Sukses

ICW: Pansus Hak Angket KPK Miliki Konflik Kepentingan

ICW menilai hak angket menjadi salah satu cara yang digunakan oleh DPR untuk melemahkan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengatakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK tidak bisa terlepas dari kasus yang kini ditangani oleh lembaga antirasuah itu.

"Hak angket tidak bisa terlepas dari penanganan kasus korupsi oleh KPK. KPK selama 12 tahun terakhir ini gencar menangani di sektor politik," ujar Emerson dalam diskusi bertajuk 'Menyelematkan KPK' di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2017).

Emerson pun mencontohkan salah satu kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK, yaitu kasus megakorupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dan menyeret nama-nama politikus besar Tanah Air.

Dia menuturkan hak angket ini adalah salah satu cara yang digunakan oleh DPR untuk melemahkan KPK. Apalagi, Ketua Pansus Angket ini merupakan politisi Golkar, Agun Gunanjar, yang namanya juga disebut dalam dakwaan e-KTP.

"Ada konflik kepentingan individu di sana. Karena jelas, Ketua Pansus KPK-nya, Agun Gunanjar. Namanya disebut di persidangan. Dan ada tiga anggota pansus yang juga disebut di persidangan oleh (penyidik KPK) Novel Baswedan mengancam Miryam," tutur dia.

Emerson menilai, partai politik juga memiliki kepentingan dalam hak angket KPK. Pasalnya, partai-partai yang menyetujui hak angket adalah partai yang memiliki ketersinggungan dengan KPK.

"Dari 72 kader yang diproses, PDIP ada 23, Golkar ada 22, PAN ada 10, Nasdem 1, dan Gerindra 6. Bisa disimpulkan ketujuh anggota parlemen yang bergabung di hak angket mereka punya ketersinggungan dengan KPK," pungkas Emerson.

Evaluasi KPK

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK adalah sebuah bentuk evaluasi untuk lembaga antirasuah tersebut. Untuk itu, ia mengatakan, sesuai mekanisme, Fraksi PDIP telah mengirimkan wakilnya untuk masuk dalam Pansus Angket KPK.

"Kami sebagai partai yang taat pada mekanisme, kami juga telah mengirimkan anggota ke pansus sebagai suatu proses evaluasi, sebagai proses yang biasa," kata Hasto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 11 Juni 2017.

Tak hanya KPK, Hasto berujar, partai politik juga bisa dievalusi oleh publik. "Parpol juga biasa dievaluasi oleh rakyat dalam pemilu. Sehingga setiap lembaga juga itu memerlukan evaluasi," ujar dia.

Menurut dia, semua lembaga negara termasuk KPK harus patuh terhadap aturan bernegara. Misalnya angket yang adalah hak DPR untuk meminta klarifikasi atau evaluasi lembaga negara, maka harus dipatuhi karena diatur dalam konstitusi.

"Seluruh alat negara, seluruh lembaga negara, dan juga di seluruh tatanan masyarakat di Indonesia karena kita bernegara itu kan wajib patuh sepenuhnya kepada konstitusi dan UU tersebut. Sehingga siapa pun nanti yang memang oleh panitia angket itu diperlukan, diberikan keterangannya dalam tugas tersebut ya harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya," papar dia. 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.