Sukses

Pro Kontra Pemulangan 600 WNI Eks ISIS ke Indonesia

Pro dan kontra pun muncul terkait rencana pemulangan 600 WNI eks ISIS ini.

Liputan6.com, Jakarta - 600 Warga Negara Indonesia (WNI) di Timur Tengah yang sempat bergabung dalam kelompok teroris Islamic State Iraq Suriah (ISIS) akan dipulangkan ke Tanah Air. Hal ini disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi.

Informasi rencana pemulangan WNI eks ISIS itu diperoleh Fachrul dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Proses pemulangan mereka akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Meski BNPT menyatakan siap, pemulangan baru akan dilakukan setelah ada keputusan dari sejumlah kementerian dan lembaga terkait.

Pro dan kontra pun muncul terkait pemulangan 600 WNI eks ISIS ini. Salah satunya adalah Menko Polhukam Mahfud Md yang menyebut tim masih menggodok soal pemulangan WNI eks ISIS.

"Belum ada yang dipulangkan dan masih dianalisis baik buruknya apakah akan dipulangkan atau tidak. Tapi sampai hari ini belum ada keputusan dipulangkan," kata Mahfud Md di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Februari 2020.

Selain itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung apabila pemerintah akan memulangkan para WNI mantan ISIS dari Suriah ke Indonesia.

Berikut ragam tanggapan terkait pemulangan 600 WNI eks ISIS dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Kata PKS dan Demokrat

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera meminta pemerintah mempersiapkan secara matang rencana pemulangan 600 WNI mantan simpatisan ISIS dari Timur Tengah ke Indonesia. Proses pemulangan ratusan WNI itu harus dilakukan secara teratur.

"Mereka WNI. Dipulangkan dengan penanganan yang rapi," kata Mardani saat dihubungi merdeka.com, Rabu, 5 Februari 2020.

Mardani juga meminta pemerintah membentuk gugus tugas lintas kementerian untuk menangani WNI mantan pengikut ISIS itu. Penanganan eks kombatan ISIS tidak hanya dari segi agama tapi ekonomi dan sosial.

"Ada gugus tugas yang dibentuk lintas kementerian untuk menangani mereka baik secara ekonomi, sosial dan keagamaan. Bisa diregistrasi dan dilakukan moderasi," ujarnya.

Menurut Mardani, WNI eks ISIS perlu dipulangkan ke Tanah Air. Sebab, mereka adalah warga Indonesia yang membutuhkan kehadiran negara. Negara harus bisa memastikan seluruh warganya mendapat perlindungan yang sama.

"Seperti juga WNI yang kena ancaman virus Corona, mereka juga mesti diurus negara. Karena memang negara mesti hadir dan penanganan yang tepat justru jadi management knowledge yang mahal untuk SOP masa depan," jelas Mardani.

Tak hanya PKS, Partai Demokrat juga angkat bicara mengenai rencana pemulangan 600 WNI eks simpatisan ISIS dari Timur Tengah ke Indonesia. Anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mendukung langkah tersebut.

Meski mendukung, Hinca memberi catatan khusus bagi pemerintah jika ingin memulangkan WNI eks simpatisan ISIS. Pertama, intelijen harus mampu melakukan threat assesment pada setiap WNI yang kembali. Ini guna mengukur tingkat radikal dari setiap WNI eks kombatan ISIS itu.

Kedua, pemerintah harus mengadakan kegiatan kontra-terorisme bagi WNI eks simpatisan ISIS. Salah satu isi kegiatan yakni WNI eks pengikut ISIS membuat video-video pendek berisi alasan mengapa mereka akhirnya memilih pulang.

"Mengapa video? Sederhana alasan saya. Dalam melakukan rekrutmen, kelompok teroris sering memakai sarana media sosial dalam bentuk video propaganda. Ingat, kejahatan terorisme saat ini tidak dimulai langsung dengan weapon system tapi pemerintah harus berpikir juga untuk membuat kontra-terorisme berbasis cyber warfare sebagai langkah preventif," jelas Hinca.

Hinca tak sependapat bila ada yang menolak WNI mantan simpatisan ISIS kembali ke Tanah Air. Apalagi jika ada yang menolak dengan alasan mengikuti kebijakan negara lain seperti Inggris dan Prancis. Menurut Hinca, geopolitik setiap negara berbeda-beda.

"Kita tahu tahun lalu Trump sempat memaksa negara-negara seperti Inggris, Perancis dan Jerman untuk membawa kembali eks kombatan ISIS untuk pulang. Namun ternyata tanggapan tiap negara berbeda, Perancis tidak mau memulangkan mereka sekaligus, mereka lakukan pemulangan berdasarkan kasus per kasus. Kalau Jerman, setahu saya mereka menyatakan bahwa WN yang diduga atau telah bergabung dengan ISIS masih memiliki hak untuk kembali," jelasnya.

 

3 dari 8 halaman

Kata Gerindra dan Golkar

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan pemerintah memiliki kewajiban melindungi setiap warganya, termasuk WNI eks simpatisan ISIS.

"Pemerintah punya kewajiban lindungi tiap warga negara. Kalau mereka ibaratnya tersesat karena doktrin tertentu seperti ISIS, ya harus dikembalikan karena mereka jadi korban propaganda ISIS,” kata Fadli Zon.

Menurut Fadli, pemerintah harus memfasilitasi bagi WNI eks anggota ISIS yang ingin kembali ke Indonesia. Pemerintah tidak boleh mengabaikan apalagi menyudutkan WNI tersebut.

Meski demikian, pemerintah diminta mempersiapkan secara matang prosedur pemulangan WNI eks simpatisan ISIS.

"Tentu ada protokol yang harus dijalani, semacam interogasi. Mereka harus dilihat apa yang terjadi, kronologi seperti apa, dibriefing kembali sebagai warga negara," ujar dia.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani meminta pemerintah melakukan kajian mendalam soal rencana memulangkan WNI eks simpatisan ISIS dari Timur Tengah ke Indonesia.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan serius yakni mekanisme penanganan WNI pasca pemulangan.

"Misalnya saja di mana WNI tersebut akan dikarantina, siapa yang akan bertanggung jawab melakukan program deradikalisasi dan observasinya, berapa lama program itu akan dilakukan, bagaimana kesiapan anggarannya, serta siapa yang akan mengawasi pasca pembauran kembali dengan masyarakat," kata Christina.

Christina memandang penting pemerintah mengkaji lebih jauh prosedur penanganan WNI eks kombatan ISIS setelah tiba di Tanah Air. Pasalnya, tak ada alat ukur yang akurat untuk memastikan tingkat radikal para WNI tersebut.

"Kita ketahui bersama tidak terdapat suatu alat ukur yang pasti atas virus ideologi yang bisa menjadi parameter penilaian untuk mengukur tingkat radikal seseorang,” ujarnya.

Christina juga mendorong pemerintah menyampaikan secara terbuka kepada publik langkah-langkah apa saja yang diambil untuk memulangkan WNI eks simpatisan ISIS.

"Guna mendapatkan tanggapan dan masukan, mengingat potensi dampaknya yang besar bukan saja bagi keamanan negara tetapi juga bagi upaya perlindungan ratusan juta WNI dari paparan ideologi radikalisme,” pungkas Christina.

 

4 dari 8 halaman

Kata ICMI dan Kepala KSP

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie angkat suara soal wacana pemulangan sejumlah WNI yang pernah menjadi pengikut gerakan kelompok ISIS. Menurut Jimly, wacana itu perlu diantisipasi dengan mencabut paspor milik mereka terlebih dahulu.

"Saya sarankan cabut dulu paspornya, nanti urusan belakangan dia ingin kembali, kalau ingin kembali ada syaratnya termasuk tes," kata Jimly.

Jimly menjelaskan, tes dimaksud adalah uji mental, kepribadian, dan psikologis. Tes ini dilakukan guna mengetahui apakah mereka membawa paham radikal atau hanya sebagai korban saja.

"Tes khusus itu untuk tindakan yang sifatnya mendidik, memang sebaiknya kalau terbukti harus ada pembinaan supaya dia sadar kesalahannya, ini satu hal serius ditangani pemerintah," jelas Jimly.

Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI Purn Moeldoko menegaskan, keputusan atas rencana pemulangan WNI mantan anggota ISIS dari Suriah akan mempertimbangkan aspek untung dan ruginya.

"Kan sudah dijelaskan bahwa pemerintah belum menyiapkan kebijakan untuk itu," kata Moeldoko.

Moeldoko menjelaskan, perlu adanya rapat terbatas untuk membahas wacana pemulangan WNI eks ISIS tersebut dengan mendengarkan keuntungan dan kerugian dari kebijakan yang diambil.

