Sukses

Seruan 'Perang' dari Istana

Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas segala bentuk peredaran serta penggunaan narkoba.

Liputan6.com, Jakarta - Perang terhadap narkoba terus berlanjut. Seiring dengan peringatan Hari Anti-Narkotika Internasional yang jatuh pada Jumat 26 Juni 2015, pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas segala bentuk peredaran serta penggunaan narkoba.

Bahkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyatakan tidak akan memberi ampun bagi siapa saja yang terlibat dalam peredaran narkoba di Indonesia. Kejahatan narkoba juga telah ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa.

Untuk memuluskan misi memberantas peredaran narkoba di Indonesia, ada 5 langkah yang diinstruksikan Jokowi kepada jajaran terkait untuk dilaksanakan.

Pertama, Jokowi meminta pemerintah pusat dan daerah terus berkomunikasi dalam rangka penyelenggaraan program-program dan pelaksanaan pencegahan penggunaan narkoba.

"Kedua, peningkatan terapi dan rehabilitasi pecandu dan penyalahgunaan narkoba. Tahun lalu ada 18 ribu yang direhabilitasi, tahun ini 100 ribu. Tahun depan 200 ribu orang, akan kita tingkatkan terus, karena memang kita kejar-kejaran dengan para pengguna narkoba," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat pagi.

Ketiga, Jokowi mengimbau para penegak hukum agar meningkatkan keberanian menghukum mereka yang terlibat. Tak hanya para pengedar, dalang di balik setiap peredaran narkoba juga diminta untuk dibasmi.

‎"Saya meminta penegak hukum meningkatkan kemampuan, jangan terjebak ego sektoral, perluas intelijen internasional," tegas Jokowi.

Keempat, hal yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang menampung para penjahat narkoba. Hal itu untuk agar LP terhindar dari sarang peredaran narkoba.

"Yang terakhir, tolong kenali modus-modus peredaran baru dalam [penyelundupan narkoba]( 2260069 "")," tegas Jokowi.

Narkoba Kejahatan Luar Biasa

Pada kesempatan itu Jokowi juga mengungkap alasan menjadikan narkoba sebagai kejahatan luar biasa yang tidak bisa diampuni.

"Penyalahgunaan narkoba terbukti telah merusak masa depan bangsa di negara mana pun, daya rusaknya luar biasa, merusak karakter manusia, merusak fisik, dan kesehatan masyarakat, serta dalam jangka panjang berpotensi besar mengganggu daya saing dan kemajuan bangsa," kata Jokowi.

Dari data yang ada, lanjut Jokowi, pada 2014 setidaknya ada 4,1 juta orang yang menjadi pecandu dan penyalahgunaan narkoba atau setara dengan 2,2 persen penduduk Indonesia.

Sementara kerugian material yang diakibatkan para pecandu narkoba mencapai Rp 63 triliun. Kerugian tersebut dijabarkan Jokowi mencakup kerugian akibat belanja narkoba, biaya pengobatan, biaya rehabilitasi, dan lain sebagainya.

‎"Dengan daya rusak seperti itu, kejahatan narkoba bisa digolongkan kejahatan luar biasa dan serius, terlebih kejahatan narkoba itu lintas negara dan terorganisir," kata dia.

Jokowi menambahkan, untuk memberantas narkoba tidak hanya bisa mengandalkan [Badan Narkotika Nasional]( ‎2259969 "") (BNN). Harus ada keterlibatan institusi lain seperti kepolisian, kejaksaan, hingga masyarakat itu sendiri.

‎Sikap keras dan tegas juga ditunjukkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Anang Iskandar yang menegaskan pihaknya tetap mendukung sikap pemerintah, terkait hukuman mati bagi para terpidana kasus narkotika. Menurut dia, hukuman mati merupakan bagian dari konstitusi di Indonesia.

"Hukuman mati di Indonesia itu konstitusional, jangan dikurangi," tegas Anang dalam sebuah diskusi di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Kamis 25 Juni 2015.

Ia juga meminta pemerintah untuk tetap tegas dan tidak terpengaruh tekanan dari negara lain yang menolak pelaksanaan hukuman mati. Sebab, kedaulatan hukum di suatu negara tidak bisa dipaksakan atau diintervensi oleh negara lain.

"Ada 133 negara yang mencabut hukuman mati, tetapi ada 34 negara yang masih ada hukuman matinya. Mereka yang tidak setuju hukuman mati saling memengaruhi. Maunya di dunia ini enggak ada hukuman mati. Ini tidak bisa, kedaulatan hukum negara masing-masing enggak bisa dipaksakan," jelas Anang.

Selain itu, ia juga berharap pemerintah bisa lebih tegas menindak para pejabat ataupun aparat yang terbukti terlibat kasus narkoba. Ia mencontohkan, di beberapa negara seorang pejabat ataupun aparat yang tersandung kasus narkoba diminta melepas jabatan dan kedudukannya.

"Di negara tetangga, seorang akademisi misalnya kena kasus narkoba, dicabut gelarnya. Kalau aparat yang kena narkoba, pangkatnya dicabut, kalau pejabat pemerintah jabatannya dicabut," pungkas Anang.

