Sukses

Hitung Mundur KPU Menyambut Perppu

Bayang-bayang kegagalan mengancam hasil Pemilu Legislatif 2014 serta keberlangsungan proses Pemilu 2014 menuju Pemilihan Presiden 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah berada di ujung tanduk. Tugas negara yang dibebankan kepada lembaga ini oleh undang-undang terancam tak bisa dilaksanakan hingga batas waktu yang ditentukan. Bayang-bayang kegagalan itu pun mengancam hasil Pemilu Legislatif 2014 serta keberlangsungan proses Pemilu 2014 menuju Pemilihan Presiden 2014.

Seyogyanya, KPU sudah harus menetapkan hasil perolehan suara Pileg 2014 selambat-lambatnya Jumat (9/5/2014) ini. Batas waktu itu ditetapkan secara tegas oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Pasal 207 UU ini menyebutkan: KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah hari pemungutan suara.

Namun, fakta di lapangan memperlihatkan perjalanan itu tak mulus. Dimulai pada Sabtu 26 April lalu, proses rekapitulasi hasil suara Pileg 2014 berjalan alot. Hingga Kamis (8/5/2014) malam, baru 22 provinsi yang hasil suaranya disahkan KPU yang artinya masih ada 11 provinsi lain yang menunggu penetapan.

Sementara itu, tenggat tak bisa lagi diajak kompromi. Jika berkaca pada isi Pasal 207 UU Nomor 8 Tahun 2012, maka batas akhir penetapan hasil Pileg 2014 secara nasional sudah harus diumumkan Jumat ini. Melihat dari perjalanan sejak 26 April, sangat sulit bagi KPU untuk menuntaskan rekapitulasi 11 provinsi dalam 1 hari.

"Ya sampai jam 4 tadi segitu (22 provinsi). Sumut juga infonya hari ini gerak ke Jakarta. Maluku sudah selesai dan diharapkan gabung ke Jakarta," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (8/5/2014).

Dari 22 Provinsi yang sudah disahkan antara lain Bangka Belitung, Banten, Jambi, Gorontalo, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Tengah, Aceh, NTB, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Lampung, Papua Barat, DKI Jakarta, DIY, Kepulauan Riau, Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua.

Sementara masih tersisa 11 provinsi yang belum selesai melakukan rekapitulasi, yakni Sumatera Utara, Jawa Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Bengkulu, dan Kalimantan Timur.

Dari 11 Provinsi yang belum dilakukan rekapitulasi nasional itu, 6 provinsi lain dinyatakan belum melakukan presentasi rekapitulasi nasional.

Proses pengesahan hasil perolehan suara Pileg 2014 sejak awal memang berjalan alot. Karena itu KPU memutuskan menambah waktu rekapitulasi nasional sampai 9 Mei. Namun, tak ada kekhawatiran di kalangan internal KPU atas mundurnya jadwal penetapan ini.

"Awalnya kita mendesain rekapitulasi bisa lebih awal. Administrasinya sudah dicicil untuk penetapan, kita sekarang sudah bekerja untuk proses penetapan," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik.

Dia menegaskan, KPU tidak mau tergesa-gesa dalam proses rekapitulasi karena yang terpenting adalah kualitas dan kecermatan yang tetap akan dikedepankan.

"Kalau penetapan tanggal 9 Mei, nggak perlu kebut-kebutan. Sekarang mereka (KPUD) sedang mencermati prosesnya satu demi satu terhadap dokumen yang diminta disempurnakan," jelas Husni.

Banyak pengamat melihat bahwa KPU harus segera mencari terobosan agar KPU tidak terperosok. Sebab, kegagalan KPU nanti dimungkinkan akan mebawa lembaga ini terancam dipidanakan dan proses rekapitulasi yang lewat dari batas waktu itu dianggap cacat hukum.

Salah satu cara adalah dengan meminta dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini dianggap sebagai jalan terbaik dan jalan paling cepat agar KPU tak dianggap melanggar UU jika tak bisa memenuhi batas waktu penetapan.

Bisa saja perubahan undang-undang dilakukan oleh DPR. Tapi melihat keterbatasan waktu, sulit rasanya bagi DPR untuk bersidang dan memutuskan dalam waktu singkat. Demikian pula jika diserahkan pada Mahkamah Konstitusi, juga akan terkendala dalam hal waktu. Cara yang paling masuk akal adalah dengan menerbitkan Perppu.

Namun, KPU menampik gagasan tersebut dengan alasan pihaknya masih mampu memenuhi tenggat tersebut. "Kami belum pikirkan (Perppu). Komitmen kami di tingkat nasional adalah bagaimana secara prosedural administrasi rekapitulasi ini terpenuhi. Masuk ke nasional sudah clear, kalau ada problem di daerah akan dicermati dulu," kata Ferry Kurnia.

KPU juga berpandangan, jika Perppu dikeluarkan akan memicu kontroversi sekalipun tak mengubah tahapan Pilpres 2014.

"Misalnya ada Perppu, ya kita bisa lebih panjang kerja. Kami menghindari kontroversi, menghindari adanya orang berdebat dan memandang ada kepentingan. Kita tak menginginkan adanya itu (Perppu)," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, Kamis siang.

Menurut Hadar, sisa perolehan suara yang belum direkapitulasi akan diselesaikan Jumat, termasuk untuk penetapan.

"Tidak harus selesai malam ini juga kan, mudah-mudahan sebelum break salat Jumat ya. Kita kerja tenang sajalah, jangan terlalu banyak ramai begitu. Kita tuntaskan ini selesai sudah. Dan kami berencana akan menetapkan besok malam jam 19.30 WIB," jelas Hadar.

KPU juga mengaku tak gentar atas ancaman hukuman pidana penjara apabila tak sanggup menyelesaikan proses rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan Pileg 2014. Komisioner KPU Arief Budiman menyatakan, hukuman pidana merupakan bagian dari risiko pekerjaan. Karena itu tak ada yang perlu ditakutkan. "Itu bagian dari tanggung jawab kita," kata Arief.

Dia menegaskan, pihaknya masih sangat optimistis dapat menyelesaikan rekapitulasi tepat waktu. Meski masih ada 11 provinsi yang belum disahkan rekapitulasinya, 9 provinsi merupakan lanjutan dari proses yang sempat ditunda untuk perbaikan. Hanya Sumatera Utara dan Maluku yang baru pertama dipaparkan.

Sementara terkait payung hukum untuk menghindarkan KPU dari jeratan pidana seandainya benar-benar molor, ia berujar, pihaknya baru akan meminta pembuatan Perppu. "Tapi sampai saat ini kami masih optimistis untuk diselesaikan besok," ujarnya, Kamis.

Tak hanya KPU, dari partai politik juga menyatakan keyakinannya lembaga pelaksana pemilu itu sanggup memenuhi batas waktu yang diberikan. Partai Gerindra, misalnya, optimistis KPU dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu.

"Sampai tadi malam selesai sampai Papua. Saya yakin bisa diselesaikan dan tak ada masalah. Saya optimis bisa selesai dalam waktu yang diberikan," ujar Ketua DPP Gerindra, Riza Patria di  Jakarta, Kamis.

Namun, bila proses rekapitulasi suara selesai tepat waktu, Riza mengatakan belum tentu hasilnya bersih dari pelanggaran pemilu. Untuk itu, tim di partainya tetap akan menyiapkan bukti-bukti untuk ditempuh melalui jalur yang berlaku.

http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2047250/gerindra-yakin-kpu-tepati-jadwal-rekapitulasi-suara

Namun, ada pula yang menyatakan langkah KPU akan menuai kekecewaan karena tak bisa memenuhi tenggat. Partai Golkar menyatakan pesimistis rekapitulasi itu selesai Jumat ini.

"Saya pesimis rekap selesai, mana mungkin sisanya besok selesai. Kalau selesai maka kualitasnya patut dipertanyakan," ujar Juru Bicara Golkar, Tantowi Yahya di Universitas Bakrie, Jakarta, Kamis.

