Sukses

Emak-Emak Wajib Tahu, Bolehkah Mencicipi Makanan saat Puasa, Apakah Batal?

Emak-emak saat Ramadahan seperti ini disibukkan di dapur untuk siapkan hidangan sahur maupun buka. Ini yang harus dilakukan emak-emak saat cicipi makanan saat puasa, dan hukumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Ini kebiasaan emak-emak, ingin mencicipi makanan saat puasa. Kaum Hawa sering ingin mencicipi makanan yang mereka masak karena adanya beberapa alasan yang mungkin menjadi faktor pendorongnya.

Mencicipi makanan merupakan cara bagi ibu untuk memastikan bahwa masakan tersebut telah matang dengan sempurna dan memiliki rasa yang sesuai dengan yang diinginkan. Dengan mencicipi makanan, ibu dapat menilai sejauh mana proses memasaknya telah berjalan dan apakah bumbu yang digunakan sudah cukup atau belum.

Mencicipi makanan juga merupakan bentuk ekspresi cinta dan perhatian. Ibu sering kali ingin memastikan bahwa makanan yang mereka sajikan kepada keluarga mereka memiliki kualitas terbaik dan dapat dinikmati oleh semua orang.

Dengan mencicipi makanan, ibu dapat memastikan bahwa rasa dan tekstur makanan tersebut sesuai dengan preferensi anggota keluarga mereka, sehingga dapat memberikan kepuasan maksimal.

Tetapi masalahnya keinginan kuat cicipi makanan tersebut disaat menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan. Nah Bagaimanakah pandangan hukumnya?

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mencicipi Makanan Demi Hidangan Istimewa saat Ramadhan

Mencicipi makanan saat berpuasa dalam Islam memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dengan kegiatan mencicipi makanan dalam situasi normal. Saat berpuasa, mencicipi makanan bisa memiliki beberapa alasan yang mungkin menjadi motivasi seseorang untuk melakukannya.

Pertama, saat memasak makanan untuk berbuka puasa, beberapa orang mungkin mencicipi makanan untuk memastikan bahwa rasa dan kualitas makanan tersebut memenuhi standar yang diinginkan.

Ini penting karena setelah berpuasa seharian, makanan pertama yang dikonsumsi pada waktu berbuka puasa biasanya memiliki dampak yang signifikan terhadap tubuh dan mood seseorang.

Dalam beberapa kasus, mencicipi makanan saat puasa bisa disebabkan oleh kebiasaan atau keinginan untuk mengecek kematangan atau kekeringan makanan yang sedang dimasak.

Namun, dalam Islam, mencicipi makanan saat berpuasa harus dilakukan dengan hati-hati dan sebatas yang diperlukan, tanpa menelan makanan atau minuman apapun, agar puasa tetap sah

 

3 dari 4 halaman

Jangan Waswas, Ini Hukumnya

Menukil Dalamislam.com, agar tidak ragu atau was-was, berikut hukum dari mencicipi masakan atau makanan kala puasa.

Beberapa kalangan ulama 4 mazhab dalam memandang permasalahan mencicipi makanan saat puasa (tanpa menelan) mereka menghukuminya makruh bagi yang tidak berkepentingan.

Adapun yang berkepentingan tidak mengapa melakukannya, seperti halnya seseorang yang sedang memasak atau yang hendak membeli satu jenis makanan/minuman tertentu.

Sayyid Sabiq juga menyebutkan kedua hal tersebut dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah ketika menjelaskan perkara-perkara yang dibolehkan saat puasa.

Sebab dimakruhkannya hal ini bagi yang tidak berkepentingan ialah adanya potensi tertelan ke kerongkongan tanpa disadari, bisa jadi pula justru timbul nafsu makan yang kuat sehingga ia mencicipinya untuk merasakan kelezatannya, dan mengisapnya dengan kuat hingga tertelan.

Karena alasan tersebut juga, Rasulullah memakruhkan orang berpuasa untuk berlebihan menghirup air ke hidung (istinsyaq) ketika berwudhu.

4 dari 4 halaman

Berikut Dalilnya

Dalil hadis yang menyinggung permasalahan ini yaitu hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah berikut,

“Tidak mengapa bagi orang yang berpuasa untuk mencicipi madu, mentega, dan semisalnya, lalu memuntahkannya.”

Hadis tersebut bersumber dari sahabat Ibnu Abbas dan menurut al-Albani dalam kitabnya Irwa’ al-Ghalil, berkualitas hasan.

Menurut para Ulama, mencicipi makanan saat berpuasa hukumnya boleh. Baik itu dilakukan karena ada kebutuhan, seperti untuk memastikan rasa makanan, maupun tidak ada kebutuhan. Hanya saja, jika mencicipi makanan dilakukan tanpa ada kebutuhan tertentu, meskipun boleh dan tidak membatalkan puasa, hukumnya adalah makruh.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al-Syarqawai dalam kitab Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfah Al-Thullab berikut:

وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي

Artinya : Diantara perkara yang dimakruhkan saat berpuasa adalah mencicipi makanan karena dikhawatirkan makanan tersebut sampai ke tenggerokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankan makanan itu ke tenggorokan lantaran begitu dominannya syahwat.

Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mengecap makanan itu. Adapun para juru masak, baik laki-laki maupun perempuan dan orang yang memiliki anak kecil yang berkepentingan mengobatinya, maka mencicipi makanan bagi keduanya tidak dimakruhkan. Mengecap masakan tidaklah makruh. Ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Zayyadi.

Dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra, Imam Al-Baihaqi menyebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa beliau membolehkan seseorang mencicipi makanan selama makanan tersebut tidak sampai pada tenggorokannya. Riwayat tersebut adalah sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، قالَ: لا بَأْسَ أنْ يَذُوقَ الخَلَّ أوِ الشَّيْءَ، ما لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وهُوَ صائِمٌ

Ibnu Abbas berkata: Tidak masalah bagi seseorang untuk mencicipi makanan, baik makanan berupa cuka atau makanna lainnya, selama tidak masuk tenggorokannya, dalam keadaan dia berpuasa. Dengan demikian,, meskipun mencicipi makanan hukumnya boleh, namun hal itu sebaiknya ditinggalkan jika memang tidak ada kebutuhan. Namun jika ada kebutuhan, maka boleh mencicipi makanan dan hendaknya segera diludahkan agar tidak tertelan sampai tenggorokan.

Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitab karangannya, Hasiyah asy-Syarqawi (1/881) menjelaskan:

وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي

Artinya, “Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian Az-Zayadi menerangkan.”

Mencicipi makanan mirip dengan orang berkumur-kumur ketika sedang berpuasa di mana tidak batal puasanya. Para fukaha menyepakati bahwa berkumur-kumur di bulan puasa tidak membatalkannya. Hal ini didasarkan kepada hadis Umar ‘Ibn alKhattab riwayat Abū Dāwūd dan Aḥmad yang dikutip baru saja di atas. Begitu pula mencicipi makanan, juga tidak membatalkan puasa karena tidak memasukkan makanan ke dalam perut. Yang penting jangan sampai tertelan.

Namun jika sampai tidak sengaja tertelan maka harus segera berkumur. Jika rasa atau baunya masih tersisa, itu tidak mempengaruhi puasa, asalkan tidak dengan sengaja menelannya. Ibnu Sireen berkata: Tidak apa-apa menggunakan siwak basah, yaitu saat berpuasa. Dikatakan: Ia memiliki rasa. Dia berkata: Dan air memiliki rasa, tetapi Anda berkumur dengan itu.

Dengan demikian, mencicipi makanan hukumnya makruh bagi mereka yang tidak memiliki kepentingan. Tidak makruh bagi tukang masak yang memiliki kepentingan untuk disuguhkan sebagai jamuan berbuka puasa, atau orang yang memasakkan anak kecilnya yang sedang sakit. Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.