Sukses

Hari Kesehatan Telinga Sedunia, WHO: Identifikasi Sedini Mungkin, Cegah Gangguan Pendengaran

Pemeriksaan klinis pada titik-titik strategis dalam hidup membantu memastikan setiap gangguan pendengaran dan telinga dapat diidentifikasi sedini mungkin.

Liputan6.com, Jakarta - Pemeriksaan klinis pada titik-titik strategis dalam hidup membantu memastikan setiap gangguan pendengaran dan telinga dapat diidentifikasi sedini mungkin. Identifikasi menjadi langkah pertama dalam mengatasi gangguan pendengaran dan penyakit telinga terkait. 

Data WHO mencatat sekitar 466 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran dan 34 juta di antaranya adalah anak-anak. 

Dalam sebuah rilis, WHO menyebut, hampir 60 persen gangguan pendengaran pada anak-anak dapat dicegah melalui tindakan seperti imunisasi untuk pencegahan rubella dan meningitis atau peningkatan perawatan ibu dan bayi. Identifikasi dini untuk otitis media atau penyakit radang telinga tengah juga dapat dilakukan sebagai langkah pencegahan. 

Sementara, pada orang dewasa, pencegahan gangguan pendengaran dilakukan dengan pengendalian kebisingan, pendengaran yang aman, dan pengawasan obat-obatan ototoxic. Hal ini juga dibarengi dengan menjaga kebersihan telinga yang baik.

Menurut laporan mengenai masalah pendengaran di dunia yang dirilis WHO pada Selasa (2/3/2021), setelah mendapatkan diagnosis, intervensi menjadi kunci. Perawatan medis dan bedah dapat menyembuhkan sebagian besar penyakit telinga dan membantu mengembalikan gangguan pendengaran yang terkait. Namun, jika tidak dapat dipulihkan, rehabilitasi dapat memastikan bahwa mereka yang terdampak terhindar dari konsekuensi merugikan dari gangguan pendengaran.

Simak juga video berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bantuan teknologi untuk pendengaran

Laporan tersebut mencatat bahwa kemajuan teknologi terkini, dapat mengidentifikasi penyakit telinga dan gangguan pendengaran pada semua usia. Pemeriksaan bahkan dapat dilakukan dalam situasi yang menantang seperti selama pandemi COVID-19 atau bagi mereka yang tinggal di daerah tertinggal dan terpencil.

Bagi banyak penyandang tunarungu, penggunaan bahasa isyarat dan alat substitusi sensorik lainnya seperti membaca pidato adalah pilihan penting. Teknologi dan layanan bantuan pendengaran seperti teks dan interpretasi bahasa isyarat juga dapat lebih meningkatkan akses komunikasi dan pendidikan bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran.

Teknologi pendengaran lain, seperti alat bantu dengar dan implan koklea, jika disertai dengan layanan dukungan yang tepat dan terapi rehabilitasi akan efektif dan hemat biaya serta dapat bermanfaat bagi anak-anak dan orang dewasa.

“Untuk memastikan bahwa manfaat dari kemajuan dan solusi teknologi ini dapat diakses secara adil oleh semua, negara harus mengadopsi pendekatan yang berpusat pada manusia,” kata Direktur Departemen Penyakit Tidak Menular WHO Dr. Bente Mikkelsen.

“Mengintegrasikan intervensi perawatan telinga dan pendengaran dalam rencana kesehatan nasional dan mengimplementasikannya melalui sistem kesehatan yang diperkuat, sebagai bagian dari cakupan kesehatan universal, sangat penting untuk memenuhi kebutuhan mereka yang berisiko atau hidup dengan gangguan pendengaran,” tambahnya.

 

Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.