Sukses

Cerita Idrus Marham soal Lobi Pemilihan Ketum Golkar di Sidang Suap PLTU Riau 1

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa penerima suap PLTU-1 Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa penerima suap PLTU-1 Riau. Pada keterangannya, Idrus berkonsultasi dengan Luhut Binsar Panjaitan terkait kepengurusan partai berlambang pohon beringin itu usai penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP.

Dalam satu pertemuan, Idrus mengatakan kepada Luhut agar memberikan kesempatan kepadanya untuk meneruskan kepengurusan Golkar hingga masa kepemimpinan Novanto berakhir, 2019. Sejak Novanto menjadi tersangka, pucuk kepemimpinan Golkar kosong, sehingga menimbulkan gejolak.

"Pada waktu Pak Luhut itu, saya ketemu karena sebelumnya itu kan saya memang sudah tahu aspiratif ke AH (Airlangga Hartarto), ingin cepat munaslub dan saya protes. Nah, maka saya bilang begini, apa sih susahnya kalau saya duluan, saya lanjutin," ucap Idrus Marham saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019).

Dia menjelaskan alasan bersikukuh agar tidak ada musyawarah nasional luar biasa (munaslub) sebagai bentuk keprihatinan atas apa yang menimpa Ketua Umum Golkar saat itu, Setya Novanto. Lebih dari itu, Idrus menilai dirinya sangat kompeten perihal seluk-beluk organisasi kepartaian.

Namun, permintaan Idrus Marham tidak digubris. Desakan semakin kuat dan menentukan Airlangga Hartarto menggantikan posisi Novanto.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan

Keterlibatan Idrus dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 diduga ia menerima suap Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, bos Blackgold Natural Resources (BNR), perusahaan yang menggarap proyek PLTU Riau-1.

Sebagaimana surat dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK, uang yang diterima Idrus digunakan untuk pencalonan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Atas perbuatannya, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.