Sukses

Elanto dan Momentum Merdeka

Setelah 70 tahun bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya, ternyata masih ada tempat di mana publik tak bisa merasa merdeka dan setara.

Liputan6.com, Yogyakarta - Pecinta motor gede (moge) memenuhi jalanan di Yogyakarta sejak Sabtu malam, 15 Agustus 2015. Kedatangan ribuan moge di Kota Gudeg ini untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Republik Indonesia dengan menggelar Jogja Bike Rendezvous (JBR) ke-10 pada 14-17 Agustus 2015. Berbagai acara digelar di Kawasan Candi Prambanan.

Namun, kedatangan motor-motor itu membuat jalanan di Yogyakarta padat. Bahkan, terlihat beberapa pengendara moge melanggar rambu lalu lintas. Hal ini membuat sejumlah warga Yogya melakukan aksi mencegat rombongan moge di perempatan.

Salah seorang warga Yogya, Susanto mengatakan aksi ini antara lain dilakukan oleh warga bernama Elanto. Pria tersebut berdiri di tengah jalan dan menghadang pengendara moge dengan sepedanya.

Elanto seolah ingin memberikan pelajaran kepada pengendara moge untuk menaati rambu lalu lintas yang ada. Ia pun juga mengabadikan momen aksinya mencegat pengendara moge dan di-share ke media sosial.

"Aksi dari jam 15.00 tadi. Jadi rombongan moge di jalan disetop pengguna sepeda awalnya. Lalu warga dan pengguna jalan terlihat ikut melakukan aksi serupa dengan menyetop hingga ke tengah jalan," ujar Susanto saat dihubungi Liputan6.com dari Jakarta, Sabtu.

Susanto mengatakan, aksi ini dilakukan Elanto karena setiap lampu lalu lintas berwarna merah, para pengendara moge justru terus melintas dan tidak berhenti. Ini membuat kemacetan di Yogya semakin padat, apalagi kejadian tersebut terjadi saat akhir pekan.

Susanto yang berada di lokasi saat aksi pencegatan dilakukan menilai sikap pengendara moge ini akan membahayakan pengendara lainnya.

Yang disayangkan, aksi terobos lampu merah para pengendara moge itu dibiarkan oleh petugas kepolisian yang berjaga di simpang 4 ringroad Condongcatur. Pembiaran dilakukan karena alasan mengurai kemacetan.

"Kalau merah mereka menyetop tapi ada beberapa yang melanggar. Bahaya ini tapi polisi ada di sana bilangnya agar tidak macet untuk mengurai kemacetan bukan pembiaran karena ada 2.000 motor gede dan juga saat jam padat," ujar Susanto.

Susanto mengaku salut dengan aksi yang dilakukan Elanto, lantaran keberadaan moge di Yogya dianggap meresahkan masyarakat, namun warga hanya bisa menggerutu. Karena itu ia mendukung aksi cegat di ringroad ini untuk memberikan pelajaran kepada warga lain dengan aksi nyata.

"Pembiaran hal seperti ini bukan hanya grundel saja dan itu bukan menyelesaikan masalah. Mas Elanto ini perlu dicontoh karena melakukan aksi aksi nyata. Saya hanya ikut memantau saja. Kalau kita berani mereka juga akan berhenti kok," ujar Susanto.

Pujian tak urung datang dari salah aktivis penegakan HAM Haris Azhar. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu bahkan membagikan video yang memperlihatkan aksi Elanto.

"Elanto Wijoyono, warga Yogyakarta yang berani melawan ratusan pengendara motor gede penerobos zebra cross di lampu merah Condongcatur. Siapa penegak hukum sebenarnya di Indonesia?" ungkap Haris dalam keterangannya kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (16/8/2015).

Dalam video yang dibagikan Haris, tampak Elanto dengan berani menghadang ratusan pengendara moge yang menerobos lampu merah. Tanpa senjata, Elanto hanya menggunakan sepeda.

Di awal aksinya, banyak pengendara moge yang tak peduli dan terus menerobos lampu merah. Bahkan tak sedikit yang memaki Elanto.

Akhirnya, perjuangan Elanto membuahkan hasil. Ia berhasil menghentikan ratusan pengendara moge di depan lampu merah Condongcatur dan memberi jalan untuk pengguna jalan lain untuk mendapatkan haknya.

Geram karena Terus Berulang

Elanto sendiri mengaku geram dengan banyaknya pengendara moge yang mememuhi Kota Yogyakarta tanpa mengindahkan aturan lalu lintas. Mereka seenaknya menerobos lampu lalu lintas yang bisa membahayakan pengguna jalan lain.

Aksi yang semula dilakukan sendiri itu mendapat dukungan dari warga lainnya. Masyarakat tersebut juga merasakan hal yang sama.

"Awalnya sendiri lalu ada yang gabung sampai 4 atau 5 orang dari warga Jogja ikut gabung dan orang lewat juga itu pun juga baru kenal saya. Pas di situ juga kenalnya," ujar Elanto di Yogyakarta, Sabtu.

