Sukses

Tekad Sukardi Cari Keluarga Tertimbun Longsor Banjarnegara

Sukardi menyatakan jika pencarian korban longsor Banjarnegara dinyatakan ditutup, ia akan tetap mencarinya.

Liputan6.com, Banjarnegara - Ada banyak cara para keluarga korban longsor Banjarnegara menghabiskan waktu. Sebagian besar menunggu kabar keberadaan keluarganya di posko pengungsian. Sebagiannya ada yang membantu relawan. Bahkan tak sedikit mereka yang turut bergabung bersama relawan tim SAR gabungan mencari dan mengevakuasi korban.

Sukardi (46) salah satunya. Pria beranak tiga ini bukan warga Dusun Jemblung, Karangkobar, Banjarnegara, Jateng. Ia tinggal di dusun lain di atas dusun yang ditimpa material longsor. Dusun Tlagalele, nama yang diambil dari nama bukit yang longsor itu.

Ditemui Liputan6.com, Senin (15/12/2014), Sukardi masih mengais-ngais lumpur di satu titik. Mengenakan kaos kuning dan bertopi, mata Sukardi terlihat sangat fokus.

"Di sini ini rumah orangtua saya. Saya sendiri sekarang tinggal di Karangkobar, jualan bakso. Sejak Jumat, saya tak jualan. Saya ingin tahu kabar ibu, adik, dan keponakan saya," kata Sukardi sambil tangannya tak berhenti menggerakan cangkul, menggali-gali tanah yang diyakini titik rumah orang tuanya.

Sukardi tak sendirian, ia dibantu beberapa kerabatnya. Yaitu keponakan dan menantunya.

"Sebenarnya hujan tuh sudah hari Rabu sampai Kamis. Terus Kamisnya sudah ada longsoran di titik yang lain. Saya sedang melayani pembeli waktu mendengar kabar kalau Dusun Jemblung longsor. Saya langsung pulang," ucap Sukardi.

Sejak mendengar dusun tempat orangtuanya tinggal tertimpa longsor pada Jumat 12 Desember 2014 malam, ia mencoba mencari ibunya. Suasana gelap gulita tak menyurutkan langkahnya.

"Pas longsor itu, malah nggak hujan kok," ujar dia.

Dalam pencarian itu, tak satupun orang yang dijumpainya dapat menunjukkan keberadaan keluarga tercinta. Yang ditemui justru wajah-wajah ketakutan dan kebingungan.

Sukardi tak patah arang. Ia terus mencari. Saat matahari mulai masuk ke peraduan, Sukardi enggan kembali ke rumah. Ia lebih memilih menanti fajar kembali menyapanya pada hari berikut. Bahkan ia nekat menunggu di sekitar lokasi yang terkena longsoran.

Keesokan harinya, cuaca cerah. Ketika para relawan SAR dan juga dari berbagai institusi berdatangan, Sukardi sedang mengais-ngais lumpur.  "Saya ditanya petugas SAR, saya jawab bahwa itu rumah orangtua saya. Beberapa titik rumah juga saya tunjukkan," kata dia.

Namun karena lumpur dan material longsoran yang menimpa rumah orang tuanya terlalu tebal, hingga Senin 15 Desember 2014, penggalian masih dilakukan dan belum menunjukkan tanda-tanda menggembirakan. Apakah Sukardi salah menunjuk titik karena dusun itu sudah berubah menjadi kubangan lumpur raksasa?

"Nggak. Saya yakin titiknya benar. Di bawah kampung sini kan ada semacam dam. Nah rumah ibu saya dekat dengan dam. Jadi mudah mengenali tandanya, yaitu tanah yang berlumpur," ujar Sukardi.

Senin merupakan hari keempat Dusun Jemblung tertimpa material longsor. Harapan menemukan korban yang tertimbun dengan kondisi masih bernyawa, semakin kecil kemungkinannya. Apalagi anjing pelacak juga tak mampu mencium bau keberadaan manusia karena tebalnya lumpur.

Meski begitu, Sukardi bertekad menemukan keluarganya. "Bahkan kalau nanti pencarian dinyatakan ditutup, saya tetap akan berusaha. Saya hanya ingin melihat wujud terakhir ibu dan saudara-saudara saya," tegas Sukardi.

Sukardi menambahkan, tekadnya itu diniatkan sebagai bentuk ibadah. Karenanya secara resmi ia meminta izin bergabung dengan tim SAR gabungan. Pekerjaannya juga bertambah, tak melulu mencari keluarganya, namun juga mencari korban lain.

"Tadi saya dan para relawan malah menemukan seekor sapi," kata dia.

Sukardi meski terkesan pantang menyerah, namun ia membatasi diri. Titik batas itu bernama kepasrahan.

"Saya hanya berusaha, jika memang Allah tidak mengizinkan, ya sudah tak apa-apa. Saya berharap dusun ini dinyatakan sebagai pemakaman, sehingga kalau kami keluarga korban ingin ziarah, tempatnya juga jelas," kata Sukardi.

Waktu menunjukkan pukul 12.24 WIB. Tiba-tiba terdengar bunyi petir dan langit berubah jadi gelap. Ini pertanda akan hujan. Tak lama kemudian, terdengar peluit dan pengumuman melalui megaphone, "semua relawan diminta menyingkir dari lokasi pencarian karena dikhawatirkan terjadi longsor susulan."

Sukardi dan ketiga saudaranya segera bergegas mencuci tangannya. Ia berjalan meniti sebatang kayu yang sengaja dilintangkan untuk menyeberangi selokan dengan lumpur pekat yang mengalir. Setiba di seberang, tangannya yang masih kotor menerima sebungkus nasi bungkus yang dibagikan untuk para relawan. (Ali/Mvi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini