Sukses

Ibu Tien, Rp 100 Ribu dan Tekad Menjadikan Indonesia Sehat

Ibu Tien dikenal sebagai motor bagi perempuan Indonesia di masanya untuk maju dan terus berjuang dalam kondisi apa pun.

Liputan6.com, Jakarta - Siti Hartina Soeharto Atau Ibu Tien Soeharto menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah bangsa Indonesia. Istri presiden kedua RI Soeharto ini dikenal sebagai motor penggerak bagi perempuan Indonesia di masanya untuk maju dan terus berjuang dalam kondisi apa pun.

Ibu Tien memrakarsai berdirinya sejumlah lembaga sosial kemasyarakatan. Salah satu di antaranya adalah Yayasan Harapan Kita pada 23 Agustus 1968. Yayasan yang bergerak dibidang sosial, kesehatan dan pendidikan yang bertahan hingga saat ini.

Tak ada yang mengira yayasan ini akan maju berkembang dan bertahan hingga usai 51 tahun pada 23 Agustus kemarin. Maklum, yayasan ini didirikan hanya bermodal Rp 100 ribu. Uang tersebut merupakan patungan dengan Zaleha, istri Ibnu Sutowo. Namun dengan kegigihan dan kerja keras kala itu, yayasan ini bertahan, maju dan berkembang.

Yayasan kemudian melahirkan sejumlah karya sejarah, salah satunya adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 1975, Taman Anggrek Indonesia Permai, dan juga Perpustakaan Nasional.

Tak hanya itu, yayasan ini juga berkiprah di bidang kesehatan dengan mendirikan sejumlah rumah sakit, seperti Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita pada 1979 dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Putri Sulung Ibu Tien, Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut punya cerita tersendiri tentang kegigihan ibunya di bidang sosial, pendidikan dan juga kesehatan, termasuk kiprahnya bersama Yayasan Harapan Kita.

Menurutnya, jauh sebelum orang Indonesia membicarakan antropolog terkenal Marcell Maus dengan teori The Gift-nya, Ibu Tien telah lama percaya dengan kekuatan tolong menolong. Dia yakin dengan semangat memberi akan menerangi kehidupan manusia.

"Dengan sedikit akses, paling tidak dia istri seorang presiden, Ibu Tien berusaha membicarakan dan mewujudkan ide tolong-menolong itu menjadi nyata," ucap Mbak Tutut di acara Milad 51 Tahun Yayasan Harapan Kita dan 33 Tahun Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan di Gedung Granadi Jakarta, Jumat 23 Agustus 2019.

Tutut yang kini jadi Ketua Umum Yayasah Harapan Kita dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan mengisahkan, Ibu Tien saat itu melihat bencana seolah menjadi takdir kehidupan manusia. Bila datang musim kemarau, kekeringan segera membesar. Ujungnya, paceklik dan kemudian menjadi bencana kelaparan.

Sementara saat musim penghujan tiba, bencana tanah longsor, banjir bandang, dan banjir yang merendam pemukiman menjadi fenomena yang kian biasa.

"Jika tidak dihadapi dengan keyakinan iman, seakan dengan gampang orang akan pasrah dan menyatakan bahwa hidup di dunia untuk menderita. Padahal dari sisi ajaran agama, kita diminta optimistis. Inilah yang coba dibangun oleh Ibu Tien," ujarnya.

Tutut menambahkan, ibu Tien tidak pernah menyerah dalam keterbatasan, meski hanya sebagai seorang ibu rumah tangga biasa.

"Tekad beliau tegas, jangan pernah kita dikalahkan penderitaan tanpa berupaya melawannya sekuat tenaga," tegasnya.

Tutut menambahkan, Yayasan Harapan Kita (YHK) ingin menjadikan Indonesia tak lagi bergantung pada dunia luar dalam hal pengobatan. Sejak awal berdirinya, yayasan menggratiskan biaya bagi yang ekonominya tidak mampu. Meskipun mengalami gangguan jantung, tetap harus diselamatkan dengan mekanisme cross subsidi.

"Kita bertekad kuat sebagaimana keinginan Ibu Tien sebagai pendirinya membela kesehatan rakyatnya," tegasnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hentikan Ketergantungan Berobat ke Luar Negeri

Sekretaris Jenderal Yayasan Harapan Kita Tb Mohammad Sulaeman menambahkan, Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita menjadi bukti perlawanan Ibu Tien terhadap tingginya angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan di masa itu.

"Beliau ingin rumah sakit ini berperan besar membantu tumbuh kembang anak-anak hebat harapan bangsa dan menjadi pionir penggunaan teknologi kedokteran terbaru," ujarnya.

Pada Mei 1988 lahir bayi tabung pertama Indonesia. Dengan bahagia Ibu Tien memberinya nama Nugroho Karyanto. Disusul bayi tabung kembar tiga yang juga mendapatkan nama Melati, Suci, dan Lestari.

"Hari ini, di usia ke-51 tahun, kita bertekad melanjutkan yang sudah diperjuangkann beliau. Membangun harapan untuk Indonesia," katanya.

Dibawa pimpinan Siti Hardiyanti Rukmana, pihaknya yakin yayasan ini akan semakin maju dan berkembang.

"Dia sosok nakhoda yang tidak kalah pintar, tegar, dan kaya visi. Ibu Siti Hardiyanti Rukmana telah mengukir sejarah panjang pengabdian sosial masyarakat di dalam dan luar negeri," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.