Sukses

Kunjungan Ma'ruf Amin ke Pesantren Dipersoalkan, Ini Tanggapan PDIP

Hasto menilai, yang lebih penting dalam kegiatan kampanye adalah memastikan tidak memakai fasilitas negara dan tidak ada politik uang.

Liputan6.com, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin gencar berkunjung ke pesantren pada masa kampanye, meski KPU melarang karena termasuk lembaga pendidikan. Ketua Majelis Ulama Indonesia itu mengaku hanya silaturahmi dan bukan kampanye.

Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, menilai wajar Ma'ruf bersilaturahmi sebagai seorang Kiai. Namun, dia mengungkit larangan tersebut harus memiliki relevansi.

Dia mencontohkan, pada proses pemilihan presiden sebelumnya, tempat ibadah kerap disalahgunakan. Namun, penyelenggara pemilu tidak mengambil langkah tegas.

"Seperti dulu kita lihat penggunaan tempat tempat ibadah banyak disalahgunakan, tidak diambil tempat yang tegas, jadi membuat aturan itu harus sesuai bagaimana aturan dalam praktik," kata Hasto di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (10/10/2018).

Sekjen PDI Perjuangan itu menyebut yang lebih penting adalah memastikan kampanye tidak memakai fasilitas negara, tidak ada politik uang.

"Tapi ketika seseorang datang dalam komunitas rakyat, di situ ya itu seharusnya ruang yang kita ini sama sama dewasa menetukan boleh atau tidak," pungkas dia.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Larangan KPU

KPU menegaskan proses kampanye dalam pemilu dan pemilihan presiden 2019 tidak boleh dilakukan di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang dimaksud di antaranya kampus dan pesantren.

Larangan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pasal 280 ayat (1) h menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan.

Sanksi pidana bagi seluruh pihak yang melanggar aturan kampanye adalah penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.