Sementara itu, pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak menyatakan, bila rekapitulasi perolehan suara tingkat nasional melewawi batas akhir 9 Mei, Bawaslu tak bisa asal mengajukan sanksi pidana ke anggota KPU. Sebab, proses mempidanakan seseorang harus dengan alasan jelas.

"Tidak bisa asal memidanakan, karena kalau kita mau memidanakan seseorang kan harus ada alasan yang jelas, dan itu yang terjadi pada KPU saat ini. Kalau bisa jangan pidana-pidanaan, kita tidak ingin pidanakan siapa pun. Kita lama melakukan rekapitulasi ini kan karena ingin hasil yang baik," kata Nelson di Kantor KPU, Kamis.

Nelson menilai proses rekapitulasi perolehan suara yang berjalan lambat adalah hal yang wajar, karena banyaknya keberatan yang disampaikan para saksi akibat ditemukannya berbagai masalah di beberapa daerah.

Nelson juga tak mempermasalahkan keputusan KPU untuk memperpanjang masa rekapitulasi hasil penghitungan suara. Sebab, KPU sudah bekerja maksimal untuk mengatasi semua permasalahan yang timbul di tingkat nasional. "Tidak apa-apa. Kita semua menyaksikan. Tidak ada kesan main-main," ujarnya.

Nelson menuturkan, Bawaslu melihat rapat pleno terbuka rekapitulasi perolehan suara partai politik dan calon anggota DPR dan DPD, berjalan sangat baik karena KPU sangat akomodatif. Namun demikian, ia mengakui jika ada kesan proses rekapitulasi di tingkat provinsi berlangsung seperti kejar tayang.

"Sebenarnya kalau di bawah beres, di nasional tiap dapil selesai satu hari, di pusat tinggal ketok palu. Sekarang kan karena ada ketidakmampuan teknis di tingkat bawah," jelasnya.

Sementara itu, Presiden SBY sudah memerintahkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memfasilitasi pembuatan draf Perppu untuk perpanjangan masa rekapitulasi hasil pemilu.

"Tadi malam Pak Menteri diperintah Presiden untuk proaktif memantau dan memfasilitasi penyelenggara Pemilu, bila (nanti) diperlukan Perppu," kata Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Didik Suprayitno di Jakarta, Kamis.

Mendagri pun telah memerintahkan Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Tanribali Lamo untuk mempersiapkan draf tersebut jika KPU meminta.

"Selepas Maghrib tadi Mendagri berkomunikasi tentang ini, sementara belum ada permintaan untuk membuat Perppu," ujar Didik.

Kemendagri sendiri tidak akan menerbitkan Perppu tanpa ada permohonan dari KPU sebagai lembaga yang berwenang menyelenggaran pemilu.

Menanggapi kemungkinan molornya penyelenggaraan Pilpres 9 Juli mendatang jika batas waktu penetapan hasil Pileg 2014 terlewati, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, semua tergantung kesiapan dan penanganan KPU.

"Semua bergantung bagaimana manajemen penyelenggara pemilu, KPU. Saya tidak berpandangan serta merta Pilpres 2014 mundur," ujar Titi kepada Liputan6.com, Kamis.

Jika melihat persiapan Pilpres, kata Titi, memang tidak serumit penyelenggaraan Pileg. Seperti tidak perlu lagi menetapkan DPT, penyediaan logistik dan sebagainya. "Selama KPU bisa meng-handle itu, saya rasa penyelenggaraan pilpres akan sesuai jadwal. KPU kan masih punya waktu 2 bulan," sambungnya.

Jadi, semuanya tinggal menunggu. Apakah keyakinan KPU bahwa batas waktu yang ada mencukupi untuk menyelesaikan semua tugas? Atau seperti banyak dugaan pengamat, bahwa KPU akan menyerah dan meminta pemerintah mengeluarkan perppu?

Hari ini akan menjadi penentuan, apakah KPU bisa mengemban amanat dari negara ataukah akan jadi preseden buruk bagi penyelenggaraan pemilu di masa mendatang. Dan ini bukan pertaruhan yang main-main.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini