Sukses

Simulasi Pasangan Ganjar-Erick Jadi Favorit, Ini Penilaian Akademisi

Masyarakat Indonesia dinilai mencari figur pemimpin yang sanggup meneruskan program pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Indonesia dinilai mencari figur pemimpin yang sanggup meneruskan program pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam survei yang dibuat periode 1-6 Desember, Indikator Politik Indonesia membuat simulasi pasangan capres dan cawapres.

Dari empat simulasi yang dibuat Indikator Politik Indonesia, pasangan Ganjar Pranowo dengan Erick Thohir masih menjadi yang sangat diminati oleh sebagian besar responden. Bahkan ketika dikompetisikan dengan Anies-AHY, pasangan Ganjar-Erick masih lebih unggul dengan 38,6%.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati menilai bahwa elektabilitas pasangan Ganjar-Erick lantaran publik masih menginginkan sosok kepemimpinan bangsa seperti Presiden Joko Widodo.

Menurut Sukmajati, fenomena calon pemilih saat ini sangat berbeda dari pemilu 2014. Saat itu pemilih menginginkan perubahan gaya kepemimpinan nasional. Seperti dekat dengan masyarakat, sederhana, ramah dan kerja nyata.

"Saat ini publik menginginkan sosok pemimpin nasional yang menawarkan program untuk meneruskan program presiden sebelumnya. Mungkin publik tak akan suka dengan gaya kepemimpinan nasional yang menawarkan kebijakan yang berbeda atau mendekonstruksi dari kebijakan Presiden Jokowi selama ini," ujar Sukmajati.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gaya Kepemimpinan

Menurutnya, gaya kepemimpinan yang menawarkan untuk meneruskan program Presiden Jokowi tersebut, terdapat pada pasangan Ganjar-Erick. Sosok Ganjar Erick diharapkan dapat mewujudkan politics programmatic. Terlebih lagi, diprediksi hingga 2 tahun mendatang Indonesia masih dibayang-bayangi krisis ekonomi global.

Survei Indikator Politik Indonesia lanjut Sukmajati, juga menunjukan saat ini pemilih tak menginginkan calon pemimpin nasional yang sekadar menjual kepopuleran, tidak punya visi misi yang jelas untuk memajuan bangsa, kerap bermain isu dan hanya menggunakan politik identitas.

Memang Sukmajati mengakui, saat ini politics programmatic belum terlalu kuat. Saat ini politik di Indonesia masih didominasi politik identitas dan politik uang.

3 dari 4 halaman

Adu Program

"Kalau Indonesia ingin mewujudkan politic programmatic harus didukung seluruh pihak seperti parpol, capres cawapres dan calon pemilihnya. Harapannya di pilpres 2024 tak sekadar menjual nama saja. Namun adu program, visi dan gagasan. Saat ini masyarakat Indonesia sudah lebih rasional terhadap politik identitas. Sehingga politic programmatic bisa dijadikan momentum bangsa Indonesia untuk memilih calon pemimpin yang sanggup memimpin 5 tahun ke depan," papar Sukmajati.

Jika tak ada aral melintang, hasil survei yang Indikator Politik Indonesia tak akan jauh berbeda dengan hasil akhir pilpres dan pileg 2024 mendatang. Kunci untuk mempertahankan elektabilitas capres cawapres ditentukan oleh masing-masing kandidat. Jika capres cawapres tidak melakukan aksi yang menimbulkan reaksi negatif, Sukmajati menilai hasil survei Indikator Politik Indonesia tak akan jauh berbeda dengan hasil akhir pilpres atau pileg 2024.

 

4 dari 4 halaman

Pengelolaan Isu

"Naik atau turunnya elektabilitas capres cawapres ditentukan mereka sendiri. Kita bisa belajar dari pengalaman pilkada DKI yang lalu ketika Ahok kepeleset dengan membawa sentimen agama. Sehingga capres cawapres harus pintar-pintar mengelola isu yang tengah berkembang. Oleh sebab itu dukungan partai dan publik dalam pilpres dan pileg mendatang cukup dominan,"ungkapnya.

Agar parpol dapat memenangkan kontestasi pileg 2024, menurut Sukmajati mereka harus dapat memilih calon yang 'laku' dijual'. Dari pengalaman pemilu 2019 yang lalu, efek ekor jas sangat mendominasi untuk meningkatkan kemenangan parpol. Jika parpol gegabah memilih calonnya, maka efek ekor jas yang diharapkan untuk memenangkan pemilu 2024 tak akan terjadi.

"Harusnya dengan calon yang bagus dan didukung parpol yang solid, efek ekor jas di pemilu 2024 dapat terjadi. Ganjar sebagai kader PDIP seharusnya dapat memberikan efek ekor jas. Sehingga kerja sama antara parpol dan capers cawapres untuk memikat pemilih sangat vital," pungkas Sukmajati.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.