Sukses

Cerita Akhir Pekan: Petani dan Rempah-Rempah Indonesia

Petani jadi tulang punggung bagi perkembangan rempah di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Sektor pertanian kian banyak dilirik oleh para milenial belakangan ini, mereka bergerak dalam berbagai sektor pertanian, termasuk rempah-rempah. Rempah-rempah merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai rasa dan aroma yang kuat dan berfungsi sebagai bumbu dan penambah rasa pada makanan. 

Rempah-rempah dapat juga digunakan sebagai obat serta bahan baku obat herbal, selain digunakan dalam masakan. Rempah termasuk salah satu komoditas ekspor yang dimiliki Indonesia, salah satunya pala, seperti dilakukan oleh Hopney Tuameley yang tinggal di Desa Rumakay, Seram Bagian Barat, Maluku. Sudah tahunan ia berprofesi sebagai petani pala.

"Rempah itu merupakan barang ekspor yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan sejarah, para penjajah dari Belanda pun datang ke Indonesia karena kita punya rempah-rempah, termasuk pala," ujar Hopney saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 21 Agustus 2021.

Pala di Rumakay disebut dengan pala papua karena bijinya panjang dan buahnya agak besar. Berbeda dengan pala tuni atau pala banda. "Jadi pala kami ini merupakan pala panjang dengan kualitas yang bagus. Perbandingan beratnya itu jauh sekali dengan pala tuni itu," kata Hopney.

Namun, Hopney mengungkapkan di Maluku tidak ada pabrik untuk mengolah pala. Ia dan para petani lain hanya bertani saja. Setelah itu mereka menjualnya kepada pembeli.

"Kami hanya petani saja, kami kemudian menjualnya kepada China. Untuk satu kilogram, saya menjualnya Rp42 ribu itu bijinya dan harga itu masih di bawah standar dan termasuk murah.  Tapi kalau bunganya Rp250 ribu. Jadi, bunganya lebih mahal daripada bijinya," ungkap Hopney.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perlu Perhatian

Hopney mengatakan tidak tahu pala itu bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan saja. Ia hanya tahu bahwa pala bisa digunakan untuk bahan pembuatan jus yang waktu panennya pada April dan Oktober setiap tahun.

"Pala itu bisa digunakan sebagai jus. Hanya itu yang saya tahu karena di sini kan tidak ada pabrik pengolahannya. Saya hanya menaman, kemudian saya jual," terang Hopney lelaki berusia 55 tahun.

"Di sini itu yang dijual itu biji dan bunganya saja. Kalau kulitnya kami buang, kalau di Papua itu bisa digunakan untuk jus," imbuhnya.

Saat ini, Hopney berharap pemerintah, baik daerah maupun pusat untuk memperhatikan petani pala di Kabupaten Seram Bagian Barat. Ia mencontohkan, untuk menjualnya, ia perlu yang waktu sekitar tiga jam dan harus menaik feri untuk penyeberangan. Mereka membutuhkan alat transportasi untuk mereka yang akan menjual hasil panennya.

"Ke depan saya berharap harga biji pala itu bisa lebih ditingkatkan ya. Bisa lebih mahal," kata Hopney lagi. "Tapi dengan hasil pala itu bisa menghidupi keluarga kami. Pala itu mudah untuk dirawatnya karena tidak memerlukan alat pertanian yang modern dan di sini tidak menggunakan pupuk," ucap Hopney.

3 dari 4 halaman

Rempah-Rempah

Sementara itu, Harry Nazarudin dari Komunitas Jalan Sutra mengatakan perdagangan rempah saat ini masih berjalan, tapi nilainya sudah tidak seperti dulu. Rempah seperti pala, cengkih, lada digunakan sebagai bahan makanan.

"Saat ini industri yang mendukung rempah itu ada dua, industri rempah untuk makanan dan essence. Industri yang paling besar menggunakan essence itu rokok. Jadi, rokok itu konsumen hasil rempah yang paling besar," ungkap Harry saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 20 Agustus 2021.

"Jadi, salah satu pemakai terbesar untuk flavour itu ada rokok dan pada makanan," tegas Harry. "Namun, untuk pemakaian yang paling umum itu ada pada lada atau merica. Setelah itu, cengkih, kemudian pala, dan sebagainya," imbuhnya.

Saat ini, kata Harry, pasar domestik untuk lada atau merica itu sangat kuat, salah satunya adalah dengan kehadiran bubuk lada. Sebelumnya, lada hanya dijual secara curah.

"Sekarang itu, merica itu sudah ada mereknya dan orang sudah banyak yang membelinya dalam bentuk curah," imbuh Harry.

Ke depan, Harry mengatakan dengan adanya program Spice Up th World yang diusung oleh pemerintah, maka rempah-rempah bisa lebih melejit dan berkembang.

"Tapi saya berharap pemerintah juga perlu menggandeng pihak swasta, terutama bagi mereka yang sudah punya nama di luaar negeri. Dengan begitu, pemasaran bumbu-bumbu dari rempah Indonesia bisa meningkat dan dikenal oleh negara-negara lain," tandas Harry.

4 dari 4 halaman

Daerah Penghasil Rempah di Indonesia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.