Elanto menilai saat ini fungsi patwal atau voorijder yang biasanya digunakan untuk urusan resmi sudah mulai dilanggar. Hal itu terlihat adanya patwal yang digunakan untuk urusan yang dinilainya tak penting.

"Lalu konvoinya. Konvoi apa pun tidak hanya moge pasti melanggar aturan. Tapi kenapa dibenarkan terjadi berulang dan selalu terulang. Tahun kemarin juga terulang saya juga koordinasi dengan Ditlantas. Jawaban normatif mendukung tapi di lapangan tidak mendukung sama sekali. Alasannya hanya menjalankan perintah saja," ujar Elanto.

Sebelum melakukan aksinya di simpang empat ringroad Condongcatur, Elanto sempat menuju kantor Ditlantas Polda DIY untuk menyampaikan niatnya agar para pengendara Moge diperingatkan. Namun ia tidak mendapatkan petugas yang bisa memberikan penjelasan. Ia mencoba memberi pesan lewat aksi menghadang moge di jalan.

"Sebelumnya sudah konfirmasi ke petugas pos di situ. Petugas pos berjanji akan mengatur tapi hanya memperlambat saja," ujar dia.

Saat melakukan aksi, Elanto mendapat kecaman dari pengendara moge dan juga polisi. Perkataan bernada keras pun didapatnya.

Namun ia tak patah semangat dan mencoba menjelaskan bahwa sesama pengguna jalan raya harus menaati aturan yang ada. Pelanggaran lampu merah merupakan hal sepele namun juga tidak boleh disepelekan.

"Polisi mengatur sesuai hitungan lampu, saya yakin itu terjadi di titik warga pantau saja. Artinya yang kita sayangkan aparat polisi baru bergerak setelah adanya aksi dari warga," ujar penggiat sepeda ini.

Elanto mengaku akan kembali melakukan aksi serupa di beberapa titik di Kota Jogja. Namun tidak tahu titik mana saja yang akan digunakannya. Yang jelas, jika moge tetap melanggar aturan, tempat itulah ia akan melakukan aksinya.

"Mungkin akan ngecek (aksi) lagi cuma lokasi dimana jam berapa belum tahu. Kalau ada info, ya saling kabar saja," tukas Elanto.

Peduli Kepentingan Publik

Elanto Wijoyono adalah seorang aktivis peduli lingkungan asal Kota Gudeg. Selain aktif sebagai pegiat Komunitas Peta Hijau Yogyakarta, Elanto juga seorang anggota Dewan Pakar Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dan COMBINE Resource Institution.

Ketua Walhi Yogyakarta Halik Sandera mengaku mengenal Elanto sebagai sosok yang peduli dengan kepentingan publik dan lingkungan. Bahkan, dia bersama Elanto ikut dalam beberapa kegiatan tentang lingkungan dan pengurangan risiko bencana.

Halik mengatakan tidak kaget dengan aksi Elanto di Simpang Condongcatur pada Sabtu kemarin. Menurut Halik, aksi pria 32 tahun itu karena kebutuhan dasar manusia dilanggar, sehingga perlu ada aksi untuk mengingatkan warga khususnya pengguna jalan.

"Ruang publik dimanfaatkan bersama dan saat ini semakin semrawut banyak kemacetan. Aksi itu dilakukan mengingatkan bagaimana masyarakat Yogya dan pendatang harus tertib lalu lintas. Seperti contohnya di Yogya, trotoar sudah dipakai pengendara motor," kata Halik kepada Liputan6.com, Minggu (16/8/2015).

Aktivis lainnya, Dewan Daerah Walhi Yogyakarta Parlan, mengatakan telah mengenal sosok Elanto sejak 5 tahun terakhir. Menurut Parlan, warga Condongcatur itu memang peduli lingkungan dengan aksi yang jarang dipikirkan orang. Elanto sangat tegas dalam mendukung kepedulian lingkungan. Dia juga seorang yang kreatif.

"Dia memang penggerak isu lingkungan dengan Walhi, termasuk isu perhotelan kemarin. Dia aktif di sosial dan media yang dia punya. Dia juga melakukan aksi yang jarang dipikirkan banyak orang termasuk aksi Sabtu kemarin. Ia menjadi orang yang mengingatkan banyak orang tahu tapi ggak mau berbuat termasuk hotel kemarin," papar Parlan.

Saat ini Elanto tercatat sebagai manajer Unit Lumbung Komunitas di Combine Resource Institution (CRI). Elanto juga mempunyai blog untuk mencurahkan isi pikirannya di elantowow.wordpress.com.

Isu tentang lingkungan menjadi isi dari blog yang sudah memuat artikel sejak 2007 lalu. Selain itu, juga isu kota hijau, penyelematan cagar budaya, dan juga pengembangan partisipasi masyarakat terhadap kepedulian lingkungan.

HDCI Yogyakarta Apresiasi Elanto

Tak hanya publik, aksi Elanto juga mendapat apresiasi dari pihak Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Yogyakarta dan panitia Jogja Bike Rendezvous (JBR) ke-10.

Ketua Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Yogyakarta Gatot Kurniawan mengatakan, aksi yang dilakukan Elanto sebagai masukan berguna bagi JBR ke depan. Aksi itu sebagai bentuk kritik sekaligus masukan bagi bikers dan panitia.

