Sukses

Tanggapan Pakar Hukum Soal Penonaktifan Sekretaris MA Hasbi Hasan 

Tindakan sekretaris MA selaku pejabat publik merupakan bentuk perbuatan penyimpangan terhadap institusi peradilan

Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Adminitrasi Negara (HAN) Universitas Bengkulu Beni Kurnia Ilahi angkat bicara mengenai penonaktifan Hasbi Hasan dari jabatannya sebagai sekretaris Mahkamah Agung (MA). Kata dia, langkah tersebut merupakan bentuk tanggungjawab etika pasca Hasbi Hasan berstatus tersangka kasus dugaan suap oleh KPK.
 
Menurut Beni, tindakan sekretaris MA selaku pejabat publik merupakan bentuk perbuatan penyimpangan terhadap institusi peradilan. Sehingga tak hanya bisa dijerat dengan hukum, tetapi harus ada sanksi moral.
 
"Perbuatan dia ini sudah mencoreng institusi peradilan. Jadi bukan hanya penegakan hukum, tapi harus ada penegakan etika dan moral yang dilaksanakan oleh Ketua MA," kata Beni dalam keterangannya, Rabu (7/6/2023).
 
Kata dia, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No, 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyatakan ketika seorang PNS berstatus sebagai tersangka dan ditahan, aparat penegak hukum dapat mengintruksikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk memberhentikan sementara pejabat tersebut.
 
Setelah keluar keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, Benin menyebut tersangka dapat diberhentikan secara tidak hormat. 
 
"Dalam kasus ini yang dapat memberhentikan adalah ketua MA," ucapnya.
 
Dihubungi terpisah, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mengatakan kasus yang menimpa Hasbi Hasan bukan pertama kali terjadi. Bahkan sebelumnya penyimpangan juga pernah terjadi pada sejumlah hakim agung, sekretaris, dan sejumlah pegawai MA. 
 
Menurut dia, hal tersebut mengesankan adanya keterlibatan di semua level dengan berbagai posisi jabatan dalam kasus jual beli perkara. 
 
"Ini menunjukan telah terjadi kerusakan moral secara sistemik. Sudah seperti kanker yang menggerogoti tubuh MA," ucap Zaenur.
 
Dia menilai terdapat sejumlah penyebab berulangnya kasus di internal MA. Salah satunya yakni faktor culture atau kebiasaan yang sudah berlangsung sejak dulu puluhan tahun sampai hari ini. 
 
"Perlu perbaikan mendasar, perbaikan sistem pengawasannya, dan pengawasan internal oleh Bawas MA, dan eksternal KY," jelas Zaenur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini