Sukses

Teks Khutbah Jumat: 4 Perkara yang Membuat Hidup Tidak Merugi

Materi khutbah jumat berikut ini menjadi pengingat bagi kita bahwa sejatinya kehidupan dunia haruslah berorientasi pada tujuan di akhirat yang kekal. Tentunya hal yang sangat buruk apabila kita menjadi hamba Allah yang merugi nantinya.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia adalah tempat untuk menyiapkan bekal kehidupan selanjutnya. Di akhirat kita hanya menanti balasan apa yang akan diterima atas perbuatan dan amalan selama di dunia. Lantas bagaimana caranya agar kita tidak tergolong dalam orang yang merugi?

Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya,

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

Artinya: "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". (QS. al-‘Ashr: 3)

Berikut merupakan teks khutbah jumat yang dinukil dari laman NU Online. Khutbah jumat kali ini mengangkat materi tentang 4 hal yang membuat manusia tidak merugi.

Materi khutbah ditulis oleh Ustadz Nur Rohmad, S.Ag., M.Pd.I, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Katib Syuriyah MWCNU Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Semoga bermanfaat!

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Khutbah I

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنْ لَّا إلهِ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا مَثِيْلَ لَهُ، هُوَ الْإِلهُ الْعَفُوُّ الْغَفُوْرُ الْمُسْتَغْنِي عنْ كُلِّ مَا سِوَاهُ وَالْمُفْتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ مَا عَدَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ، صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً يَقْضِي بِهَا حَاجَاتِنَا وَيُفَرِّجُ بِهَا كُرُبَاتِنَا وَيَكْفِيْنَا بِهَا شَرَّ أَعْدَائِنَا وَسلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى صَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَآلِهِ الْأَطْهَارِ وَمَنْ وَالَاهُ

عَلَيْهِ وَعَلَى صَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَآلِهِ الْأَطْهَارِ وَمَنْ وَالَاهُ أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَٱلْعَصْرِ (١) إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ (٣)

M’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri Khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. 

Hadirin jamaah sholat Jumat yang berbahagia

Pada siang hari yang penuh kemuliaan ini, Khatib akan menyampaikan tafsir surah Al-‘Ashr.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Surah Al-‘Ashr adalah surat Makkiyyah menurut mayoritas ahli tafsir. Menurut sebagian yang lain, Madaniyyah. Ia terdiri dari tiga ayat, empat belas kata dan enam puluh delapan huruf. 

وَٱلْعَصْرِ  

Ayat ini diawali dengan sumpah. Allah bersumpah dengan ‘Ashr. Sebagian ulama menafsirkannya dengan makna sholat Ashar. Allah bersumpah dengannya karena keutamaan yang dimilikinya. Sebagian yang lain memaknainya dengan makna masa. Allah ta’ala bersumpah dengan masa karena dalam perjalanan masa terdapat banyak pelajaran bagi orang-orang yang mau merenung.

 إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ 

Artinya: “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.”

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ 

Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”   

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Dalam ayat di atas, ditegaskan bahwa seluruh manusia dalam kerugian kecuali orang-orang yang melakukan empat perkara. 

Pertama, memiliki iman. Karena tanpa iman, seseorang tidak akan selamat di kehidupan akhirat.  

Kedua, beramal saleh, yaitu melakukan seluruh apa yang Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya. 

Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran. Yakni saling menasihati untuk melakukan kebaikan.

Keempat, saling menasihati untuk kesabaran. Maknanya saling menasihati untuk bersabar melakukan ketaatan, bersabar meninggalkan kemaksiatan dan bersabar menghadapi musibah. Sebab jika disebut kata sabar secara mutlak, artinya mencakup sabar melakukan ketaatan, sabar menahan diri dari kemaksiatan dan sabar menghadapi musibah.  

Jadi seorang muslim minimal ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi kekufuran. Adapun tambahan dari hal itu dengan melakukan perkara-perkara yang disebutkan dalam surat ini, adalah sifat orang-orang shalih yang berbahagia dan selamat dari segala siksa di akhirat. 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Sungguh, Allah telah mengagungkan sikap saling menasihati dan saling berwasiat untuk melakukan dan menetapi kebaikan. Allah ta’ala berfirman dalam hadis qudsi:

(وَحَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَنَاصِحِيْنَ فِيَّ (رواه أحمد وابن حبان وغيرهما

Artinya: “Dan telah tetap cinta-Ku bagi orang-orang yang saling menasihati karena Aku” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan lainnya) 

Saling menasihati karena Allah adalah ciri orang-orang mukmin yang sempurna imannya. Saling menasihati karena Allah artinya saling mengingatkan ketika ada yang berbuat dosa. Bukan membiarkannya dalam dosa dengan dalih menjaga perasaan atau dengan dalih menjaga hubungan pertemanan agar tidak terputus. Saling menasihati karena Allah artinya bekerja sama dalam kebaikan dan meraih ridha Allah. Bukan bekerja sama untuk meraih harta duniawi dengan mengesampingkan ridha Allah ta’ala.   

