Sukses

Mahasiswa Yahudi di University of Cambridge Ikut Aksi Pro-Palestina: Kewajiban Agama Saya untuk Menentang Genosida

Perkemahan pro-Palestina di University of Cambridge menambah panjang daftar kampus yang mahasiswanya menyuarakan penentangan terhadap kebiadaban Israel di Jalur Gaza.

Liputan6.com, London - Lebih dari 1.700 staf, alumni, dan mahasiswa University of Cambridge menandatangani surat terbuka yang menyatakan dukungan bagi pengunjuk rasa yang mendirikan perkemahan pro-Palestina awal pekan ini.

Pada hari Senin (6/5/2024), sekitar 100 mahasiswa berkumpul di luar King's College Cambridge, di mana mereka mendirikan tenda dan menuntut pihak kampus berkomitmen untuk melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam perang Israel di Jalur Gaza. Mereka bergabung dengan mahasiswa di lebih dari seratus universitas di seluruh dunia yang telah melakukan gerakan protes serupa.

Penyelenggara perkemahan mengatakan kepada Middle East Eye seperti dilansir pada Sabtu (11/5), mereka menuntut University of Cambridge mengungkapkan semua hubungannya dengan perusahaan dan institusi yang terlibat dalam pembersihan etnis yang sedang berlangsung di Palestina. Mereka ingin universitas mengakhiri semua hubungan semacam itu, mendukung mahasiswa dan akademisi Palestina – dan berkomitmen melindungi kebebasan akademik.

Sementara itu, surat terbuka yang ditulis oleh sekelompok akademisi dan dirilis pada hari Kamis (9/5), mengungkapkan solidaritas dengan mahasiswa University of Cambridge saat mereka memulai perkemahan untuk memprotes hubungan universitas tersebut dengan Israel.

Surat tersebut mengatakan bahwa para mahasiswa yang melakukan protes bergabung dengan tradisi perjuangan emansipatoris yang mengagumkan, yang mencakup protes mahasiswa sebelumnya terhadap apartheid Afrika Selatan dan perang Vietnam.

Para akademisi juga menyatakan dukungannya terhadap hak mahasiswa untuk bebas berekspresi dan melakukan protes serta memuji keberanian mereka dalam membawa perdebatan mendesak di luar lingkungan kelas untuk melakukan intervensi dalam momen bencana di mana prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi terkikis.

Surat itu muncul setelah Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak memanggil wakil rektor dari 17 universitas ke pertemuan meja bundar antisemitisme di Downing Street dan mendesak mereka mengambil tanggung jawab pribadi dalam melindungi mahasiswa Yahudi.

Sebuah kelompok mahasiswa bernama Cambridge Jewish for Palestine membentuk kontingen di perkemahan yang sedang berlangsung di University of Cambridge.

Pada hari Senin, Middle East Eye merekam video tur perkemahan yang dipandu oleh seorang mahasiswa Yahudi. Sang mahasiswa itu kemudian menuturkan, "Di kepala saya, saya memakai kippah karena saya yakin saat ini saya sedang melakukan tindakan keagamaan. Merupakan kewajiban agama saya untuk menentang genosida yang dilakukan atas nama saya, sebagai seorang Yahudi."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peringatan Pihak Kampus

Pada Rabu (8/5), University of Cambridge mengirimkan surat kepada mahasiswa dan stafnya, yang isinya menegaskan bahwa institusi tersebut berkomitmen penuh terhadap kebebasan akademik dan kebebasan berbicara sesuai hukum serta mengakui hak untuk melakukan protes.

"Kami meminta semua orang di komunitas kami memperlakukan satu sama lain dengan pengertian dan empati. Prioritas kami adalah keselamatan semua staf dan siswa," sebut surat tersebut.

"Kami tidak akan menolerir antisemitisme, islamofobia, dan bentuk kebencian ras atau agama lainnya."

Awal tahun ini, Middle East Eye melaporkan bahwa Trinity College yang merupakan bagian dari telah berinvestasi sebesar USD 78,089 di perusahaan senjata terbesar Israel, Elbit Systems, yang memproduksi 85 persen drone dan peralatan darat yang digunakan oleh tentara Israel.

Middle East Eye mengungkapkan, informasi yang diperoleh berdasarkan Freedom of Information Act, menunjukkan bahwa perguruan tinggi tersebut juga memiliki investasi senilai sekitar USD 3,2 juta di Caterpillar, sebuah perusahaan alat berat berbasis di Amerika Serikat (AS) yang telah lama menjadi target kampanye boikot atas penjualan buldoser kepada tentara Israel, dan beberapa perusahaan lain yang terlibat dalam perang Israel – termasuk General Electric, Toyota Corporation, Rolls-Royce, Barclays Bank, dan L3Harris Industries.

Pada Februari, International Centre of Justice for Palestinians mengeluarkan pemberitahuan hukum kepada Trinity College yang isinya memperingatkan bahwa investasi mereka dapat berpotensi terlibat dalam kejahatan perang Israel.

Perang di Jalur Gaza dimulai dengan serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang diklaim Israel menewaskan 1.150 orang dan lebih dari 200 orang disandera. Pada hari yang sama, Israel melancarkan serangan balasan secara brutal ke Jalur Gaza yang hingga saat ini menewaskan lebih dari 34.400 dan melukai lebih dari 75.000 warga Palestina, menyebabkan jutaan lainnya mengungsi, serta membawa kehancuran mengerikan di wilayah kantong tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.