"Perlu ada rapat terbatas, semua pihak nanti akan didengarkan dengan baik. Untung ruginya seperti apa," kata mantan Panglima TNI tersebut.

 

5 dari 8 halaman

Kata Menko Polhukam

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md memastikan, hingga kini pemerintah belum memutuskan apakah akan emulangkan 600 warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS ke Tanah Air. Pemerintah, kata dia, masih mempertimbangkan manfaat dan kerugian apabila mereka dipulangkan ke Indonesia.

"Mulai dari mudarotnya kalu dipulangkan itu nanti bisa menjadi masalah di sini, bisa menjadi virus baru di sini. Karena jelas-jelas dia pergi ke sana untuk menjadi teroris," ujar Mahfud Md.

Menurut dia, apabila ratusan WNI eks ISIS itu pulang ke Indonesia, mereka harus terlebih dahulu mengikuti program deradikalisasi. Mahfud khawatir mereka akan kembali menjadi teroris jika dikucilkan oleh masyarakat.

"Kalau nanti habis deradikalisasi diterjunkan ke masyarakat nanti bisa kambuh lagi, kenapa? Karena di tengah masyarakat nanti dia diisolasi, dijauhi. Kalau dijauhi nanti dia jadi teroris lagi kan," kata Mahfud.

Di sisi lain, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan bahwa 600 WNI Eks ISIS itu masih mempunyai hak sebagai warga negara. Untuk itu, Mahfud menyebut saat ini pihaknya tengah mencari solusi yang pas untuk menyikapi hal tersebut.

"Kita sedang mencari formula, bagaimana aspek hukum serta aspek konstitusi dari masalah teroris pelintas batas ini terpenuhi semuanya," tutur dia.

Secara pribadi, Mahfud mengungkapkan dirinya tak setuju apabila WNI eks ISIS dipulangkan ke tanah air, sebab berbahaya bagi negara. Terlebih, belum ada negara yang menyatakan akan memulangkan warga negaranya yang eks ISIS.

"Dari banyak negara yang punya FTF (Foreign Teroris Fighter), belum ada satupun yang menyatakan akan dipulangkan. Ada yang selektif, kalau ada anak anak yatim akan dipulangkan, tapi pada umumnya tidak ada yang mau memulangkan teroris ya," ucap Mahfud.

 

6 dari 8 halaman

Kata DPR dan MPR

Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsudin menyebut perlu banyak pertimbangan sebelum memulangkan WNI eks anggota ISIS dari Suriah.

"Prinsipnya pemulangan ISIS itu tinjauan dan pertimbangannya ada beberapa hal, minimal ada tiga pertimbangan apakah kita terima, kemudian melalui filter atau dalam hal sosialisasi UU, yang bertanggung jawab leading sektornya adalah BNPT," kata Aziz di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (6/2/2020).

Aziz mengingatkan bahwa warga negara memiliki hak untuk kembali ke Tanah Air dan berhak dilindungi negara.

"Atau kita tolak? tapi dalam PP 7/2012 itu kewajiban negara untuk tetap anggap warga negara itu punya hak untuk kembali. Nah untuk kembali itu tentu melalui tahapan, tahapannya adalah jangan sampai ideologi pancasila dan UUD 45 luntur," ucap dia.

Politisi Golkar itu mengakui pasti ada risiko apabila benar ada rencana memulangkan WNI eks ISIS. "Secara risiko pasti ada risiko, tinggal risiko bagaimana meminimalkan risiko," ucapnya.

Ia menyarankan agar pemerintah memilah terlebih dahulu WNI yang akan dipulangkan, apakah hanya ikut-ikut karena orangtua atau memang kriminal atau terorisnya.

"Makanya itu harus dipilah, yang memilah itu pemerintah silakan BNPT, kemenlu bekerja sama mendata yang pelaku utama siapa, rentetan pelakunya siapa, kemudian menjadi peserta pelakunya siapa dan korban dari pelaku siapa," tandas Aziz.

Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung apabila pemerintah akan memulangkan para WNI mantan ISIS dari Suriah ke Indonesia.

"Kami mendukung rencana ini, sejauh itu sudah dipertimbangkan masak-masak," kata Bambang.

Pria yang kerap disapa Bamsoet ini mengaku tidak khawatir WNI eks ISIS akan menimbulkan masalah setibanya di Tanah air. Namun, ia meminta eks ISIS itu sudah benar-benar mempercayai Pancasila.

