Sukses

Polusi Udara dan Gelombang Panas Bisa Picu Kelahiran Prematur

Polusi udara dan gelombang panas dapat meningkatkan risiko masalah kehamilan seperti kelahiran prematur.

Liputan6.com, Jakarta Dokter kandungan di California, Santosh Pandipati menasihati ibu hamil untuk selalu memeriksa kualitas udara sebelum mereka keluar rumah. Terutama ketika bencana kebakaran hutan terjadi.

“Anda perlu merencanakan aktivitas luar ruangan saat kualitas udara lebih baik,” katanya mengutip The Washington Post, Kamis (10/8/2023).

Nasihat Pandipati bukan tanpa alasan, dia sadar bahwa perubahan iklim memengaruhi kesehatan manusia. Seperti diketahui, ibu hamil serta janin adalah kelompok rentan.

Dia menambahkan, tidak perlu bencana untuk menciptakan masalah. Paparan suhu panas dan polusi udara yang berkelanjutan pun dapat meningkatkan risiko masalah kehamilan seperti kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.

Studi menyebutkan, sekitar 7.000 kelahiran prematur di California berkaitan dengan paparan asap kebakaran hutan.

Pada 2016, American College of Obstetricians and Gynecologists mengeluarkan pernyataan tentang perubahan iklim dan menyebutnya sebagai “masalah kesehatan wanita yang mendesak dan tantangan kesehatan masyarakat yang utama.”

Polusi Udara dan Gelombang Panas

Di tengah perubahan luas yang terjadi di lingkungan, polusi udara dan gelombang panas telah dikaitkan secara signifikan dengan kelahiran prematur, berat lahir rendah, dan lahir mati di Amerika Serikat.

Data ini merupakan hasil tinjauan tahun 2020 yang diterbitkan di JAMA Network Open. Dan paparan seperti itu menjadi semakin umum. DeNicola, seorang dokter kandungan di Sistem Kesehatan Johns Hopkins di Washington, adalah salah satu penulis ulasan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gelombang Panas dan Risiko Bayi Lahir Prematur

Paparan gelombang panas dapat menyebabkan dehidrasi. Selama kehamilan, dehidrasi dapat menyebabkan pelepasan oksitosin, hormon yang berkontribusi pada kontraksi persalinan, katanya.

“Panas yang ekstrem sangat mungkin menyebabkan peningkatan mekanisme itu,” kata DeNicola.

Jika persalinan terjadi dan bayi lahir sebelum 37 minggu, itu adalah kelahiran prematur, dibandingkan dengan kehamilan normal 40 minggu. Beberapa bayi baru lahir ini mungkin memiliki sistem organ yang belum matang dan mengalami kesulitan bernapas, makan, dan mengatur suhu tubuh.

Dalam jangka panjang, bayi prematur mungkin mengalami masalah lain. Termasuk ketidakmampuan belajar dan masalah pendengaran atau penglihatan. Semakin prematur bayinya, semakin serius risiko kesehatannya.

3 dari 4 halaman

Dampak Paparan Berdasarkan Ras

Dalam studi JAMA, wanita dari semua ras berisiko lebih tinggi mengalami hasil kehamilan yang buruk saat terpapar panas dan polusi udara.

Namun, wanita kulit hitam secara konsisten memiliki risiko kelahiran prematur dan berat lahir rendah tertinggi, kata seorang ahli epidemiologi yang juga ikut menulis studi JAMA, Rupa Basu.

Sebagian orang yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi dapat terpapar lebih banyak polusi dari sumber seperti jalan raya, lanjutnya.

Orang yang berisiko tinggi juga biasanya yang tinggal di pulau panas dan lokasi perkotaan yang memiliki suhu lebih tinggi daripada daerah terpencil yang memiliki lahan hijau.

4 dari 4 halaman

Gelombang Panas dan Pekerjaan di Luar Ruangan Sebabkan Tingkat Cairan Ketuban Rendah

Pandipati mengatakan dia telah melihat efek gelombang panas pada pasiennya yang bekerja di bidang pertanian.

Selama satu gelombang panas yang memecahkan rekor sebelum pandemi, Pandipati melihat banyak USG dengan tingkat cairan ketuban yang rendah di dalam rahim. Ini termasuk situasi yang mungkin membuat ibu harus melahirkan bayi lebih awal.

“Ini adalah para ibu yang mengatakan bahwa mereka tidak selalu memiliki akses ke AC, mereka sering bekerja lebih manual, baik di bidang pertanian atau pekerjaan kasar, tidak selalu dapat tetap terhidrasi dengan baik,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.