Sukses

Derita Jefrin Jadi Ayah untuk Bayi Estiven di Usia 15

Mula-mula Jefrin agak stres saat harus menjadi ayah tunggal dalam mengurus bayi yang super cengeng.

Liputan6.com, Jakarta Menjadi ayah tunggal di usia remaja bukan perkara mudah untuk Jefrin Bayona. Dia turun tangan langsung mengurus bayi laki-laki yang diberi nama Estiven. Remaja 15 tahun ini bahkan nyaris tidak pernah tidur semalaman karena ulah si Kecil yang terus merengek.

"Bayi itu membangunkan saya pada pukul 10.00 (malam), 12.00 (dini hari), dan 04.00 pagi," kata Jefrin kepada majalah National Geographic pada Februari 2018.

Tidak pernah terlintas sebuah imajinasi menjadi ayah dari seorang bayi laki-laki di kepala dia selama ini. Sehingga Jefrin merasa agak menderita di hari-hari pertama jadi orangtua.

Bagaimana tidak? Jefrin harus segera melompat ke ranjang sebelah begitu mendengar suara tangisan Estiven yang memecah keheningan malam. Mata belum lama terpejam bahkan kepingan mimpi baru mau disusun tapi Jefrin harus berjibaku menenangkan buah hati tersayang.

"Sementara kegiatan belajar di sekolah dimulai amat sangat pagi."

Alhasil wajah lelah dan kuyuh sering kali dia tonjolkan di sekolah. Seolah ingin memberi tahu bahwa mengurus bayi di usia belia merupakan penderitaan. Tunggu untuk benar-benar siap menjadi ayah.

Di satu sisi lelah tapi di sisi yang lain Jefrin belajar banyak menjadi ayah. Sampai-sampai ke mana pun dia pergi, sang bayi pasti selalu ikut serta. Dia tidak akan meninggalkan Estiven sendirian di rumah. 

"Kalau aku sudah benar-benar merasa lelah, aku akan pergi ke dapur untuk membuat secangkir cokelat panas. Sementara Estiven, aku letakkan di lantai,"

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Mengurus Bayi Bohongan

Apa yang Jefrin kerjakan ini tidak sungguhan. Situasi tersebut merupakan 'simulasi' menjadi orangtua yang dibuat pihak sekolah.

Dijelaskan bahwa Jefrin dan ratusan anak dari salah satu SMP di Kolombia tengah berpartisipasi dalam sebuah program yang bertujuan mencegah kehamilan di usia remaja.

Sementara pula Estiven itu adalah bayi robot yang dirancang khusus guna menyukseskan program tersebut. Bayi laki-laki itu akan menangis, memberi sinyal pada sang 'ibu' atau 'ayah' bahwa dia minta makan atau bersendawa atau jangan-jangan minta tukar popok.

Boneka seukuran bayi manusia itu berisi kepingan chip yang akan mencatat setiap respons para orangtua. Akan ketahuan seberapa cepat dan sigap mereka dalam mengurus bayi.

 

3 dari 5 halaman

Pendidikan Reproduksi

Pemerintah Kolombia tidak ingin penduduk remaja mereka menikah dan hamil di usia remaja. Apalagi pernikahan itu akibat 'kecelakaan'.

Anak-anak ini harus diberitahu semua dampak jika hal yang tidak diinginkan itu terjadi. Dari risiko komplikasi kesehatan sampai masalah ekonomi.

"Pendidikan seks dan simulasi bayi sama-sama penting. Kedua topik ini saling menguatkan," kata Direktur Program, Camila Guzman.

Camila menekankan, tujuan dari program ini bukan ingin menakuti para murid. Camila dan sejumlah pihak terkait ingin menciptakan kesadaran tentang seks dan kehamilan.

"Tidak apa-apa punya anak asal mereka benar-benar siap," kata Camila.

Sebab yang terjadi saat ini adalah, satu dari lima ibu di Kolombia berusia antara 15 sampai 19. Mayoritas dialami remaja pedesaan dari kalangan keluarga miskin. Angka ini harus terus diturunkan.

 

4 dari 5 halaman

Pendidikan Seks Dasar Selama 30 Jam

Simulasi menjadi ayah hanya dirasakan Jefrin dan teman-teman selama 48 jam. Alias hanya dua hari.

Bayi robot itu sendiri dikembangkan di Amerika Serikat lebih dari 20 dekade yang lalu. Program ini sendiri telah diimplimentasikan di seluruh dunia. Hanya saja harga satu boneka relatif mahal.

Pelatihan tidak berhenti sampai di situ. Kemudian anak-anak tersebut akan diajarkan pendidikan dasar seks dan penggunaan kontrasepsi selama 30 jam. Diselipkan juga dengan sebuah diskusi mengenai stereotip dan peran gender, kekerasan dalam rumah tangga, termasuk juga anggaran keluarga.

Ini bukan pelatihan sembarangan. Siswa harus lulus ujian akhir tentang topik ini dan harus menulis esai atau menceritakan pengalaman menjadi ayah dan ibu dalam format video.

 

5 dari 5 halaman

Program Ini Efektif

Menurut data yang dihimpun Camila, program ini terbukti efektif. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 1.400 siswa di satu wilayah di Kolombia, tingkat kehamilan pada remaja berkurang sampai 40 persen.

Seorang murid bernama Alexandra mengatakan mau mengejar cita-cita dia sebagai aktris, dan bertekad untuk tidak cepat-cepat menjadi ibu.

"Saya tidak ingin punya bayi sekarang. Saya tidak mampu merawatnya. Mungkin saat saya berumur 25 atau 26 dan sesudah saya bekerja," kata Alexandra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.