"Saya sebagai Ketua HDCI Yogyakarta dan panitia JBR mengapresiasi apa yang dilakukan Elanto. Itu sungguh luar biasa. Itu kritik sekaligus masukan bagi kami HDCI Yogyakarta dan panitia. Nanti akan jadi bahan evaluasi bersama," ujar Gatot di Yogyakarta, Minggu (16/8/2015)

Gatot mengaku sudah mengetahui aksi Elanto di media sosial dan media online. Saat itu ia melihat foto salah seorang bikers yang beradu argumen terkait aksi Elanto. Namun dengan tegas dia mengatakan bahwa orang itu bukanlah anggota HDCI Yogyakarta.

"Sudah, saya sudah melihat fotonya dan sudah menelusuri. Itu bukan anggota HDCI Yogyakarta," ucap dia.

Gatot pun meminta maaf terkait oknum bikers yang melakukan aksi ugal-ugalan tersebut. Permintaan maaf itu diucapkan karena aksi itu membuat warga Yogyakarta tidak nyaman. Menurut dia, Ketua HDCI Pusat Komjen Pol (Purn) Nanan Sukarna dan panitia sudah berpesan agar bikers selalu menaati peraturan lalu lintas.

"Saat sambutan pembukaan Ketua HDCI pusat Komjen (Purn) Nanan sudah menginstruksikan agar menaati peraturan lalu lintas dan menghormati pengguna jalan," pungkas Gatot.

Polisi Menyalahkan Elanto

Jika HDCI Yogyakarta dengan lapang dada mengakui kekurangannya, tidak demikian dengan kepolisian. Kabid Humas Polda DIY AKBP Any Pudjiastuti menegaskan, aksi yang dilakukan Elanto itu membahayakan. Ia meminta kepada masyarakat jangan main hakim sendiri dengan menghadang parade moge di jalan seperti yang dilakukan Elanto.

Sebab, ujar Anny, sikap itu bisa masuk dalam tindak pidana. Dia mengatakan, pengendara moge menjadi urusan kepolisian.

"Kami mengharapkan jangan main hakim sendiri. Itu kewenangan kepolisian, bahaya. Ini kan negara hukum, kalau dia aksi lagi hal itu bisa masuk dalam tindak pidana. Serahkan saja ke kepolisian," ujar Anny saat dihubungi di Yogyakarta, Minggu (16/8/2015).

Terkait pemotor moge yang dikawal vorijder, Anny mengatakan, itu sudah mempunyai izin dari Polda Yogyakarta. Namun, lanjut dia, meski sudah menngantongi izin para pemotor yang dikawal vorijder tersebut juga harus menaati aturan lalu lintas.

"Panitia sudah mengajukan permohonan voorijder, tapi tetap sesuai dengan aturan kalau lampu merah ya tetap berhenti, semua pengguna tetap berhenti tidak diskriminasi," ujar dia.

"Sesuai UU LLAJ pengawalan bisa diminta atau tidak. Kalau minta kepolisian, kita layani masyarakat, kita penuhi. Ada juga yang tidak permintaan seperti acara orang meninggal, karena jalan jadi crowded atau macet, maka polisi harus mengawal. Ini sesuai tujuannya yaitu untuk keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran berlalu lintas," lanjut Anny.

Aneh memang, aksi Elanto untuk mengingatkan polisi serta pemotor yang melanggar aturan disebut bisa dipidana. Sementara ulah pemotor yang jelas-jelas melanggar aturan lalu lintas sama sekali tak disebutkan sebagai pelanggaran hukum.

Apa yang dilakukan Elanto seolah menemukan momentum jelang HUT ke-70 Kemerdekaan RI. Setelah 70 tahun bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya, ternyata masih ada tempat-tempat di mana publik tak bisa merasa merdeka dan setara. Contohnya di jalan raya seperti yang digugat Elanto.

Sebagian jalan umum bisa menjadi milik pribadi atau kelompok. Bahkan, menerobos rambu dan aturan seolah jadi kebangggaan. Ironisnya lagi, saat melakukan pelanggaran itu mereka dikawal oleh aparat yang harusnya menjaga agar aturan ditegakkan.

Harus ada alasan kuat kenapa rombongan moge bisa menerabas lampu merah dengan pengawalan polisi. Tak ada situasi darurat dan mereka juga bukan para pejabat yang sedang melaksanakan tugas. Kalau soal jumlah yang terhitung banyak, sehingga harus didahulukan agar tak menimbulkan kemacetan, bukankah sama saja dengan menciptakan kemacetan dan penumpukan kendaraan dari arah sebaliknya. Begitu juga dengan hak pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan.

Masih banyak pekerjaan rumah kita sebagai bangsa. Meski dari sisi usia terbilang tua, kita masih harus terus belajar tentang bagaimana makna merdeka. Merdeka bukan hanya untuk kita, tapi juga bagi orang lain. Agar kemerdekaan kita tidak mencederai kemerdekaan warga negara lainnya. (Ado/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.