Sukses

Mahasiswa Internasional di Inggris Terancam Diusir Jika Bela Hamas

Pemerintahan Rishi Sunak setuju untuk mengusir mahasiswa dan tenaga kerja yang pro-Hamas.

Liputan6.com, London - Kementerian Dalam Negeri Inggris membuat kebijakan untuk mengusir mahasiswa atau tenaga kerja asing yang memuji Hamas. Ujaran yang membenci Yahudi (anti-semit) juga bisa memberikan sanksi serupa.

Dilansir Daily Mail, Rabu (25/10/2023), menteri imigrasi Robert Jenrick pada dua pekan lalu telah meminta agar kementeriannya mencari cara supaya bisa mencabut visa bagi pendukung Hamas, alasannya adalah keamanan nasional.

Pihak pemerintah menyorot sejumlah mahasiswa dan akademisi yang mendukung serangan Israel oleh Hamas. Di Britania Raya, Hamas masuk ke kategori kelompok teroris.

Perdana Menteri Britania Raya, Rishi Sunak, telah berkali-kali menegaskan dukungannya ke Israel.

Berdasarkan hukum saat ini, visa bagi orang asing seperti pelajar, pengunjung, dan pekerja bisa dicabut atas alasan keamanan nasional, atau jika kehadiran mereka dianggap tidak kondusif bagi kebaikan publik.

Prancis juga sudah lebih dahulu mengusir orang karena memberikan ujaran anti-semit.

Kasus di UCL

Sebelumnya, University College London (UCL) telah menginvestigasi seorang akademisi yang menyebut serangan Hamas ke Israel sebagai hal yang bisa dijustifikasi.

Seorang dosen di Birkbeck University, yang juga berlokasi di London, juga menyebut bahwa penyerangan Hamas ke festival musik Israel merupakan "konsekuensi" karena mereka berpesta di "tanah curian".

Juru bicara Union of Jewish Student memberikan kritik terhadap aksi-aksi yang menjustifikasi Hamas. Menteri Pendidikan Tinggi UK Robert Halfon berkata bahwa para mahasiswa Yahudi harus bisa menimba ilmu tanpa takut dilecehkan atau intimidasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perang Israel-Hamas Berpotensi Picu Epidemi Penyakit di Jalur Gaza

Sebelumnya dilaporkan, perang Israel Vs Hamas disebut berpotensi memicu epidemi penyakit.

Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas pada Selasa 24 Oktober 2023 memperingatkan kemungkinan pecahnya gelombang epidemi besar di Jalur Gaza, di tengah serangan udara Israel yang sedang berlangsung dan pengepungan terhadap wilayah kantong Palestina.

"Hingga 3.150 kasus penyakit tercatat dalam satu hari setelah pecahnya konflik Israel-Hamas pada 7 Oktober, dengan sebagian besar dilaporkan terjadi pada anak-anak. Penyakit yang diderita antara lain diare, keracunan makanan, gejala kulit, kudis, dan infeksi bronkus," jelas Juru bicara kementerian Ashraf al-Qedra dalam pernyataan pers seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (25/10/2023).

Karena terlalu padatnya fasilitas tempat penampungan, kurangnya air bersih, dan buruknya kebersihan pribadi, penyakit epidemi menjadi semakin umum, kata Ashraf al-Qedra.

Untuk mencegah penyebaran penyakit, Ashraf al-Qedra meminta komunitas internasional untuk segera memberikan bantuan dan memulihkan layanan dasar di Gaza, termasuk air, listrik, dan sanitasi.

Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada 7 Oktober, menembakkan ribuan roket dan menyusup ke wilayah Israel, di mana mereka menyandera sejumlah besar orang. Sebagai tanggapan, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran dan tindakan hukuman, termasuk pengepungan terhadap wilayah kantong tersebut dengan terputusnya pasokan air, listrik, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.

Perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung sejauh ini telah menewaskan hampir 5.800 warga Palestina di Jalur Gaza dan lebih dari 1.400 orang di Israel.

3 dari 4 halaman

Ratu Yordania Rania Al-Abdullah Kecam Serangan Israel

Ratu Yordania Rania Al-Abdullah mengecam serangan Israel ke Palestina dan menyebut para pemimpin Barat menerapkan standar ganda yang sangat mencolok karena gagal mengutuk kematian warga sipil akibat pemboman Israel di Gaza.

Menurutnya, perang Israel Vs Hamas mengancam dan bisa menggoyahkan hubungan antara para pemimpin AS dan Arab.

 Berbicara kepada Christiane Amanpour dari CNN dalam sebuah wawancara eksklusif, Rania berkata, "Masyarakat di Timur Tengah, termasuk Yordania, kami terkejut dan kecewa dengan reaksi dunia terhadap bencana yang sedang terjadi ini. Dalam beberapa minggu terakhir, kita telah melihat standar ganda yang mencolok di dunia."

"Ketika tanggal 7 Oktober terjadi, dunia dengan tegas mendukung Israel dan mengutuk serangan yang terjadi. Namun apa yang kita lihat dalam beberapa minggu terakhir, kita melihat keheningan di dunia," katanya dikutip dari CNN, Rabu (25/10/2023).

Israel menyatakan blokade total terhadap Gaza setelah serangan pada 7 Oktober 2023 oleh Hamas yang menguasai wilayah pesisir tersebut.

Serangan ini menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menyebabkan lebih dari 200 orang disandera, menurut Pasukan Pertahanan Israel.

Pengepungan tersebut telah mengakibatkan serangan udara tanpa henti terhadap wilayah padat penduduk di Gaza, dan blokade terhadap pasokan penting -- termasuk makanan dan air.

“Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah modern ada penderitaan manusia dan dunia bahkan tidak menyerukan gencatan senjata,” tambah Ratu Yordania Rania.

“Selama ini kita diberitahu bahwa membunuh sebuah keluarga, dengan todongan senjata adalah tindakan yang salah, namun kini seakan tidak masalah jika kita menembaki mereka sampai mati? Maksud saya, ada standar ganda yang mencolok di sini," katanya.

"Ini sangat mengejutkan dunia Arab."

4 dari 4 halaman

Israel Klaim Targetkan Serangan pada Hamas

Israel mengatakan bahwa mereka menargetkan teroris Hamas, dan menyalahkan kelompok tersebut karena bersembunyi di balik infrastruktur sipil.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan beberapa lembaga bantuan menyerukan gencatan senjata dan pergerakan bebas bantuan kemanusiaan kepada penduduk yang semakin putus asa.

Sementara itu, para dokter yang bekerja di daerah terpencil tersebut memperingatkan bahwa kekurangan listrik mengancam kehidupan pasien mereka yang paling rentan, termasuk bayi yang terluka parah dan bayi prematur yang membutuhkan inkubator.

“Sebagai seorang ibu, saya melihat ibu-ibu Palestina yang harus menuliskan nama anak-anak mereka di tangan mereka. Karena kemungkinan mereka ditembak hingga mati, tubuh mereka berubah menjadi jenazah kemungkinannya sangat tinggi," kata Rania.

“Saya hanya ingin mengingatkan dunia bahwa para ibu di Palestina mencintai anak-anak mereka sama seperti ibu lainnya di dunia.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.