Rehabilitasi, Bukan Pidana

Di lain sisi, Anang menyesalkan masih banyaknya penyalahguna atau pecandu narkotika yang saat ini menjalani hukuman penjara. Para pecandu itu harusnya menjalani masa rehabilitasi guna menyembuhkan dari ketergantungan narkotika.

"Orang seperti itu mestinya direhab, dibina, harusnya bisa hidupnya normal kembali," kata Anang.

Ia mengungkapkan, selama 5 tahun berjalannya Undang-undang Narkotika, para pecandu ini malah dihukum secara pidana oleh aparat penegak hukum.

Anang menuturkan, dalam salah satu poin di Pasal 4 UU Narkotika Tahun 2009 menyebutkan, penyalahguna obat-obatan terlarang harus diselamatkan dari narkoba. Bukan malah dihukum penjara.

Ia menyebut, berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) saat ini 20 ribu penyalahguna atau pecandu narkoba dihukum penjara.

"5 Tahun Undang-undang narkotika berjalan, saat ini ada 20 ribu dihukum penjara. Jadi apa mereka berubah kalau tetap dipenjara? Bisa jadi malah tetap menggunakan narkoba," tegas Anang.

Karena itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyarankan kepada para pecandu serta pengguna narkoba untuk melapor sehingga tidak dipenjara.

"Kesadaran mereka secara sukarela, kalau mereka merasa korban pecandu narkoba segaralah melapor ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), nanti akan dapat kartu IPWL, maka dia tidak boleh ditangkap, tidak boleh ditahan," kata Khofifah di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat pagi.

Khofifah pun mengingatkan keluarga para pengguna narkoba untuk tidak menganggap mereka sebagai salah satu penjahat yang harus dihindari. Keluarga dianjurkan untuk mendukung perubahan perilaku yang lebih baik dengan cara melaporkan ke IPWL terdekat.

‎"Kalau sudah IPWL berarti sudah terakreditasi, karena ada standar rehabilitasinya, supaya ini bisa terintegrasi pascarehabilitasinya juga, jadi ada after care-nya," tegas dia.

Saat ini, ungkap dia, terdapat setidaknya 118 IPWL di Indonesia yang mampu menampung para pengguna narkoba mencapai 15 ribu pecandu. IPWL tersebut merehabilitasi para pengguna narkoba masing-masing hanya 6 bulan.

Nantinya pada awal Januari 2016 jumlah IPWL tersebut akan bertambah 7 di beberapa lokasi di Indonesia. Maka kapasitas rehabilitasi dapat bertambah mencapai 2.800 orang.

Kapten BeNN Ikon BNN

Tidak hanya berisi ancaman bagi pengedar dan pengguna nakoba, peringatan Hari Anti-Narkotika Internasional tahun ini juga diisi dengan penyerahan penghargaan dari Presiden Jokowi, terhadap pihak-pihak yang telah berjasa dalam pemberantasan dan pencegahan penggunaan narkoba.

Salah satu yang menerima penghargaan adalah Kapten BeNN. Sosok yang menggunakan kostum berwarna biru dengan kombinasi warna kuning ini menjadi salah satu tamu yang tampil beda di Istana Kepresidenan.

Bagaimana tidak, Kapten BeNN hadir di hadapan Jokowi dengan kostum bertopeng layaknya tokoh Pahlawan Bertopeng di serial animasi anak-anak dan mirip dengan Captain America.

Dengan gagah, Kapten BeNN yang juga memiliki jubah layaknya Superman ini jalan ke depan Presiden Jokowi dengan menggandeng salah satu siswa sekolah dasar (SD).

Kapten BeNN ini merupakan gagasan dari Endang Mikuwati AS (Yayasan Sahabat Putra Nusantara). Sosok Kapten BeNN dibuat dengan tujuan untuk menghidupkan gerakan antinarkoba kepada para generasi muda, terutama dari kalangan murid-murid SD.

Kapten BeNN bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasinal (BNN) telah menggalakkan sikap antinarkoba ke beberapa sekolah di Indonesia seperti di Jakarta.

Kampanye Kapten BeNN ini merupakan program BNN sesuai dengan instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

Seruan perang dari Istana sudah disampaikan Jokowi. Tinggal lagi kini pelaksanaan di lapangan. Banyak sudah program pemberantasan korupsi yang dicanangkan pemerintah selama ini. Namun, menjadi sulit untuk dilaksanakan karena di tingkat bawah aparat ikut bermain.

Lihat saja kasus dugaan pemerasan oleh perwira menengah polisi yang menjadikan narkoba sebagai ancaman. Begitu juga dengan maraknya peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan yang tak lepas dari adanya kerja sama dengan petugas LP.

Titik-titik lemah dari perang melawan narkoba ini harus dipetakan agar tak lagi menjadi slogan semata. Jika tidak, peringatan Hari Anti-Narkotika Internasional hanya akan menjadi ajang seremonial belaka. (Ado/Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini