, telah ditandatangani Perbup Gresik Nomor 22 Tahun 2020 tentang Pedoman Masa Transisi Menuju Tatanan Normal Baru. Perbup menekankan aturan penegakan protokol kesehatan dan sanski kepada para pelanggaranya.

Ada dua jenis sanksi diberikan kepada masyarakat yang tak mengenakan masker di tempat umum. Sanksi itu berupa kerja sosial dengan membersihkan fasilitas umum atau denda administratif sebesar Rp 150.000.

5. Kota Banjarmasin

Pemerintah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, memberlakukan denda uang sebesar Rp 250.000 bagi warganya yang tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah.

Sebelumnya, daerah ini telah memberikan hukuman fisik seperti push-up, namun ini dirasa kurang efektif karena banyak warga yang tak patuh.

6. Kota Yogyakarta

Pemerintah Kota Yogyakarta juga kian ketat mengawasi penerapan protokol kesehatan. Hal itu terbukti dengan diketoknya Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Masa Tatanan Normal Baru.

Peraturan tersebut memuat upaya pemerintah dalam menegakkan disiplin protokol kesehatan. Di antaranya patroli keliling hingga memberikan sanksi bagi pelanggar.

Di dalam peraturan wali kota tersebut tercantum jenis sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Mulai dari teguran, kerja sosial, hingga denda Rp 100 ribu.

"Kalau masih ada yang kedapatan tidak menerapkan protokol kesehatan, maka perlu ditindakan tegas," kata Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Yogyakarta, Heroe Poerwadi.

7. Kota Samarinda

Penggunaan masker juga jadi hal wajib di Samarinda, Kalimantan Timur. Bahkan disiapkan sanksi bagi yang melanggar. Dari denda Rp 250 ribu atau sanksi kerja sosial.

Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang menuangkan aturan tersebut dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) 38/2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Samarinda.

Menurut Jaang, perwali itu sejalan dengan surat edaran pemerintah pusat sehingga memiliki dasar hukum. Dan Samarinda bukan jadi satu-satunya di Kaltim.

"Saya sudah tanda tangan perwalinya," kata Jaang di Samarinda, Kamis 6 Agustus 2020.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini