Sukses

6 Fakta Menarik Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta yang Melambangkan Budaya Jawa Islam

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 29 Mei 1773, merupakan simbol harmonisasi sisi kebudayaan khas Kerajaan Yogyakarta yang sarat perjalanan sejarah.

Liputan6.com, Jakarta - Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 29 Mei 1773. Masjid ini adalah simbol harmonisasi sisi kebudayaan khas Kerajaan Yogyakarta yang sarat perjalanan sejarah dengan religiusitas masyarakatnya.

Selain sebagai sarana beribadah bagi keluarga raja dan rakyatnya, Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta juga dikenal sebagai Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta. Masjid yang berlokasi di Alun-Alun Keraton, Jl. Kauman, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta ini dibangun sebagai kelengkapan Kerajaan Islam Ngayogyakarta Hadiningrat saat itu.

Masih banyak hal tentang tempat ibadah yang sarat cerita sejarah ini. Berikut enam fakta menarik Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta yang dirangkum Liputan6.com pada Minggu, 23 April 2023.

1. Arsitektur Budaya Islam Jawa

Secara keseluruhan, penataan serta detail bangunan Masjid Gedhe Kauman ini sangat mencirikan budaya Jawa Islam. Ciri tersebut tampak mulai dari atap masjid yang menggunakan pola susun tiga gaya tradisional Jawa bernama Tajug Lambing Teplok.

Mengutip dari laman Islamic Centre, Senin 24 April 2023, disebutkan pola ini bermakna tiga tahapan pencapaian kesempurnaan hidup manusia, antara lain hakikat, syariat, dan ma’rifat simbol hidup yang dekat dengan Allah Yang Maha Esa. Di bagian ujung teratas lapisan atap Masjid Gedhe Kauman terdapat mustaka berbentuk daun kluwih-se’jenis buah sukun, punya makna istimewaan bagi individu yang telah mencapai kesempurnaan hidup, serta gadha berbentuk huruf alif sebagai perlambang hanya Allah yang satu. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2. Diprakarsai Sri Sultan Hamengku Buwono I

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta diprakarsai oleh Sultan HB I bersama Kiai Fakih Ibrahim Diponingrat selaku Penghulu Keraton. Masjid Gedhe didirikan pada hari Ahad Wage 29 Mei 1773 Masehi, atau 6 Rabi'ul Akhir 1187 Hijriah/Alip 1699 Jawa.

Adapun rancang bangunan masjid dikerjakan oleh Kiai Wiryokusumo. Pendirian tersebut ditandai dengan candra sengkala yang berbunyi Gapura Trus Winayang Jalma, sengkalan tersebut tertulis pada prasasti di serambi masjid. 

3. Fungsi Masjid Juga Sebagai Mahkamah

Mengutip laman resmi Pemprov DIY Yogyakarta, Senin 24 April 2023, di masa awal Kesultanan Yogyakarta, masjid ini juga dipergunakan sebagai tempat untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hukum Islam, terutama perkara perdata.

Pimpinan pengurus masjid adalah penghulu keraton yang berada di dalam struktur Abdi Dalem Pamethakan. Salah satu Abdi Dalem penghulu keraton yang pernah bertugas di masjid ini bernama Raden Ngabei Ngabdul Darwis, yang kemudian dikenal sebagai Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Prosesi penyelesaian permasalahan hukum dilaksanakan di serambi masjid yang juga disebut sebagai Al Mahkamah Al Kabirah. Selain sebagai tempat pengadilan agama, juga berfungsi sebagai tempat pertemuan para alim ulama, pengajian dakwah islamiyah, dan peringatan hari besar. 

 

3 dari 4 halaman

4. Tiang Masjid Berusia 500 Tahun Lebih

Menurut para ahli, tiang-tiang tersebut menggunakan kayu jati Jawa yang digunakan secara utuh tanpa sambungan dan telah berusia antara 400 sampai 500 tahun. Ada hal unik lainnya di ruang shalat utama ini. Selain mihrab dan mimbar, terdapat maksura yakni sebuah ruangan kecil di shaf terdepan yang merupakan tempat khusus bagi sultan dan keluarganya melaksanakan ibadah. 

5. Kolam Jernih untuk Membasuh Kaki 

Jika ditelisik lebih dalam, akan terlihat bahwa tidak satu pun ruang dan ornamen di masjid ini sangat filosofis. Profil buah labu dalam bahasa Jawa disebut waluh di setiap pilar pagar pun memiliki makna pengingat kepada Allah yang dalam bahasa Arab disebut Wallahi.

Kebesaran makna filosofis dan sejarah panjang masjid ini akan membuat siapa pun yang menjelajahinya merasa melewati mesin waktu kebudayaan Jawa. Tak hanya menyejukkan dahaga kebudayaan, suasana masjid juga terasa sejuk dengan adanya blumbang, yakni kolam yang mengelilingi serambinya. Kolam ini dialiri air jernih untuk membersihkan kaki sebelum memasuki masjid.

 

4 dari 4 halaman

6. Masjid Pernah Terkena Gempa

Pada 1867, terjadi gempa besar yang memporak-porandakan Yogyakarta. Regol dan serambi Masjid Gedhe runtuh menimpa Kiai Penghulu hingga meninggal. Saat itu Sri Sultan Hamengku Buwono VI lalu memberikan Kagungan Dalem Surambi Munara Agung, yaitu material yang sedianya dipergunakan untuk membangun Pagelaran Keraton dialihkan untuk membangun kembali serambi Masjid Gedhe.

Pembangunan kembali ini sekaligus memperluas serambi menjadi dua kali luas semula. Sedang Regol dibangun kembali dua tahun kemudian, ditandai candra sengkala yang berbunyi Murti Trus Giri Narpati (1798 J). Usai peristiwa itu paling tidak dua kali Masjid Gedhe direnovasi. Pada 1917 sempat dibangun Pajagan (gardu penjaga) di kanan dan kiri regol.

Lalu pada 1933 atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII atap masjid juga dirombak. Kayu sirap masjid yang sudah lapuk diganti dengan seng bergelombang, sedang lantai serambi yang tadinya terbuat dari batu kali, diganti dengan tegel kembang. Dilanjutkan pada 1936, lantai batu kali di ruang sholat utama diganti dengan marmer dari Italia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini