Sukses

Dukungan untuk Ketua KPK Firli Awasi Distribusi Bansos Corona

Pakar Hukum Margarito Kamis menilai Firli justru merupakan upaya implementasi fungsi pengawasan dan pencegahan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mendapatkan kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) lantaran terjun langsung mendampingi Menteri Sosial Juliari Batubara saat membagikan bantuan sosial (bansos) masyarakat terdampak virus Corona atau Covid-19 di kawasan Jakarta Selatan.

Pakar Hukum Margarito Kamis menilai Firli justru merupakan upaya implementasi fungsi pengawasan dan pencegahan KPK.

"Dia (Firli) bicara bahwa tindakan pembagian bansos dan segala macam harus tepat sasaran. Bagi saya itu bagus," tutur Margarito dalam keterangannya, Jumat (22/5/2020).

Margarito tidak sepakat dengan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang menilai bahwa Firli Bahuri lebih terlihat seperti politisi dibanding Ketua KPK.

"Firli jalan saja, tidak ada yang fatal di situ. Kalau pernyataan apa pun itu, biarkan saja, itu bagian dari penilaian. Yang paling pokok adalah bahwa tindakan-tindakan dia tidak mendegradasi atau mengakibatkan kewenangan-kewenangan KPK itu tertangguhkan," jelas dia.

Menurut Margarito, kehadiran Firli saat pembagian bansos tidak mengakibatkan KPK berseberangan dengan kewenangan. Bahkan juga tidak mengganggu proses hukum jika dalam prosesnya terindikasi ada pelanggaran pidana.

"Apakah dengan mendampingi itu terus mengakibatkan kalau ada peristiwa melawan hukum, lalu berubah menjadi tidak melawan hukum hanya karena didampingi oleh Firli? Bagi saya kan tidak," katanya.

Dia berharap, siapa pun pihak KPK yang terjun langsung melakukan pengawasan saat distribusi dana kemanusian pemerintah atau pun bansos, dapat fokus pada tugasnya. Yang dilakukan Firli tidak lebih hanya sebagai strategi.

"KPK mesti cerdas menempatkan diri, itu harus dipikirkan oleh Firli. Terutama dalam rangka pengawasan pelaksanaan penanganan Covid-19 yang menelan biaya Rp 405,1 triliun. Di titik itu, KPK dengan Firli sebagai Ketua, harus menemukan cara dan strategi yang tepat di dalam mengelola pengawasan itu," Margarito menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPK Awasi Titik Rawan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi titik rawan dalam penggunaan anggaran penanganan virus Corona atau Covid-19. Titik rawan pertama adalah dana untuk pengadaan barang dan jasa.

"Ini sangat rawan untuk itu kami memberikannya perhatian khusus untuk pengadaan barang dan jasa, langkah awal yang kami lakukan berkoordinasi dengan LKPP dan BPKP," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat rapat virtual dengan timwas DPR-RI, Rabu (20/5/2020).

"Prinsipnya adalah tidak boleh ada korupsi tidak boleh ada mark up, feed back, dan juga tidak ada benturan kepentingan di dalam pengadaan barang dan jasa dan juga tidak ada kecurangan," tambah dia.

Selanjutnya, KPK terus mengikuti dan mengawasi sumbangan dari pihak ketiga atau donasi dana penanganan Covid-19. KPK telah membuat surat edaran agar donasi tersebut bisa dipertanggung jawabkan.

Berikutnya, KPK melakukan monitoring terkait refocusing atau realokasi anggaran yang ada di APBD. Kemudian, pengawasan dana dari APBN sebesar Rp 405 triliun untuk pengananan Corona.

"Selanjutnya terkait bantuan sosial safety net, ini pun kami lakukan. Khusus untuk bansos kami dari awal sudah bekerja sama dengan Menteri Sosial, karena menurut kami ada titik rawan," ucap dia.

Firli menambahkan, KPK juga melakukan pendampingan supaya bisa mencegah, menghilangkan unsur-unsur korupsi dan tidak memiliki kesempatan untuk korupsi. KPK saat ini mengembangkan tiga pendekatan dalan pemberantasan korupsi.

Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat yang sasarannya agar ada ketidakinginan masyarakat melakukan korupsi. Kedua penekanan pencegahan. KPK terus berupaya memperbaiki sistem sehingga tidak ada peluang dan tidak ada kesempatan bagi orang untuk melakukan korupsi.

"Terakhir law enforcement atau penegakan hukum, tentu ini adalah pendekatan terakhir karena pendekatan pidana," kata Firli.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.