Sukses

Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Alot, Kenapa?

DPR hingga kini masih belum juga membahas secara rinci Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS)

Liputan6.com, Jakarta - DPR hingga kini masih belum juga membahas secara rinci Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual atau biasa disebut RUU P-KS. Padahal, RUU itu sudah diusulkan sejak 2017 dan telah Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.

Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid menjelaskan, sebenarnya tidak ada kendala yang berarti dalam pembahasan RUU P-KS ini. Hanya saja memang masih perlu mendengarkan beberapa pendapat dari berbagai kalangan saja.

"So far tidak ada kendala yang prinsip. Hanya kurang sosialisasi draft dan progress pembahasan RUU maka nanti akan diperbanyak RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) dengan elemen-elemen masyarakat," kata Sodik saat dihubungi merdeka.com, Kamis (31/1/2019).

Berbeda dengan Sodik, Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Iskan Qolba Lubis justru mengaku ada beberapa perdebatan dalam pembahasan RUU tersebut. Salah satunya, ada penolakan terkait pengguna nama RUU atau nomenklatur dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Pihak yang tidak setuju dengan nomenklatur itu diantaranya adalah partainya.

"Fraksi PKS menolak rancangan Undang-Undang ini kalau kalau dia tidak diubah nomenklaturnya dan pasal-pasal yang krusial itu," ujar Iskan, Kamis 31 Januari 2019.

Iskan menjelaskan, sebenarnya PKS menginginkan adanya perubahan nomenklatur atau penggunaan istilah dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Penghapusan Kejahatan Seksual. Alasanya penggunaan diksi kekerasan pada nomenklatur dianggap terlalu ambigu.

"Karena istilah kekerasan itu ambigu gak jelas apa maksudnya kita memakai istilah didalam Undang-Undang tentang perlindungan anak itu disebut kejahatan kan. Dalam Undang-Undang pidana juga," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dianggap Legalkan Perzinaan

Selain itu, tambah dia beberapa masyarakat juga mulai keberatan dengan beberapa pasal di dalam RUU tersebut. Kata Iskan, beberapa beberapa pasal dianggap melegalkan perzinaan dan LGBT.

"Itu kan jelas yang dimaksud kekerasan itu akan terkesan kalau umpamanya perzinaan LGBT selama tidak dilakukan dengan kekerasan itu dianggap bukan satu masalah," tuturnya.

"Ini juga bertentangan dengan prinsip moral bangsa Indonesia yang sangat bermoral itu nanti jadi banyak penafsiran," ucapnya.

Selain itu, mucul juga petisi untuk menolak RUU P-KS dari masyarakat. Pembuat petisi itu adalah Maimon Herawati karena dianggap mendukung perzinaan. Petisi itu dibuat dalam Change.org pada Minggu (27/1) dan diberi nama beri nama 'Tolak RUU Pro Zina'.

Maimon juga merupakan penggagas petisi iklan Black Pink di televisi. Kala itu Maimon menilai Black Pink yang menjadi model iklan salah satu toko online tampil tidak senonoh.

Meski masih menuai pro dan kontra, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan pihaknya akan mengawasi pembuatan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Sehingga RUU itu tidak menyimpang dari ajaran agama.

"Saya pastikan bahwa kami akan menjaga dengan ketat, karena dasar kita dasar agama, Mayoritas adalah muslim. Masalah zina dan LGBT pasti nomor satu akan kita adang," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/1).

Menurutnya DPR akan mempelajari penolakan terhadap RUU tersebut. Namun dia menegaskan perumusan RUU akan tetap berjalan sesuai koridor keagamaan.

 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.