"Saya tak memiliki kekhawatiran. Yang penting kita punya tolok ukur, punya parameter mereka bisa kembali lagi kepada nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara," tegas Bambang.

 

7 dari 8 halaman

Wamenag Angkat Bicara

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menegaskan tidak benar Menteri Agama Fachrul Razi mendukung rencana pemulangan 600 WNI eks kelompok teroris ISIS.

"Bapak Menteri Agama sendiri juga sudah menegaskan kembali melalui keterangan pers bahwa pemberitaan tersebut tidak benar. Karena sampai dengan detik ini Kemenag belum pernah menerima usulan tersebut dari siapa pun, termasuk dari BNPT," kata Zainut.

Kemenag pun segera melaksanakan rapat koordinasi dengan BNPT dan kementerian/lembaga terkait untuk melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh terkait kasus tersebut.

"Kami menilai masih adanya potensi ancaman keamanan terkait hal tersebut, karena bagaimanapun mereka bukan saja sekadar terpapar paham radikal, tetapi sebagian dari mereka adalah pelaku yang terlibat langsung dalam kegiatan di ISIS. Sehingga perlu ada tinjauan dari aspek hukum formalnya," terangnya.

Menurut Zainut, rencana pemulangan tersebut perlu dipertimbangkan kembali secara lebih matang, cermat dan ekstra hati-hati. Perlu dilakukan antisipasi dan kewaspadaan khususnya terhadap gangguan keamanannya.

"Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi profil mereka secara teliti dan cermat. Sehingga mereka dapat diklasifikasikan berdasarkan resikonya. Setidaknya ada tiga klasifikasi, pertama yang sudah sadar, kedua yang masih terpapar dan ketiga yang perlu mendapat perhatian khusus dan harus berurusan dengan hukum," ujarnya.

Kemenag, lanjut Zainut, dalam menanggulangi bahaya radikalisme telah menyiapkan program kontra narasi dan program humanisasi melalui pendekatan kontra radikalisasi yakni melalui upaya penanaman nilai-nilai ke-Indonesiaan serta nilai-nilai moderasi beragama.

"Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun non-formal di lingkungan sekolah Kementerian Agama," tandasnya.

 

8 dari 8 halaman

Kata Presiden dan Wakil Presiden

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku tak setuju apabila ratusan WNI eks ISIS pulang ke tanah air. Namun, Jokowi mengatakan keputusan itu harus dibahas terlebih dahulu dalam rapat terbatas.

"Kalau bertanya pada saya, ini belum ratas lho ya, kalau bertanya pada saya saya akan bilang tidak. Tapi masih dirataskan," kata Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan bahwa pemerintah harus menghitung plus minus apabila WNI eks ISIS itu dipulangkan ke Indonesia. Jokowi mengaku dirinya harus mendengarkan masukan dari kementerian terkait.

Setelah itu, barulah dirinya akan memutuskan hal itu dalam rapat terbatas. Meski begitu, Jokowi telah menerima laporan soal rencana kepulangan WNI eks ISIS.

"Kita ini pastikan harus semuanya lewat perhitungan kalkulasi plus minusnya semuanya dihitung secara detail," jelas dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebelumnya menyebut ada kesamaan antara dipulangkannya WNI asal Wuhan, China, dan wacana pemulangan WNI eks ISIS dari Suriah oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).

Menurut dia, pemulangan WNI eks ISIS itu masih dalam tahap kajian. Sebab Wapres ingin pemerintah yakin bahwa WNI eks ISIS tidak membawa wabah radikalisme yang dicemaskan dapat menular.

"Corona saja kan kita dilakukan observasi dulu, nah ini juga harus dipikirkan, kalau menular berbahaya juga. Karenanya masih pengkajian," kata Wapres Ma'ruf di Istana Wakil Presiden, Rabu 5 Februari 2020.

Pernyataan tersebut menuai pro kontra di kalangan warganet. Menurut Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, penyebutan virus Corona seperti dikatakan Wapres Ma'ruf bukan maksud membandingkan.

"Jadi bukan rencana pemulangannya, juga bukan statusnya di mata negara Indonesia, tapi kajian dan penanganan atas dampak penularannya," tulis Masduki lewat siaran pers yang diterima, Kamis (6/2/2020).

Masduki menegaskan, Wapres Ma'ruf tidak pada posisi berkecenderungan untuk memulangkan eks pendukung ISIS. Adanya wacana masih dikaji pemerintah.

"Belum ada keputusan terkait pemulangan," tegas Masduki.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.