Sukses

Kolaborasi Brand Batik dan Optik Bagi-Bagi Kacamata Gratis untuk Pembatik di Pekalongan

Seratus pembatik mendapatkan kacamata gratis usai jalani pemeriksaan mata.

Liputan6.com, Jakarta - Kolaborasi bisa dilakukan siapa pun untuk mencapai target bersama. Salah satunya dilakukan oleh brand batik dan optik, yakni Iwan Tirta Private Collection dan Optik Seis.

Kedua brand lintas kategori itu menggelar program pemeriksaan mata gratis untuk para pembatik di Pekalongan, Jawa Tengah. Kegiatan digelar dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional dan Hari Penglihatan Sedunia yang keduanya jatuh pada bulan Oktober.

Seratus orang pembatik yang rata-rata sudah lanjut usia pun mendapatkan kacamata gratis sesuai kebutuhan penglihatan masing-masing. 

"Melalui program pemeriksaan mata gratis untuk pembatik ini, Optik Seis berharap bisa membantu mengoptimalkan penglihatan para pembatik agar dapat menghasilkan batik tulis yang berkualitas baik dan mendukung pelestarian seni batik di Indonesia," ujar Ryan Buntaran, Direktur Operasional Optik Seis, saat penyerahan kacamata secara simbolis kepada perwakilan pembatik di Pekalongan, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Pemeriksaan mata gratis itu adalah program rutin brand optik tersebut sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Selain diberikan kepada pembatik, manfaat program itu juga telah dinikmati oleh berbagai kalangan, seperti anak-anak yatim piatu, lansia, siswa tidak mampu, dan guru.

"Kami sangat bersyukur dapat bekerja sama dengan Optik Seis yang memiliki visi yang sama dalam menjalankan program sosial, terutama dalam membantu keberlangsungan pembatik sebagai salah satu langkah untuk menjadikan batik tetap lestari," kata Widiyana Sudirman, CEO Iwan Tirta Private Collection.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Langkah Pelestarian Batik di Beragam Sentra

Pelestarian batik sebagai wastra sarat makna salah satunya diemban rumah-rumah batik di Indonesia. Sentra Batik Blimbing di Kota Malang, Jawa Timur, termasuk di antaranya. Berawal dari inisiasi gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), mereka memutuskan jadi usaha mandiri pada 2011 dengan produk batik tulis dan batik cap.

"Perkembangannya kemudian dibantu banyak pihak, termasuk warga sekitar," kata pengelolanya Aulya Rishmawati melalui sambungan telepon, Kamis, 28 September 2023. "Perajin Batik Blimbing benar-benar diajari dari nol. Kami mulai dikenal dinas, diajak studi banding, semua prosesnya itu tidak berjalan dengan cepat."

Di Kota Malang, Ima, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa nama sentra batik umumnya diambil dari nama kecamatan tempat mereka beroperasi. "Biar mudah diingat, karena sesama pembatik Kota Malang, kami sering sharing, terutama untuk meningkatkan kualitas produk," ia menambahkan.

Sementara di pesisir utara Jawa Tengah, Yayasan Lasem Heritage memulai upaya pelestarian batik Lasem melalui gerakan komunitas "Kesengsem Lasem" pada 2015. Dalam praktiknya, mereka tidak hanya membantu menaikkan kualitas produk maupun memasarkannya, tapi juga merumuskan ide supaya langkah-langkah yang diambil tidak jauh berlari dari pakem budaya lokal.

Saat ini, menurut Wakil Ketua Yayasan Lasem Heritage, Yullia Ayu, salah satunya mereka tengah menggarap program "Kartini Bangun Negeri" alias "Kabari" bersama Bank Indonesia. Kegiatan yang masih akan berjalan sampai 2025 ini melibatkan 14 partisipan yang terdiri dari enam rumah batik, dua desainer Indonesia, dan enam penjahit.

3 dari 4 halaman

Inovasi Produk Sesuai Tuntutan Zaman

Yullia berkata melalui sambungan telepon, Sabtu, 30 September 2023, "Kami melibatkan rumah batik se-Kecamatan Lasem. Kami kategorisasi mulai dari rumah batik rintisan, menengah, sampai berkembang, dan kami ambil perwakilan dari masing-masing kategori itu."

Merujuk riset internal mereka, disimpulkan bahwa konsumen "bosan dengan batik lasem yang hanya kain." "Makanya kami akan bikin produk ready-to-wear dalam desain street wear dengan berbagai macam kain, mulai dari linen, kapas tenun gedog, sampai bemberg," ia menyambung.

Pihaknya juga berencana mengembangkan motif pakem lama yang dinilai lebih sederhana dari motif batik yang sekarang ada di Lasem. "Kalau motif sekarang itu satu kain penuh banget," sebutnya. "Kami juga akan mencoba menghidupkan kembali batik cap."

Tahun ini, katanya, mereka fokus pada kain batik warna indigo yang lebih simpel; lebih sedikit motif, tapi tetap khas Lasem; dan memakai bahan ramah lingkungan karena menarget beberapa pangsa pasar, baik dalam maupun luar negeri. "Kami akan lakukan pemasaran ke negara tetangga dan Eropa. Kami sudah berjejaring untuk itu," ucapnya.

Perubahan ini dinilai kian penting karena sejak tahun lalu. Mereka mendapati tidak sedikit rumah batik di Lasem, terutama yang kecil, tutup. Regenerasi pembatik jadi biang keroknya, karena anak muda di sana lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik. "Rumah batik besar masih berjalan (bisnisnya), karena mereka buat pesanan dari luar kota," sebut Yullia.

4 dari 4 halaman

Gelar Kelas Membatik

Selain memberdayakan para pembatik, upaya pelestarian juga dilakukan dengan membuka kelas-kelas membatik, seperti yang dilakoni Rumah Batik Komar di Bandung, Jawa Barat. Berlokasi di Jalan Cigadung Raya Timur 1, Bandung, tempat itu menyiapkan paket belajar membatik untuk pemula sampai profesional.

Mereka menawarkan paket belajar secara singkat, mulai dari 1--5 hari. Yang paling basic adalah Paket 1 untuk durasi selama 1 jam. Dengan membayar Rp50 ribu per orang, kita bisa mengikuti tur proses membatik dan penyampaian materi dasar tentang batik.

Lalu, ada Paket 2 dan Paket 3 yang masing-masing berdurasi dua jam dan empat jam. Kedua paket ini ada penambahan materi, yaitu Praktik Batik Tulis dan Batik Cap 1 warna di kain 60 x 60 cm.

Paket profesional paling banyak diminati desainer, pelajar atau putra daerah yang ingin mengembangkan batik khas daerahnya. Paket profesional membatik langsung diampu oleh pemilik Batik Komar, Komarudin Kudiya. Lewat paket profesional diharapkan makin banyak putra daerah yang mengembangkan batik khas daerahnya masing-masing.

Peserta akan belajar selama lima hari dengan durasi belajar selama delapan jam setiap harinya. Paket profesional ini akan dibuka jika pesertanya minimal lima orang. Setiap orang membayar biaya pelatihan sekitar Rp4 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.