Sukses

Demam Keong Masuk RI, Kasusnya di Sulteng Melonjak Jadi 245

Demam keong yang mewabah di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah mengalami lonjakan hingga 245 kasus. Padahal, awalnya hanya ada 45 kasus yang dilaporkan.

Liputan6.com, Jakarta Demam keong yang mewabah di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah mengalami lonjakan hingga 245 kasus. Padahal, awalnya hanya ada 45 kasus yang dilaporkan.

Hal ini disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Poso. Menurut Pemkab Poso, lonjakan kasus demam keong atau Schistosomiasis dibarengi dengan habisnya persediaan obat.

“Obat harus didatangkan dari luar negeri melalui WHO dan Kemenkes. Saat ini stok habis,” kata Bupati Poso, Verna Inkiriwang di Kantor Gubernur Sulteng, Selasa 24 Januari 2023 mengutip Regional Liputan6.com.

Pada Jumat, 3 Februari 2023, Provinsi Sulawesi Tengah akhirnya menerima kembali pasokan obat untuk penyakit endemik tersebut dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation/WHO).

Obat dari WHO itu diserahkan oleh Kemenkes kepada Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah di Kota Palu. Obat bernama Praziquantel ini didistribusikan ke 28 desa di Kabupaten Sigi dan Poso yang menjadi fokus penanganan demam keong.

Walaupun jumlahnya masih terbatas, pihak Dinkes Sulteng mengaku pasokan itu membantu penanganan dan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), terlebih dengan peningkatan kasus penderita penyakit endemik di 2 kabupaten itu.

"Kami jadwalkan Minggu ini (awal Februari) juga didistribusikan. Kami baru terima 4.000 tablet (obat demam keong). Pertengahan tahun akan lebih banyak lagi," kata Kepala Dinkes Sulteng, I Komang Adi Sujendra, Jumat 3 Februari 2023.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Difokuskan untuk Anak 5 Tahun ke Atas

Pemberian obat akan difokuskan untuk warga berusia  5 tahun ke atas sebagai upaya memutus mata rantai penularan.

Permintaan pasokan obat demam keong sendiri diusulkan ke WHO melalui Kemenkes sejak akhir Desember 2022. Jumlah 4.000 tablet itu diproyeksi mencukupi kebutuhan penderita.

Sebelumnya, pasokan obat penyakit yang bersumber dari keong untuk Sulawesi Tengah terhenti sejak akhir 2022 di tengah meningkatnya kasus penyakit endemik yang hanya ditemukan di Sigi dan Poso ini.

Prevalensi penyebaran demam keong dari 2 kabupaten itu mencapai 1,57 persen di awal Februari tahun ini.

"Dengan 1.000 tablet sebenarnya sudah cukup. Tapi pasokan kita lebihkan untuk berjaga-jaga siapa tahu ada yang membutuhkan lagi,” ujar Staf Dirjen P2PM Kemenkes Lusi Levina yang mengantarkan obat tersebut.

3 dari 4 halaman

Tentang Demam Keong

Schistosomiasis atau demam keong sendiri adalah penyakit endemik yang hanya ada di Sulawesi Tengah yakni di Kabupaten Poso dan Sigi.

Penyakit ini disebabkan oleh cacing Trematoda Schistosoma Japonicum. Cacing ini dibawa oleh perantara keong Oncomelania Hupensis Linduensis atau keong air tawar.

Pemberantasan cacing Schistosoma Japonicum dan keong Oncomelania Hupensis Linduensis disebut belum maksimal terutama saat pembatasan aktivitas saat Pandemi COVID-19. Situasi itu diperparah dengan terhentinya pasokan obat untuk pasien dari Kemenkes.

Jika cacing masuk ke dalam tubuh, maka gejala yang bisa timbul adalah gatal-gatal. Cacing juga bisa tumbuh dewasa di dalam tubuh bahkan bertelur. Ini menyebabkan tubuh demam, diare, hingga kerusakan hati.

Untuk memberantas hewan pembawa penyakit tersebut, Verna berharap adanya penguatan koordinasi lintas instansi maupun lembaga.

Pemkab Poso, lanjutnya, tidak bisa menanganinya sendiri. Selain terbatasnya anggaran, wilayah penanganan penyakit endemik tersebut terbilang luas di Lembah Bada dan Napu meliputi 23 desa yang sebagian masuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu.

4 dari 4 halaman

Prevalensi Naik

Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah mencatat, pada 2022 prevalensi kasus Schistosomiasis dari 2 kabupaten tersebut; Poso dan Sigi mencapai 1,5 persen dari jumlah penduduk di 28 desa yang menjadi fokus penanganan. Padahal sebelumnya di tahun 2019 bisa ditekan hingga di bawah 1 persen.

Kenaikan kasus ditemukan berdasarkan pemeriksaan feses warga yang bergejala dan memeriksakan diri.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sulteng, Jumriani Yunus mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemenkes dan WHO terkait obat untuk penderita. 

“Awal Januari 2023 lalu kami sudah bertemu dengan Kemenkes dan WHO membahas penanganan penyakit endemik ini termasuk penyediaan obat,” Jumriani mengatakan, Kamis 24 Januari 2023.  

Sejauh ini Dinkes Sulteng  terus mengimbau masyarakat di wilayah berisiko untuk selalu menerapkan pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit itu. Seperti selalu menggunakan sepatu dan pelindung diri lainnya jika beraktivitas di daerah lembab dan basah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.