Sukses

Terumbu Karang di Perairan Karibia Mati karena Penyakit Misterius Mirip Covid-19

Karena penyakit misterius mirip Covid-19, koloni terumbu karang Karibia yang tumbuh selama ratusan tahun mati hanya dalam beberapa minggu.

Liputan6.com, Jakarta - "Penyakit misterius, sangat menular, dan mematikan" menyebar di terumbu karang Laut Karibia. Penemuan ini, mengutip VICE World News, Rabu, 18 Agustus 2021, mengkhawatirkan para ilmuwan.

Penyebarannya dari Florida ke ujung Karibia dapat memusnahkan sebagian besar karang keras, menghancurkan terumbu karang dan kehidupan laut. Kerusakan lingkungan juga akan mengganggu kehidupan jutaan masyarakat pesisir yang bergantung pada terumbu karang untuk makan atau bekerja.

"Ini pada dasarnya seperti COVID-19 pada karang," kata Gabriela Ochoa, manajer program di Taman Laut Roatan di Kepulauan Teluk Honduras. Memengaruhi lebih dari 20 spesies karang keras, bahaya penyakit kehilangan jaringan karang berbatu (SCTLD) mengancam terumbu karang yang tumbuh lambat, ekosistemnya rapuh, dan tidak dapat diperbaiki.

"Satu-satunya perbedaan adalah tingkat kematian COVID-19 bahkan tidak sebanding dengan apa yang kita lihat di terumbu karang," ujar Ochoa. Pada beberapa spesies karang, tingkat kematiannya mencapai 100 persen.

Faktor lain, seperti polusi dan perubahan iklim, telah menyebabkan hilangnya sekitar 60 persen tutupan karang di Karibia selama tiga dekade terakhir. Namun, penyakit misterius ini membunuhnya pada tingkat yang jauh lebih cepat.

Sekali koloni terinfeksi, kematian bisa datang dengan sangat cepat. "Anda dapat kehilangan koloni yang tumbuh selama ratusan tahun hanya dalam beberapa minggu atau bulan," kata Melina Soto, Koordinator Meksiko untuk Healthy Reefs Initiative.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2 Teori Penyebabnya

SCTLD pertama kali ditemukan pada 2014 di lepas pantai Florida. Sejak itu, penyakit itu telah menginfeksi sekitar setengah dari terumbu karang di negara bagian tersebut. Penyebabnya masih belum diidentifikasi, tapi kemungkinan besar adalah manusia.

Ada dua dugaan penyebab utama "mimpi buruk" ini terjadi. Yang pertama, faktor-faktor seperti perubahan iklim dan kenaikan suhu laut bersama kontaminan, termasuk limbah yang tidak diolah dan tabir surya, telah mengurangi ketahanan terumbu karang.

Sementara teori kedua berpusat pada gagasan bahwa patogen baru muncul sebagai akibat dari aktivitas manusia. "Seperti COVID-19, ketika Anda memiliki masalah kesehatan lain, Anda berisiko lebih tinggi terpapar," kata Ochoa.

3 dari 4 halaman

Tanda Karang Terinfeksi

Selama tujuh tahun terakhir, penyakit ini menyebar ke seluruh Laut Karibia, sering kali bergerak melawan arus dan menunjukkan bahwa patogen mungkin mencapai daerah baru dengan menempel di perahu. "Salah satu poin yang hampir selalu berulang adalah kasus pertama ditemukan di dekat pelabuhan," kata Soto.

Pada 2018, SCTLD ditemukan di lepas pantai Puerto Morelos, terletak di antara tempat wisata Cancun dan Playa del Carmen di dekat ujung utara Mesoamerika Reef. Penyakit ini telah menyebar ratusan kilometer di sepanjang koloni karang keras sampai ke titik paling selatan di sekitar Kepulauan Bay di Honduras, tempat pertama kali terdeteksi pada September 2020.

Karang otak adalah yang paling terpengaruh, menurut Healthy Reefs Initiative. Penyakit ini telah menempatkan satu spesies langka, karang pilar, di ambang kepunahan. Tanda pertama bahwa karang terinfeksi adalah munculnya lesi kecil yang membuat jaringan karang tidak memperlihatkan tulang.

Saat penyakit berkembang, karang dilucuti dari semua jaringannya, tidak meninggalkan apa pun kecuali kerangka mati. Setelah infeksi hadir, penyakit dapat menyebar ke seluruh sistem terumbu karang oleh ikan atau penyelam yang melompat dari situs yang terinfeksi ke situs yang sehat.

4 dari 4 halaman

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.