Sukses

Sejarah Gelar Haji di Indonesia dari Berbagai Perspektif, Muslim Wajib Tahu

Sejarah gelar haji di Indonesia perlu dipahami seluruh muslim dari berbagai perspektif.

Liputan6.com, Jakarta Sejarah gelar haji di Indonesia perlu dipahami seluruh muslim dari berbagai perspektif. Seperti yang telah diketahui, gelar haji diberikan kepada umat Islam yang telah melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Gelar haji umum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan "H".

Orang Indonesia kerap kali menyematkan gelar Haji atau Hajjah di depan nama orang-orang yang sudah ke Tanah Suci untuk beribadah haji. Gelar haji ini hanya digunakan di Indonesia saja, berbeda dengan negara-negara lain yang tidak menggunakannya.

Sejarah gelar haji di Indonesia ternyata berkaitan dengan masa penjajahan Belanda. Pemerintahan Hindia Belanda menggunakan gelar ini untuk mengidentifikasi para jemaah haji yang mencoba memberontak sepulan dari Makkah.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (29/5/2023) tentang sejarah gelar haji di Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sejarah Gelar Haji di Indonesia dari Berbagai Perspektif

Sejarah gelar haji di indonesia bisa dipahami dari berbagai perspektif, yaitu sebagai berikut:

Perspektif Agama

Haji adalah perjalanan jauh, panjang, mahal, persyaratan tidak mudah, dan tidak semua orang bisa. Sehingga gelar hajilayak disematkan bagi yang berhasil.

Perspektif Kultural

Narasi dan cerita menarik, heroik, dan mengharukan selama berhaji menjadi populer membuat semakin banyak orang tertarik naik haji. Sehingga gelar haji jadi penting dan punya nilai status sosial yang tinggi.

Perspektif Kolonial

Dulu, banyak perlawanan penjajahan berasal dari umat Islam, terutama yang baru haji. Sehingga disematkanlah gelar haji sejak 1916, agar lebih mudah mengawasi bagi yang memberontak.

3 dari 4 halaman

Bermula pada masa kolonial

Sejarah gelar haji di Indonesia bermula pada masa penjajahan Belanda. Dalam konteks historis di Hindia Belanda, penggunaan gelar haji sering disematkan pada seseorang yang telah pergi haji. Sejarah gelar haji di Indonesia ini sempat digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk mengidentifikasi orang-orang yang mencoba memberontak sepulangnya dari ibadah haji di Tanah Suci.

Para jemaah haji tersebut dicurigai sebagai anti kolonialisme, dengan pakaian ala penduduk Arab yang disebut oleh VOC sebagai “kostum Muhammad dan serban”. Pemerintah kolonial menganggap jemaah haji telah terekspos paham Pan-Islamisme.

Sejarah gelar haji di Indonesia dilatar belakangi oleh gelombang propaganda anti VOC pada 1670-an di Banten. Hal ini terjadi ketika banyak orang meninggalkan pakaian adat Jawa kemudian menggantinya dengan memakai pakaian Arab. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemberontakan Pangeran Diponegoro serta Imam Bonjol yang terpengaruh pemikiran Wahabi sepulang haji. 

Pemerintah Hinda Belanda akhirnya menjalankan politik Islam, yaitu sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah Islam di Nusantara pada masa itu. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Maka sejak tahun 1911, pemerintah Hindia Belanda mengkarantina penduduk pribumi yang ingin pergi haji maupun setelah pulang haji di Pulau Cipir dan Pulau Onrust. Pemerintah Hindia Belanda mencatat dengan detail nama-nama dan asal wilayah para jemaah Haji.

Begitu terjadi pemberontakan di wilayah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menemukan warga pribumi, karena di depan nama mereka sudah tercantum gelar haji (H). Itulah sejarah gelar haji di Indonesia yang perlu dipahamu umat Islam.

4 dari 4 halaman

Makna Haji Sesungguhnya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), haji adalah sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Dalam budaya Islam Nusantara di Asia Tenggara, gelar haji umumnya digunakan untuk orang yang sudah melaksanakan haji. Menurut bahasa, haji adalah berkunjung ke tempat yang agung. Sementara itu secara istilah, haji adalah berkunjung ke tempat tertentu dalam waktu tertentu untuk melakukan ibadah.

Haji adalah ziarah Islam tahunan ke Makkah. Hal ini merupakan kewajiban bagi umat Islam dan harus dilakukan setidaknya sekali seumur hidup oleh semua orang Muslim dewasa, yang yang secara fisik dan finansial mampu melakukan perjalanan, dan dapat mendukung keluarga mereka selama ketidakhadiran mereka. Haji adalah rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Ka’bah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan wukuf di Padang Arafah.

Istilah ini berasal dari bahasa Arab (حاج) yang merupakan bentuk isim fail (partisip aktif) dari kata kerja 'hajj', yang artinya pergi haji atau dari kata benda 'hajj', yang artinya ibadah haji, kemudian diberi sufiks nisbah menjadi 'hajjiy’. Arti haji lainnya adalah berasal dari kebudayaan Nusantara pra-Islam era Hindu-Buddha, yaitu Haji atau Aji yang berarti "Raja".

Gelar haji umum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan "H". Dalam hal ini biasanya para haji dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai teladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikatakan haji dianggap sebagai guru atau panutan untuk memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi Islam sehari-hari.

Penggunaan gelar haji yang umum disematkan oleh mayoritas penduduk Asia Tenggara, sering mendapatkan kritikan dari ulama salafiyah. Mereka menganggap penggunaan gelar ini sebagai perbuatan riya dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para As-sabiqun Al-Awwalun. Ada ulama yang mengatakan bahwa tidak pernah ada riwayat yang menjelaskan adanya gelar yang pernah disandang oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.