Sukses

Suryadharma Ali: Saya Diadili oleh Peraturan yang Mati

Kuasa Hukum Suryadharma Ali, Muhammad Rullyandi, mengatakan kesaksian JK di pengadilan dinilai sangat menguatkan.

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus korupsi penyalahgunaan dana operasional menteri dan dana penyelenggaraan ibadah haji, Suryadharma Ali (SDA) menjalani sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (11/7). Mantan Menteri Agama ini menghadirkan Wapres Jusuf Kalla (JK) sebagai saksi.

Surydharma mengatakan terkait kasus dana operasional menteri, ia merasa diadili dengan peraturan yang telah mati, dalam hal ini Peraturan Menteri Keuangan. Ia mengatakan KPK menjeratnya menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 3 Tahun 2006 yang telah dicabut dan diganti dengan aturan No 5 PMK 268 Tahun 2014.

"Kerugian negara itu berdasarkan pada PMK 003 Tahun 2006, saya diadili pakai PMK itu, Nomor 003 Tahun 2006. PMK Tahun 2006 itu sudah dicabut. Jadi saya diadili oleh PMK yang mati," ujarnya di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (11/7).

Kesaksian Wapres JK yang dicecar jaksa KPK seputar aturan penggunaan dana operasional menteri dirasa cukup. Ia berharap keterangan JK bisa dipahami dan menjadi pertimbangan dalam putusan PK nanti.

Suryadharma mengatakan kehadiran JK sesuai kapasitasnya karena memahami tugas menteri. JK pernah menjadi atasan Suryadharma sebagai Wapres di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009.

"Yang pasti Pak JK adalah atasan saya langsung, mengerti apa tugas-tugas menteri dan memahami aturan-aturan yang berkaitan dengan dana operasional menteri," jelasnya.

"Jadi saya merasa cukup apa yang telah beliau berikan keterangan pada hari ini dan mudah-mudahan bisa dipahami semua pihak," ia melanjutkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kesaksian JK Menguatkan

Kuasa Hukum Suryadharma Ali, Muhammad Rullyandi mengatakan kesaksian JK di pengadilan dinilai sangat menguatkan. Ia menerangkan sesuai putusan pengadilan, kliennya diperintahkan mengembalikan Rp 1,8 miliar di mana ia menilai Rp 1,8 miliar adalah hasil audit BPKP yang ilegal.

Uang sebesar Rp 1,8 miliar ini merupakan dana operasional menteri yang disebut penggunaannya tak sesuai aturan dan digunakan untuk berbagai kepentingan pribadi Suryadharma dan keluarganya.

"Saya katakan ilegal karena tidak ada UU mengatakan BPKP berwenang menentukan kerugian negara. Tidak ada temuan kerugian negara terhadap dana operasional menteri," ujarnya.

Dana operasional menteri, lanjut Rullyandi, tak perlu dipertanggungjawabkan penggunaannya. "Inilah kekeliruan selama ini yang barangkali akan menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim Mahkamah Agung," ujarnya.

Saksi akan kembali dihadirkan pihaknya sebagai pemohon PK pada sidang lanjutan pekan depan. Namun Rullyandi enggan menyampaikan siapa saksi yang akan kembali dihadirkan. Ia membantah pihaknya akan menghadirkan Menteri Keuangan.

"Enggak, enggak. Kita belum bisa memberikan statement mengenai kegiatan persidangan minggu depan. Nanti ketika sudah dibuka dalam persidangan silakan nanti," ujarnya.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

Saksikan tayangan video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.