Sukses

Sandiaga Uno Angkat Bicara soal Polemik Kebaya yang Akan Didaftarkan 4 Negara ke UNESCO

Rapat Kemendikbud Ristek dan DPR RI telah resmi memutuskan untuk mendaftarkan kebaya lewat jalur single nomination. Apa tanggapan Menparekraf Sandiaga Uno?

Liputan6.com, Jakarta - Masalah pendaftaran kebaya sebagai warisan budaya dunia takbenda UNESCO masih menjadi polemik.  Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI), Sandiaga Salahuddin Uno ikut buka suara soal kisruh Singapura yang berencana mendaftarkan kebaya sebagai salah satu daftar warisan budaya tak benda UNESCO dalam upaya multinasional dengan Brunei, Malaysia dan Thailand.

Sandiaga Uno menilai, hal tersebut sebenarnya tak perlu diperdebatkan masyarakat Indonesia.  Dia justru ingin kebaya turut serta dalam upaya multinasional bersama negara tetangga tersebut. Meski begitu, rapat Kemendikbud Ristek dan DPR RI pada 16 November 2022 telah resmi memutuskan untuk mendaftarkan kebaya lewat jalur single nomination.

Pasalnya, hal itu tak lain untuk mempercepat proses agar kebaya bisa diakui UNESCO. Mengingat, Indonesia sendiri memiliki tiga dari ribuan warisan budaya tak benda yang tengah antre untuk didaftarkan ke UNESCO, yaitu reog, tenun, dan tempe.

Selain itu ada satu lagi yang tengah dalam proses pendaftaran, yakni jamu. "Jadi, kebaya tidak lagi perlu kita perdebatkan, ini tentunya budaya luhur milik anak bangsa, yang telah diputuskan menjadi single nomination," ucap Sandiaga dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin (28/11/2022).

"Kita akan mendorong dan menguatkan kebaya diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia," sambungnya. Pria yang biasa disapa Sandi ini menambahkan, Indonesia ini kaya raya karena punya 1.528 warisan budaya tak benda yang bisa diajukan ke UNESCO.

Kalau itu semua diajukan maka perlu waktu sekitar 3.000 tahun untuk mengurusnya. "Itu karena pengajuan hanya bisa diakomodasi tiap 2 tahun. Oleh karena itu, join nomination adalah salah satu cara yang saat ini mempercepat proses enskrispi warisan budaya tak benda ke UNESCO," terangnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Indonesia Urutan ke-5

Sementara, join nomination dapat diajukan oleh dua negara atau lebih secara bersama-sama setiap setahun sekali. “Namun karena telah diputuskan, oleh karena itu KemenkoPMK, dan juga Komisi X, maka kita akan mendorong dan menguatkan keputusan single nomination,” terangnya.

Beberapa hari lalu beredar berita bahwa Singapura menggandeng tiga negara Asia Tenggara, yakni Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam, untuk mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya dunia takbenda UNESCO pada Maret 2023. Sementara, Indonesia hingga saat ini akan mengajukan proposal serupa lewat jalur mandiri. Lalu, siapa yang akan diproses lebih dulu?

Rahmi Hidayati, pendiri Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), menyebut jika Singapura dkk sudah mendaftarkan kebaya ke UNESCO secara resmi, Indonesia akan berada di urutan ke-5 karena telat mendaftar.  Menurut Rahmi, Singapura dkk lebih siap dibandingkan Indonesia dalam hal penyiapan dokumen (dosier) maupun dokumentasi pendukung, seperti foto dan video.

"Aturannya UNESCO soal pendaftaran ini bahwa negara-negara ini sudah melestarikan budaya itu selama 25 tahun terakhir. Kalau Singapura bisa buktikan 25 tahun lalu sudah pakai kebaya, mereka berhak mendaftarkan budaya takbenda asal Singapura," ujar Rahmi kepada wartawan, Jumat, 25 November 2022.

3 dari 4 halaman

Singapura Mengajak Indonesia

Jika merujuk pada sejarah, asal-usul kebaya bermula dari Indonesia dengan bukti sejumlah relief pada candi. Dari Indonesia, sejumlah orang yang beremigrasi ke negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, turut membawa budaya nenek moyang, termasuk kebaya. "Kalau lihat sejarah yang memang dari Indonesia, sudah ada dari ratusan tahun. Tapi, bukan itu concern UNESCO.  Di UNESCO bukan dilihat dari sejarah asal-usul kebaya, tapi sudah lestarikan dalam 25 tahun," sambung Rahmi.

Singapura, kata Rahmi, sebenarnya sudah mengajak Indonesia untuk bergabung dalam pengajuan multinasional kebaya sejak Desember 2021. Namun, wacana itu ditolak sebagian masyarakat yang meyakini bahwa Indonesia lebih berhak mengklaim kebaya sebagai warisan budaya takbenda berdasarkan latar belakang sejarah tersebut.

Di sisi lain, proses seleksi proposal tidak sederhana. Banyak dokumen dan data pendukung yang harus disiapkan, termasuk tahapan pengakuan warisan budaya dari tingkat daerah. Karena itu, keputusan untuk mengajukan sendiri kebaya ke UNESCO bisa dipandang merugikan Indonesia saat ini.

Rahmi menyebut pengakuan dari UNESCO itu akan bermanfaat dari segi ekonomi, khususnya terkait bujet pelestarian dan kesempatan untuk difasilitasi dalam hal sosialisasi. Jika tidak terdaftar, anggaran dan kerja pelestarian harus dilakukan mandiri oleh Indonesia.

4 dari 4 halaman

Asia Tenggara

Menurut dia, yang terpenting saat ini adalah seluruh elemen bangsa benar-benar bergerak memperkenalkan ke dunia bahwa sejarah kebaya itu dari Indonesia. "Itu yang harus digaungkan ke dunia. Bahwa mereka misalnya sekarang sudah terdaftar, yang penting dunia tahu asal-usulnya dari Indonesia," ucapnya."Cara paling gampang, kita berkebaya saat jalan-jalan ke luar negeri," pungkasnya.

Sebelumnya, mengutip laporan The Straits Times, Kamis, 24 November 2022, National Heritage Board (NHB) atau Dewan Warisan Nasional pada Rabu, 23 November 2022, mengatakan upaya pengajuan kebaya oleh Singapura dan tiga negara lain akan menjadi nominasi multinasional pertama Singapura untuk UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity (Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO). Upaya tersebut dijadwalkan untuk diserahkan pada Maret 2023.

"Kebaya adalah pakaian tradisional wanita yang populer di wilayah tersebut," kata NHB, dan "mewakili dan merayakan sejarah bersama di wilayah tersebut, mempromosikan pemahaman lintas budaya dan terus hadir dan secara aktif diproduksi dan dikenakan oleh banyak komunitas di Asia Tenggara".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.