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Nasihat seyogianya disampaikan dengan lemah lembut sebagaimana disabdakan oleh Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

(إِنَّ اللهَ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ (رواه ابن حبان وغيره

Artinya: “Sesungguhnya Allah memberikan pada sikap lembut hasil yang tidak Ia berikan pada sikap keras” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: 

(إنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ (رواه مسلم 

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan pada perkara seluruhnya” (HR. Muslim) 

Nasihat juga semestinya disampaikan sekira tidak membuka aib seseorang di hadapan orang lain. Bahkan jika nasihat itu cukup dengan isyarat, maka kita lakukan. Jadi seorang muslim yang melakukan dosa dan aib, maka sepatutnya kita tutupi aibnya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

( مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ (رواه ابن ماجه 

Artinya: “Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat” (HR. Ibnu Majah)

Dalam hadis yang lain, Baginda Nabi bersabda:

( مَنْ رَأَى عَوْرَةً فَسَتَرَهَا كَانَ كَمَنْ أَحْيَا مَوْؤُوْدَةً (رواه أبو دود

Artinya: “Barang siapa yang mengetahui aib (pada saudaranya) lalu ia tutupi, maka ia bagaikan menghidupkan anak perempuan yang dikubur hidup-hidup” (HR. Abu Dawud)      

 

3 dari 4 halaman

Lanjutan Khutbah Pertama

Kaum Muslimin yang berbahagia 

Karena itu, apabila kita melihat aib dari seorang muslim atau ia melakukan suatu kesalahan, maka selayaknya kita tutupi dan rahasiakan serta tidak kita buka kedoknya. Melainkan kita nasihati ia secara sembunyi sembunyi, tidak di hadapan orang lain. Hal ini jika yang ia lakukan adalah aib atau dosa yang tidak membahayakan orang lain. Sebaliknya, jika dosa itu membahayakan masyarakat, baik membahayakan eksistensi agama mereka atau kehidupan dunia mereka, maka kita diperintahkan untuk memperingatkan masyarakat secara terang-terangan dari orang tersebut.   

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Kemudian penting untuk diketahui bahwa di antara kesalahan besar yang dilakukan sebagian orang, jika mereka melihat seseorang salah dalam perkara agama seperti melakukan shalat dengan tidak benar, orang itu tidak mereka tegur sembari mereka mengatakan, “Yang penting niatnya”. Lalu mereka berdalih dengan hadis:

( إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Sungguh amal-amal itu hanya akan sah dengan niat.” (HR. Al-Bukhari Muslim) 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Hadis tersebut konteksnya tidaklah seperti yang mereka pahami. Karena kita dalam masalah ini diperintahkan untuk melakukan dua hal sekaligus: berniat dengan benar dan melakukan perbuatan dengan benar sesuai tuntunan syariat. Hadis tersebut artinya bahwa amal saleh jika tidak disertai niat (yang baik dan benar), maka tidak diterima oleh Allah.

Maksudnya bukan berarti seseorang dibiarkan dalam kebodohannya, lalu yang diperhitungkan dari dia hanya niatnya. Sedangkan perbuatannya sama sekali tidak diperhitungkan apakah sesuai dengan tuntunan Rasulullah atau bertentangan dengannya. 

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah berada di dalam masjid lalu ada seseorang yang masuk masjid kemudian melakukan sholat. Setelah itu ia duduk di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.  

Rasulullah kemudian bersabda kepadanya: “Bangkit lalu shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shplat!” Laki-laki itu lalu mengulangi sholatnya kemudian duduk di majelis Rasulullah. Baginda Nabi lalu bersabda lagi kepadanya: “Bangkit dan sholatlah karena sesungguhnya engkau belum sholat!”  

Lalu laki-laki itu mengulang sholatnya kemudian duduk di majelis Rasulullah. Lagi-lagi Rasulullah memerintahnya untuk mengulangi sholat dan bersabda: “Bangkit dan sholatlah karena sesungguhnya engkau belum sholat!”  

Orang itu kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak bisa melakukan sholat kecuali yang telah aku lakukan.”  

Kemudian Rasulullah mengajarkan kepadanya tata cara shalat sesuai tuntunan syariat. Rasulullah tidak membiarkannya lalu mengatakan: “Yang penting niatnya.”  

Begitu pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban bahwa ada seorang laki-laki yang salah dalam membaca Al-Qur’an, lalu Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَرْشِدُوْا أَخَاكُمْ

Artinya: “Wahai para sahabatku, ajarilah ia bagaimana cara membaca al Qur’an yang benar!” (HR. Ibnu Hibban)   

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Hendaklah kita ketahui bersama bahwa ada sebuah cerita dusta yang dinisbatkan kepada Nabi Khadhir ‘alaihissalam. Diceritakan secara dusta bahwa suatu ketika Nabi Khadhir bertemu dengan seorang pengembala yang tidak mengetahui tata cara shalat, lalu Khadhir mengajarinya tata cara shalat yang benar. Kemudian Khadhir pergi meninggalkan penggembala itu dan berjalan di atas air. Ketika sang penggembala bangkit untuk melakukan shalat, ia lupa mengenai tata cara shalat yang diajarkan oleh Khadhir. Lalu ia menyusul Khadhir dan memintanya berhenti untuk mengajarinya kembali tata cara shalat. Khadhir menoleh dan mendapati penggembala itu mengikutinya dari belakang dan berjalan di atas air seperti dia.  

Lalu Khadhir berkata kepadanya: “Sholatlah seperti yang engkau mau!”  

Orang-orang yang menceritakan kisah ini mengatakan bahwa sang penggembala, disebabkan kejernihan hati dan kesucian niatnya, ia dapat berjalan di atas air. Kisah ini jelas tidak benar dan tidak berdasar. Kisah semacam ini hanya mendorong orang untuk tetap dalam kebodohan serta melemahkan semangat orang yang ingin belajar ilmu agama. Orang bodoh yang sama sekali tidak mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan tuntunan syariat dan tidak mengetahui ilmu agama yang fardhu 'ain, tidak akan diangkat oleh Allah menjadi wali-Nya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam As-Syafi’i dan banyak ulama yang lain.  

Hadlratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari menegaskan dalam kitab Tamzizul Haqq minal Bathil:

مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلِيٍّ جَاهِلٍ وَلَوِ اتَّخَذَهُ وَلِيًّا لَعَلَّمَهُ

Artinya: “Allah tidak mengangkat seorang wali yang bodoh. Seandainya Allah mengangkatnya menjadi wali, niscaya Ia memudahkan jalan baginya untuk memahami ilmu agama.”    

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Disebutkan dalam sebuah atsar bahwa jika seorang sahabat Nabi bertemu dengan sahabat Nabi yang lain, keduanya tidak berpisah sebelum yang satu membaca surah Al-‘Ashr kepada yang lain.    

Imam As-Syafi’i mengatakan:

 لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هذِهِ السُّوْرَةَ لَكَفَتْهُمْ، وَذلِكَ لِمَا فِيْهَا مِنَ الْمَرَاتِبِ الَّتِي بِاسْتِكْمَالِهَا يَحْصُلُ لِلشَّخْصِ غَايَةُ كَمَالِهِ إِحْدَاهَا: مَعْرِفَةُ الْحَقِّ، وَالثَّانِيَةُ: عَمَلُهُ بِهِ، وَالثَّالِثَةُ: تَعْلِيْمُهُ مَنْ لَا يُحْسِنُهُ، وَالرَّابِعَةُ: صَبْرُهُ عَلَى تَعَلُّمِهِ وَالْعَمَلِ بِهِ وَتَعْلِيْمِهِ. اهـ

Artinya: “Seandainya seluruh manusia merenungkan surat ini, niscaya ia cukup menjadi pedoman bagi mereka. Hal itu dikarenakan surat ini mengandung beberapa hal yang jika dilakukan seseorang maka ia telah mencapai kesempurnaan iman. Yaitu (1) Mengetahui kebenaran, (2) Melakukan kebenaran, (3) Mengajarkan kebenaran itu kepada orang lain yang tidak melakukannya dan (4) Bersabar untuk mempelajari kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya.” 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua. Aamiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

4 dari 4 halaman

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُأَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌعِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Saksikan Video Pilihan ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.