Sukses

Indonesia Jadi Negara Kepulauan Pertama dengan Bagan Pemisahan Air Laut

Indonesia akan menjadi negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan air laut IMO.

Liputan6.com, London Setelah melalui perjuangan panjang selama dua tahun, International Maritime Organization (IMO) melalui Experts Working Group on Ship Routeing yang dilaksanakan pada Senin (21/1/2019) di Markas Besar IMO, akhirnya menyetujui proposal Indonesia terkait bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok. Dengan begitu, selangkah lagi Indonesia menjadi negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS yang disahkan IMO dan berada di dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan ALKI II.

Selanjutnya, proposal Indonesia tersebut akan dilaporkan ke Plenary dalam Sidang Sub Committee on Navigation, Communications, and Search and Rescue (NCSR) ke-enam di Markas Besar International Maritime Organization (IMO) London, Inggris, Jumat (25/1/2019).

Penetapan TSS di selat Sunda dan Selat Lombok diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan cukup ramai lalu lintasnya tersebut. Keberadaan TSS menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman.

Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Basar Antonius, mengatakan bahwa sidang Plenary IMO NCSR ke-enam akan merekomendasikan proposal TSS Selat Sunda dan Selat Lombok untuk diadopsi dalam Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 pada Juni 2019. Ia menjelaskan, perjuangan delegasi Indonesia untuk mempertahankan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok perlu diapresiasi.

Pasalnya, tidak sedikit dari delegasi negara anggota IMO yang hadir dalam Experts Group untuk memberikan masukan, koreksi, dan saran terhadap kedua proposal TSS tersebut. Basar menambahkan, keberhasilan mempertahankan proposal TSS Indonesia juga dipengaruhi oleh strategi Indonesia dalam melakukan pendekatan untuk mendapatkan dukungan negara anggota IMO.

Pendekatan dilakukan dengan mensponsori coffee break dan menampilkan video feature TSS di sela sidang NCSR ke-enam serta melakukan pertemuan informal dengan negara anggota IMO.

"Dalam Experts Group on Ship Routeing, kedua proposal TSS Indonesia dibahas secara bergiliran, dimulai dari TSS di Selat Sunda yang dilanjutkan dengan TSS di Selat Lombok. Ini merupakan prestasi bagi Indonesia karena mampu mengawal dan mempertahankan kedua proposal TSS tersebut di Experts Group dalam satu hari," ujar Basar.

Ia mengatakan, keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan proposal TSS di kedua Selat tersebut mendapatkan pujian dari negara anggota IMO yang hadir dalam Experts Group serta dijadikan contoh bagi negara-negara lain dalam mengajukan proposal TSS di negaranya ke IMO.

Dalam kesempatan tersebut, Basar menyampaikan terima kasih atas kerja keras delegasi Indonesia, khususnya Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenkomar, Odo Manuhutu, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Dumai, Raymond Sianturi, Kepala Dinas Hukum TNI AL, Kresno Buntoro dan Kepala Dinas Nautika Pushidros, Dyan Primana. Mereka berhasil membuat proposal TSS Indonesia tersebut dapat diterima dalam Experts Group on Ship Routeing.

Basar juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London juga Atase Perhubungan RI di London, Basarnas, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Pusat Unggulan IPTEK Keselamatan Kapal dan Instalansi Laut, serta jajaran Ditjen Perhubungan Laut, khususnya Direktorat Kenavigasian, Bagian Hukum, KSLN, serta Humas Ditjen Perhubungan Laut.

Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenkomar, Odo Manuhutu, berkesempatan menyampaikan general information terhadap pengajuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok dalam Experts Working Group on Ship Routeing. Ia mengatakan bahwa Indonesia mengajukan TSS untuk memastikan keselamatan, perlindungan lingkungan maritim dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, dan penyediaan barang-barang Internasional.

"TSS di kedua selat berfungsi untuk memastikan keselamatan dan keamanan. Pada 2018, jumlah pelayaran di Selat Lombok lebih kurang 40.000 kapal. Jumlah di Selat Sunda lebih dari 50.000 kapal. Jumlah ini akan terus meningkat selama bertahun-tahun," ucap Odo.

Dengan adanya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, diharapkan jumlah kecelakaan laut di kedua Selat tersebut dapat berkurang.

"Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau, keselamatan bukanlah pilihan. Keselamatan adalah suatu keharusan," kata Odo.

Untuk mendukung hal tersebut, Indonesia bekerjasama dengan IMO menyelenggarakan Workshop on Hazard Identification and Scoping Exercise to Identify Safety Issues Pertaining to Passenger Ships on non International Voyages pada 26-30 November 2018.

Selain itu, TSS di kedua selat juga berfungsi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi di sektor maritim. Selat Sunda menghubungkan dua dari lima pulau terbesar di Indonesia.

"TSS menghubungkan Pulau Jawa dengan lebih dari 140 juta orang dengan Pulau Sumatera dengan lebih dari 50 juta orang," ujar Odo.

Sejalan dengan itu, pengajuan TSS Indonesia tersebut merupakan penjabaran dari Visi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, tentang Poros Maritim, yaitu Kebijakan Kelautan Nasional Indonesia untuk berperan aktif dalam organisasi internasional dan khususnya di sektor maritim.

"Kami telah merencanakan untuk meningkatkan investasi kami dalam keselamatan pelayaran. Kami akan menganggarkan lebih dari 20 juta Dolar AS dalam tiga tahun ke depan untuk meningkatkan peralatan utama di kedua selat tersebut termasuk Vessel Traffic Services (VTS) dan pelatihan bagi peningkatan kompetensi para petugas," ucap Odo.

Adapun setelah ditetapkannya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Pemerintah Indonesia masih memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, meliputi Vessel Traffic System (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik yang up to date dan menjamin operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam 7 hari.

Pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional, terkait dengan operasional dan urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan, serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholder terkait dengan penetapan TSS tersebut.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.