Sukses

Nepal Larang Turis Trekking Sendirian, Wajib Didampingi Pemandu Berlisensi

Wisata trekking di Nepal makin naik daun dan didominasi turis yang tidak berpengalaman.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Nepal memperluas larangan perjalanan solo untuk turis yang mengunjungi negaranya. Kebijakan baru itu diambil setelah Nepal melarang para pendaki mendaki Gunung Everest sendirian sejak lima tahun lalu.

Negara itu tidak hanya dikenal sebagai rumah bagi pegunungan tertinggi kedelapan di dunia, tetapi juga memiliki kawasan rute trekking pedesaan yang indah. Mulai saat ini, pelancong yang berminat untuk trekking di kawasan pedalaman diwajibkan untuk didampingi pemandu berlisensi yang diakui pemerintah atau bergabung dalam kelompok.

Wisata trekking merupakan salah satu penghasil devisa terbesar di negara itu. Namun, biaya misi pencarian dan penyelamatan untuk pejalan kaki solo yang tersesat sangatlah signifikan.

"Saat Anda bepergian sendirian, jika terjadi keadaan darurat, tidak ada yang membantu Anda," kata Mani R. Lamichhane, Direktur Dewan Pariwisata Nepal, dikutip dari CNN, Selasa (14/3/2023). "Tidak apa-apa jika mereka bepergian di kota-kota, tetapi di pegunungan terpencil, infrastrukturnya tidak memadai."

Lamicchane menambahkan, "Ketika turis hilang atau ditemukan tewas, bahkan pemerintah tidak dapat melacak mereka karena mereka mengambil rute yang jauh."

Selain masalah pejalan kaki yang hilang di pedesaan, Lamichane juga meyoroti masalah yang ditimbulkan pemandu wisata dan perusahaan penyedia trekking yang tidak berlisensi. Menurut Lamichhane, perusahaan-perusahaan yang tidak mendaftar ke pemerintah tidak membayar pajak dan hanya mengambil pekerjaan dari orang Nepal.

"Ada beberapa kasus di mana asosiasi pendakian meminta kami untuk menghentikan operasi pendakian yang tidak legal ini. Ini sudah lama menjadi tuntutan dari asosiasi pariwisata," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kebijakan Pengetatan Trekking Solo di Nepal Tuai Pro Kontra

Meski maksudnya baik, kebijakan baru yang memperketat aturan trekking solo di Nepal itu menuai pro kontra. Sejumlah komunitas pendaki dan trekking memiliki opini beragam menanggapinya.

Ian Taylor, pemilik perusahaan pemandu ternama yang memiliki sejarah panjang di Nepal, berpendapat bahwa langkah itu masuk akal seiring makin banyaknya orang yang mencoba pendakian sulit di negara tersebut. "Banyak hal telah berubah secara drastis di wilayah ini selama bertahun-tahun," katanya kepada CNN.

"Dulu Anda hanya melihat pejalan kaki dan pendaki berpengalaman di wilayah tersebut. Banyak dari mereka bepergian tanpa pemandu, dan mereka benar-benar mandiri."

"Namun, sekarang jumlah orang yang bepergian jauh lebih banyak di wilayah ini dan lebih banyak dari mereka adalah turis, bukan trekker. Mereka tidak mandiri di luar ruangan dan oleh karena itu membutuhkan bantuan pemandu yang berpengalaman," ia menerangkan.

Taylor menambahkan bahwa pemerintah Nepal tidak memiliki kapasitas untuk memeriksa setiap pemohon visa secara terpisah. Karena itu, keputusan yang diambil berlaku secara menyeluruh. "Sebagai orang yang mencintai pegunungan dan mengunjungi daerah pegunungan di dunia, sangat mengecewakan karena harus sampai seperti ini," lanjut Taylor.

"Kami tidak pernah ingin melihat akses orang ke gunung dibatasi. Namun, situasi di Nepal sangat unik, dan perubahan perlu dilakukan."

