Sukses

Gus Iqdam Ungkap Ciri-Ciri Cinta yang Tulus, Dijamin Klepek-Klepek

Pendakwan muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam memaparkan perihal cinta yang tulus.

Liputan6.com, Cilacap - Pendakwan muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam memaparkan perihal cinta yang tulus.

Ketulusan cinta sangat penting untuk menunjang keindahan dan keharmonisan kita, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat.

Menurut Pengasuh Majelis Ta’lim Sabilu Taubah ini, jika kita mencintai seseorang karena kelebihan fisiknya atau kelebihan-kelebihan lain yang dimilikinya, maka menandakan bukanlah cinta yang tulus.

“Cinta itu tanpa alasan, jika cinta kita itu masih beralasan, entah itu karena cantik, entah itu karena apapun, berarti kita belum tulus mencintai, seseorang,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @otwsurga, Jumat (15/03/2024).

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cinta Ning Nila tanpa Sebab

Lantas ia pun memaparkan ketika dirinya pernah ditanya sang istri, Ning Nila yang menanyakan perihal alasannya mencintai dirinya.

“Saya ini ditanya istri saya, Gus anda itu kok mau dinikahkan sama saya. Anda sih kenapa cinta sama saya? Saya minta apa-apa kok dikasih," katanya.

Ia pun tak menjawab alasannya mengapa ia mencintai dan bersedia menikah dengan Ning Nila.

“Luh aku ya tidak tahu kenapa kok saya cinta kamu," terangnya.

Ia tidak bersedia mengatakan alasannya sebab cintanya kepada Ning Nila tulus, jadi tanpa alasan.

“Lah kalau nanti saya bilang cinta karena cantiknya, lah besok kalau cantiknya hilang, ya karena cantiknya, orang kan ada masa aktifnya cantiknya, iya tidak?” ujarnya.

Gus Iqdam juga menerangkan, jika cinta disebabkan hal-hal yang saat itu melekat kepada orang yang dicintai, seperti kecantikan, ketampanan, jabatan dan lain sebagainya, maka ini menandakan bukan cinta sejati dan pasti lambat laun rasa cinta ini akan lekas sirna.

“Karena jabatan, jabatan juga ada masa aktifnya, ya tidak?” ujarnya.

“Seperti film apa itu…Habibi ‘Ainun itu cinta sampai mati bener, karena sudah tidak ada alasannya,” sambungnya.

3 dari 4 halaman

Makna Ketulusan Cinta dalam Islam

Menukil Hidayatuna.com, Islam merupakan agama yang dipenuhi oleh rasa cinta. Dasar-dasar dalam hukum serta perjuangan dakwah baginda Nabi Muhammad saw. dijalani melalui perjuangan cinta kepada Allah, kecintaan Nabi kepada umatnya serta ajaran Islam sebagai pesan cinta untuk seluruh umat manusia.

Oleh sebab itu, semakin dalam penghayatan spiritual seseorang terhadap ajaran agama Islam, semakin kuat rasa cintanya kepada sesama.

Cinta dalam ajaran Islam telah dikenal sejak zaman Nabi Adam As. dan Siti Hawa diciptakan. Makna cinta dalam Islam sendiri sangatlah suci.

Cinta haruslah didasari oleh kasih sayang dan dibuktikan dengan perbuatan. Serta segala sesuatu yang kita cintai di bumi ini haruslah karena Allah Ta’ala. Sangat tidak baik, bahkan berbahaya jika kita mencintai hanya karena nawa nafsu.

Kalau menurut Plato, terminologi cinta terbagi atas 3 yaitu eros, philia dan agape, maka dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an disebutkan beberapa terminologi cinta, antara lain al-hubb, al-‘isyq, al-syagaf, al-widd, al-ta’alluq, dan lain-lain.

Istilah-istilah itu menggambarkan berbagai bentuk dan kualitas cinta yang suci; mulai dari cinta paling biasa sampai cinta kepada Allah (mahabbah).

Tentu saja Kedudukan cinta yang paling tinggi adalah cinta kepada Allah Ta’ala, sang pencipta langit dan Bumi Allah ‘Azza wa Jalla.

Sebab Allah adalah Tuhan yang menciptakan manusia beserta makhluk-makhluk lain, yang memberikan kehidupan dan nikmat di dunia, serta senantiasa menjaga alam dan seisinya.

 

4 dari 4 halaman

Mencintai Allah

Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban setiap umat manusia untuk mencintai Allah Ta’ala Yang Maha Suci.

Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 165:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِۙ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ

Artinya: “Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal).” (Q.S. Al-Baqarah ayat 165)

Keutamaan cinta kepada Allah sifatnya adalah primer, sementara cinta hamba bersifat sekunder. Primer  secara substantif berarti utama atau inti

Sedangkan sekunder berarti tidak substansial. Allah Ta’ala adalah Pemilik unconditional love yang paling sejati.

Jika Tuhan Maha Mencinta maka kita perlu mencontoh ketulusan cinta Tuhan. Sekalipun ada makluk-Nya yang khianat dan membangkang seperti Iblis, mereka tetap mendapat rahmat Allah.

Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa yang perlu dipahami sebelum membahas hakikat cinta adalah pengetahuan dan penemuan sang pecinta. Menurutnya, cinta tidak akan tergambar, atau minimal tidak akan ada dalam sosok seseorang jika ia tidak mengetahui pada sosok yang ingin dicinta.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.