Sukses

Terapkan Pembatasan sosial berskala besar, Jokowi Diminta Tak Berlakukan Darurat Sipil

Menurut Fahri, hakikat keberlakuan Perpu No. 23/1959 sesuai naskah penjelasan pemerintahan presiden Soekarno

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi mengambil langkah Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dibanding karantina wilayah guna mencegah penyebaran Covid-19. Jokowi pun bakal mengaktifkan darurat sipil bila cara PSBB gagal memutus penyebaran virus corona.

Terkait langkah itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid mengkritisi keputusan yang telah diambil Jokowi.  

”Penerapan undang-undang darurat sipil dalam penggunaan pembatasan sosial skala besar (PSSB) untuk mengatasi covid-19 ini menurut saya tidak tepat dan tidak sejalan dengan spirit konstitusi, dan prinsip negara hukum demokratis, ujar Fahri Bachmid, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3/2020). 

Darurat sipil ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Pencabutan Undang-Undang No. 74 Tahun 1957 Tentang Penetapan Keadaan Bahaya. Namun, Fahri Bachmid menilai, sangat tidak kondusif apabila Perppu tersebut diterapkan jika dilihat dari aspek kebutuhan, fungsi, peranan, dan historisnya.

"Hal ini dapat kita kaji dan telaah secara mendalam dan cermat dengan pendekatan yang lebih komprehensif atas penggunaan pranata hukum itu, baik pada elemen filosofis, sosiologis, serta yuridis atas Perpu ini,” tandas Fahri Bachmid. 

Menurut Fahri, hakikat keberlakuan Perpu No. 23/1959 sesuai naskah penjelasan pemerintahan presiden Soekarno dalam dokumen penjelasan UU No. 23/1959 terkait keadaan perang atau bahaya waktu itu. Dengan demikian, lanjut dia, spirit dasar serta filosofi dibentuknya Perppu No 23/1959 adalah lebih ditekankan pada aspek pertahanan dan keamanan Negara.

"Sehingga corak dan karakteristik hukum Perppu itu sangat militeristik sesuai keadaan kebutuhan negara pada saat itu yang memang mengutamakan stabilitas dan integrasi," tukasnya. 

Selain itu, pada aspek fungsi Perppu No 23/1959 ini, Fahri Bachmid, menjelaskan sejak kelahirannya memang tidak dirancang untuk mengatasi dan menanggulangi bencana yang sifatnya nonalam sebagaimana Covid-19, yang merupakan epidemi maupun wabah penyakit.

Perpu tersebut, lanjut dia, lebih berorientasi untuk pertahanan dan keamanan negara, sehingga unsur-unsurnya lebih kepada keadaan darurat negara yang bersifat fisik, seperti darurat sipil, militer dan perang. 

Dia juga mengatakan, dari segi historis maupun sistematis, sesuai teori perundang-undangan, Perppu No 23/1959 tidak dikonstruksikan termasuk untuk mengakomodasi keadaan yang berhubungan dengan pendemi serta wabah penyakit, sehingga menjadi tidak relevan jika diterapkan dalam menghadapi Covid-19 ini. 

Fahri juga membeberkan kelemahan fungsional lainya dari Perpu No. 23/1959 ini, terletak pada substansi untuk kepentingan Covid-19 karena Perppu itu tidak mengenal penerapan protokol kesehatan sebagaimana prinsip International Helath Regulations (IHR) tahun 2005.

Padahal, pemberlakuan keadaan darurat sipil harus sesuai peruntukannya untuk mengatasi keadaan objektif yang terjadi, sehingga menjadi penting untuk dilihat segi-segi kaidah pendekatan dan penyelesainnya.

Kelemahan lainnya adalah substansi materi Perppu No 23/1959 ini juga terletak pada ruang lingkup jangkauan dan struktur Kekuasaan Penguasa Darurat Sipil (PDS), baik pada tingkat pusat maupun daerah, karena masih berdasar pada konsep dan paradigma ketatanegaraan yang lama.

Sebab secara materil dan normatif, kata Fahri, segala kekuasaan dan penguasa darurat sipil termasuk produk kebijakan tidak dapat dinilai atau di “chalens”oleh Pengadilan atau kekuasaan yudikatif, serta tak dapat diawasi/dikontrol oleh DPR. ”Sebab berdasarkan struktur ketatanegaraan yang lama sebelum UUD NRI Tahun 1945 diamandemen, disebutkan bahwa kedudukan Presiden yang hanya betanggung jawab kepada MPR, tentunya hal ini tidak lagi relevan dengan khasanah kehidupan ketatanegaraan saat ini sesuai prinsip negara hukum demokratis, serta demokrasi konstitusional,” tukas Fahri Bachmid, 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Atur Postur Anggaran hingga Pilkada

Fahri pun menyarankan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Covid-19 agar berbagai pranata pengaturan terkait keadaan bahaya dapat diatur dan sejalan dengan spirit konstitusionalisme serta keadaan ketatanegaraan kontemporer saat ini.

"Jika Perppu dikeluarkan Presiden nantinya dapat mengatur lebih komprehensif berbagai aspek, mulai dari struktur organisasi serta penguasa darurat sipil yang lebih demokratis sesuai kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan yang lebih berorientasi pada instrumen hak asasi manusia, pertanggung jawabannya, pola hubungan relasi pusat dan daerah dalam konteks penaganan Covid-19, sistem pengendalian dan seterusnya," ucap Fahri. 

Tak sampai di situ, materi muatan Perpu juga dapat mengatur lebih cermat tentang postur APBN untuk alokasi anggaran penanganan covid-19, penundaan Pilkada serentak, pengaturan tentang logistik, pembatasan sosial berskala besar dengan instrumen sanksi yang jelas.  

"Secara konsepsional Perpu ini dimaksudkan untuk mengatasi keadaan yang tidak normal “state of emergency, etat de siege, atau state of exception” dan agar berbagai unsur pengaturan yang telah dinormakan dalam beberapa perundang-undangan sektoral dapat diadopsi masuk ke dalam Perpu ini nantinya," kata dia. 

"Seperti beberapa pengaturan yang ada didalam UU RI No. 24 Tahun 2007, UU RI No. 6 Tahun 2018, UU RI No. 4 Tahun 1984, UU RI No. 34 Tahun 2004, UU RI No. 2 Tahun 2002, serta beberapa UU dibidang kesehatan lainya dapat disinergikan untuk membuat materi Perpu yang lebih cocok serta sejalan dengan kehidupan ketatanegaraan saat ini, serta berwatak dan berkarakter penanganan serta penyelesaian Covid-19, pungkasnya. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.