Sukses

Busyro Muqoddas: Jelang Pilkada 2018, Ketua MK Harus Mundur

Ketua MK, Arief Hidayat, terbukti melanggar etik ringan karena bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, terbukti melanggar etik ringan karena bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR. Hal tersebut berdasar pemeriksaan Dewan Etik MK yang selesai pada 11 Januari 2018.

Dia pun didesak untuk mundur. Salah satunya oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas. Dia mendesak Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK. Terlebih, dia sudah dua kali melanggar kode etik.

Menurut Busyro, ada beberapa alasan Arief harus mundur. Pertama, Busyro berpandangan MK perlu dijaga integritasnya karena lembaga itu merupakan simbol dari reformasi, seperti halnya Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Mahkamah konstitusi itu kan protek dari gerakan reformasi sebagai koreksi total atas krisis moral pemerintahan order baru kala itu yang korup dalam banyak hal banyak sektor. (MK) harus dijaga oleh semua pihak terutama hakim MK sendiri," ujar Busyro kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu (28/1/2018).

Kedua, lanjut dia, MK merupakan pengawal pembuatan undang-undang. Oleh karena itu, hakim MK memiliki tugas yang berat. Seorang hakim MK dituntut memiliki komitmen dan tanggung jawab yang tinggi.

"Moralitas sebagai hakim MK dijaga dengan ekstra ketat. Apalagi hakim MK diberi predikat negarawan," Busyro menjelaskan. "Moral itu lebih fundamental daripada hukum, daripada undang-undang."

Dua kali melanggar kode etik, kata dia, merupakan bukti dari kecacatan moral Arief Hidayat.

Pelanggaran etik pertama, dilakukan saat Arief mengirimkan surat pengantar atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung agar memberi perlakuan istimewa kepada seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Trenggalek yang diaku sebagai saudaranya. Saat itu Arief sudah menjabat sebagai Ketua MK.

Ketiga, sambung Busyro, Arief harus mundur dari jabatannya di MK karena pilkada segera berlangsung. Mantan Wakil Ketua KPK periode 2011-2014 itu mengkhawatirkan netralitas dan objektivitas Arief selama menjalankan tugasnya, terutama saat memasuki tahun politik.  

"MK ini kan mempunyai kewenangan megadili pilkada dan pemilu. Nah Akil Mochtar kan sudah terbukti jual beli belasa putusan pilkada," imbuh Busyro.

Dia cemas Arief akan meniru jejak mantan Ketua MK Akil Mochtar yang melakukan transaksi sengketa pilkada.

Terakhir, Busyro mengatakan MK harus ikut mendorong mundurnya Arief sebagai ketua. Jika tidak, dia menilai ini sebagai petunjuk rendahnya sikap moral yang dimiliki MK.

"MK jangan sembrono mempertahankan jabatan Ketua MK dan tidak mau memberikan dorongan kepada Pak Arief Hidayat untuk mengundurkan diri. Untuk apa bertahan tapi tidak ada legitimitas moral," tutup Busyro.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hasil Rapat Dewan Etik

Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) telah memeriksa dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua MK, Arief Hidayat. Pada pemeriksaan yang selesai 11 Januari 2018 itu, Arief terbukti melanggar etik ringan.

"Berdasarkan pemeriksaan, maka secara singkat kami sampaikan bahwa pada 11 Januari 2018, Dewan Etik telah menuntaskan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik dan hasilnya Dewan Etik menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran ringan terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono di kantornya, Jakarta, Selasa (16/1/2018).

Namun, dia memastikan, Ketua MK Arief Hidayat tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik. Baik terkait pencalonannya sebagai hakim atau apapun.

Menurut dia, yang bersangkutan hanya bertemu dengan para pimpinan Komisi III DPR RI. Tanpa adanya undangan resmi atau surat. Hal inilah yang dianggap melanggar kode etik ringan.

"Pelanggaran ringan, hakim terlapor itu menghadiri pertemuan di selenggarakan di hotel Midplaza (Hotel Ayana Midplaza Jakarta), bertemu sejumlah pimpinan Komisi III DPR RI tanpa surat undangan resmi atau hanya melalui telepon. Pada poin inilah Dewan Etik berpandangan ini sebagai pelanggaran etik ringan," ungkap Fajar.

Karena itu, Arief mendapat hukuman ringan. Dewan Etik memberi teguran lisan kepada Arief Hidayat.

"Untuk itu, Dewan Etik menjatuhi hakim terlapor dengan sanksi teguran lisan," pungkas Fajar.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.