3 dari 4 halaman

Nepal Larang Turis Main TikTok di Destinasi Wisata

Larangan lain yang dikeluarkan Nepal untuk para turis adalah memainkan TikTok. Hal tersebut dilakukan dalam upaya memulihkan kedamaian di tempat-tempat suci dan membubarkan "kerumunan swafoto" yang mengganggu.

Dikutip dari Euronews, Senin, 31 Oktober 2022, video di aplikasi populer tersebut memang hanya berdurasi 15 detik. Namun, terlalu banyak pengunjung yang berpose dan menari di depan atraksi religi seperti Boudhanath Stupa yang megah di Kathmandu, Nepal.

Tanda-tanda 'No TikTok' juga telah dipasang di situs ziarah Buddhis Lumbini, Kuil Ram Janaki di Janakpur, dan kuil Gadhimai di Bara dalam beberapa bulan terakhir. "Membuat TikTok dengan memutar musik keras akan mengganggu para peziarah dari seluruh dunia yang datang ke tempat kelahiran Buddha Gautama," kata Sanuraj Shakya, juru bicara Lumbini Development Trust yang mengelola kuil-kuil di Lumbini.

"Kami telah melarang pembuatan (video) TikTok di dalam dan di sekitar taman suci, tempat kuil utama berada," katanya pada situs berita teknologi Rest of the World.

Laporan menunjukkan bahwa sebagian besar TikTok tourism dilakukan turis domestik. Warga Nepal menghabiskan waktu "berdiam" yang lama karena lockdown selama pandemi COVID-19.

Bintang Tiktok sedang naik daun secara global. Dengan berjam-jam menggunakan aplikasi, generasi muda di Nepal memanfaatkan platform berbagi video secara besar-besaran. Menurut survei nasional tahun ini, jumlah responden dengan akses internet yang melaporkan menggunakan TikTok meningkat dari tiga hingga lebih dari 55 persen hanya dalam dua tahun.

4 dari 4 halaman

Beda Hiking dan Trekking

Trekking dan hiking merupakan dua aktivitas luar ruang yang menantang dan banyak digemari, terutama sejak pandemi melanda. Dua istilah ini kerap dianggap sama, tetapi sebenarnya memiliki arti berbeda. Berikut perbedaan antara hiking dan trekking dikutip dari laman adventures.com:

1. Hiking dilakukan semata untuk kesenangan, untuk terhubung kembali dengan alam, dan menenangkan pikiran. Sementara, trekking juga dilakukan untuk kesenangan atau hobi, tetapi dengan tujuan yang lebih khusus. Ziarah kerap dimasukkan ke dalamnya yang termasuk mencari makna spiritual atau moral.

2. Hiking biasa dilakukan melewati jalur dan jejak kaki yang sudah ada. Sementara, trekking dilakukan melewati jalur pendakian lintas alam, jalan tanah, jalur gunung, atau area tanpa jalan di hutan belantara.

3. Hiking dilakukan hanya seharian, jaraknya mulai dari 2,5 kilometer hingga 50 kilometer. Sementara, trekking dijalani selama beberapa hari dan jaraknya mulai dari 50 kilometer hingga lebih dari 24 ribu kilometer.

4. Hiking dilakukan dalam jangka waktu pendek atau menginap semalam. Sementara, trekking minimal membutuhkan waktu dua hari atau selama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

5. Bekal untuk hiking tidak terlalu banyak, biasanya terdiri dari sebotol air minum, bekal makan siang, dan kaus kaki ganti. Kalaupun butuh menginap, perlengkapan yang dibutuhkan hanya pakaian ganti, tenda, kantung tidur, lebih banyak makanan, dan sepatu hiking. Sementara, trekking memerlukan perlengkapan yang lebih banyak, minimal tas trail berkapasitas 50--60 liter dengan isi di antaranya peralatan masak, obat-obatan, tenda, baju, dan kompas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.