Sukses

Punya Kondisi Langka, Remaja Kolombia Tidur Sampai Dua Bulan

Ketika terbangun dari tidurnya untuk sesaat, remaja ini sempat tidak mengenali ibunya

Liputan6.com, Jakarta Seorang remaja di Kolombia memiliki kondisi langka yang membuatnya tertidur hingga berminggu-minggu. Dia menderita Sindrom Kleine-Levin yang juga membuatnya kehilangan ingatan.

Hingga tanggal 30 Oktober, remaja perempuan bernama Sharik Tovar itu belum benar-benar sadar dari tidurnya selama 70 hari berturut-turut. Media setempat melaporkan bahwa dia bahkan sempat melupakan wajah sang ibu.

Dilansir dari New York Post pada Minggu (9/11/2019), Sharik mengalami masalah tersebut ketika berusia dua tahun. Ketika tidur, sang ibu tetap memberikannya makanan cair setiap beberapa jam agar kebutuhan nutrisinya tetap terpenuhi.

Sang ibu mengatakan pada media Kolombia, Noticias Caracol, ini adalah episode tidur terpanjangnya. Mengutip Live Science, mereka yang memiliki sindrom Kleine-Levin terkadang bisa bangun di tengah tidur mereka. Mereka terkadang akan bangun sendiri untuk makan atau pergi ke kamar mandi.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lima dari Satu Juta Orang Mengalaminya

Para ilmuwan memperkirakan kondisi ini terjadi pada satu sampai lima dari satu juta orang di dunia. Dalam sejarah, lebih dari 500 kasus semacam ini dicatat dalam literatur medis.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke menyatakan bahwa sekitar 70 persen sindrom tersebut terjadi pada remaja laki-laki. Namun, tidak menutup kemungkinan remaja perempuan dan orang-orang dari usia lain juga mengalami masalah ini.

Pasien yang terbangun biasanya akan merasa bingung dan kehilangan arah. Mereka juga akan menunjukkan perasaan kekurangan energi dan emosi. Selain itu, sebagian besar juga melaporkan lingkungan yang terasa tidak fokus.

National Organization for Rare Disorders menyatakan belum diketahui penyebab sindrom ini. Namun, para ilmuwan memiliki hipotesis bahwa gejalanya mungkin berasal dari disfungsi area otak yang disebut hiptalamus yang membantu fungsi dasar tubuh seperti tidur dan nafsu makan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.