Sukses

Maroko Larang Pelancong dari China Memasuki Negaranya, Indonesia Sambut Terbuka

Maroko melarang pelancong dari China memasuki negaranya, terlepas dari kebangsaannya, untuk mencegah meluasnya infeksi Covid-19

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan China membuka perbatasan internasionalnya di tengah meningkatnya kasus positif Covid-19 menuai respons beragam dari beragam negara. Yang terbaru adalah sikap keras dari Maroko.

Negara di Afrika Utara itu memutuskan untuk menutup perbatasan mereka sepenuhnya untuk para pelancong yang datang dari China, terlepas dari kebangsaan mereka. 

"Mengingat evolusi situasi kesehatan terkait Covid-19 di Tiongkok, dan kontak reguler dan langsung dan pihak Tiongkok, dan untuk menghindari gelombang baru infeksi di Maroko dan semua konsekuensinya, otoritas Maroko memutuskan untuk melarang akses ke wilayah Kerajaan Maroko untuk semua pelancong, terlepas dari kebangsaannya, yang berasal dari Republik Rakyat Tiongkok," demikian pernyataan diplomatik yang disampaikan Maroko di laman Kementerian Luar Negeri Maroko, Selasa (3/1/2023).

Meski begitu, mereka menegaskan bahwa langkah luar biasa yang diambil tidak memengaruhi persahabatan antara kedua bangsa maupun kemitraan strategis antara China dan Maroko. Langkah tersebut berbeda dengan yang diambil Indonesia.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyatakan bahwa izin kunjungan ke Indonesia dilakukan dengan 'prinsip terbuka dan penuh kehati-hatian'. Namun, Indonesia saat ini tidak mewajibkan turis China melampirkan hasil negatif Covid-19.

"Aturan pelancong internasional masuk ke Indonesia masih menggunakan Surat Edaran Satgas Nomor 25 Tahun 2022, yang mana tidak ada (pelampiran) tes PCR," tuturnya dalam Weekly Briefing with Sandi Uno, Senin, 2 Januari 2022. "Tidak ada juga semacam travel warning. (Kami ingin) membangun narasi bahwa Indonesia menyambut wisman Tiongkok dengan terbuka."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Target Indonesia

Sandi menyatakan pemerintah akan menyambut kedatangan turis Tiongkok dengan mengetatkan penerapan protokol kesehatan yang ketat, serta menggalakkan CHSE (Cleanliness atau kebersihan, Health atau kesehatan, Safety atau keamanan, dan Environment Sustainability atau kelestarian lingkungan).

"Kami juga memastikan (bahwa) destinasi tersertifikasi (CHSE). Vaksinasi pun akan digenjot, khususnya booster, supaya bisa menyambut wisman dari Tiongkok dengan baik," ia mengatakan. "Informasi dari Kemenkes, (tingkat) kekebalan kita sudah di atas 98 persen." 

Pemerintah akan fokus pada wisata alam dan budaya untuk menarik wisman China agar lebih lama tinggal di Indonesia dan mengeluarkan uang lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintah menargetkan kunjungan wisman dari China ke Indonesia pada 2023 adalah 253 ribu kunjungan. "Sebelum pandemi, wisman Tiongkok mencatat dua juta kedatangan (ke Indonesia)," imbuh dia.

Upaya mengejar target itu akan dimulai dengan meningkatkan jumlah penerbangan dari China. Ia berharap ada tiga titik inbound, yakni  Guangzhou, Shanghai, dan Beijing. "Sudah ada beberapa permintaan dari maskapai internasional sambil menunggu kesiapan Garuda Indonesia menyediakan penerbangan direct," sebut Menparekraf.

3 dari 4 halaman

Perketat Pengawasan

Namun, tidak semua negara membuka pintu lebar-lebar untuk turis China. Sejumlah negara di Eropa, Asia, hingga Amerika Serikat memutuskan memperketat pengawasan terhadap pelancong yang tiba dari Tiongkok dengan mewajibkan mereka melampirkan hasil negatif tes Cpovid-19.

Korea Selatan, misalnya, yang menerapkan aturan tersebut mulai Senin, 2 Januari 2022. Dikutip dari Yonhap, otoritas Bandara Internasional Incheon membagikan name tag berwarna merah kepada para pengunjung jangka pendek dari China untuk mengidentifikasi mereka. Para tentara dengan baju pelindung berwarna biru tampak mengantar para pendatang ke pusat tes PCR.

Kebingungan sempat terjadi karena beberapa pendatang dari Singapura tak sengaja diberikan name tag berwarna merah karena salah tempat berbaris. Aturan itu diumumkan tiga hari yang lalu. Mereka juga harus dipisah ke fasilitas khusus hingga hasil tesnya dikonfirmasi. Sementara, warga Korea Selatan dan orang asing dengan status residensi di Korea Selatan harus karantina mandiri setelah tes PCR.

Negara tetangga, Australia, bakal mewajibkan turis yang datang dari China untuk melakukan tes COVID-19 sebelum masuk negaranya. Kebijakan ini mulai berlaku per 5 Januari 2023.

Menteri Kesehatan Australia, Mark Butler, mengatakan bahwa data epidemologi dan genom dari China kurang spesifik. Sebagai bentuk kehati-hatian, Australia meminta para turis yang datang dari China, Makau, dan Hong Kong untuk menunjukkan hasil tes negatif dari COVID-19 dalam rentang 48 jam sebelum keberangkatan, dikutip dari Channel News Asia.

4 dari 4 halaman

Daftar Bertambah

Daftar negara yang menguji penumpang dan mengurutkan sampel dari orang-orang yang tiba dari China dalam upaya untuk mengidentifikasi mutasi baru yang berbahaya yang dapat menyebar dengan cepat melalui populasi mereka terus bertambah. Sebelumnya ada AS, Jepang, Inggris, dan Prancis yang menyampaikan lebih dulu.

Kanada bergabung dengan daftar itu pada Sabtu, pekan lalu, dan akan mengharuskan pelancong yang tiba dari China, Hong Kong dan Makau mulai 5 Januari 2023 untuk memberikan bukti hasil tes Covid-19 negatif, yang diambil tidak lebih dari dua hari sebelum keberangkatan mereka, kepada maskapai penerbangan sebelum naik.

Langkah itu diambil sebagai tanggapan atas lonjakan kasus Covid-19 di China dan "data urutan epidemiologis dan genom virus yang terbatas yang tersedia pada kasus-kasus ini," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa tindakan itu akan dinilai setelah 30 hari karena lebih banyak data dan bukti tersedia.

Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak pejabat kesehatan China untuk membagikan informasi spesifik dan real-time tentang situasi COVID-19 pada Jumat, 30 Desember 2022, termasuk soal data pengurutan genetik, data tentang rawat inap, kematian, dan vaksinasi. Selama ini, data resmi dari China dinilai tidak dapat diandalkan. Pasalnya, lebih sedikit pengujian yang dilakukan di seluruh China menyusul pelonggaran kebijakan ketat "nol-COVID" baru-baru ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.