Sukses

6 Negara akan Bergabung dengan BRICS, Ada Indonesia?

Iran dan Arab Saudi termasuk di antara enam negara yang akan bergabung dengan blok negara berkembang BRICS sebagai anggota baru mulai 2024, kata Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Kamis (24/8).

Liputan6.com, Cape Town - Iran dan Arab Saudi termasuk di antara enam negara yang akan bergabung dengan blok negara berkembang BRICS sebagai anggota baru mulai 2024, kata Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Kamis (24/8).

Uni Emirat Arab, Argentina, Mesir, dan Ethiopia juga akan bergabung dengan blok tersebut, yang saat ini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Ramaphosa, yang negaranya saat ini memimpin BRICS, menyampaikan pengumuman tersebut pada pertemuan puncak blok itu di Johannesburg, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (25/8/2023).

Kelima anggota saat ini sepakat pada pertemuan puncak yang digelar pada minggu ini untuk memperluas blok tersebut setelah dua hari perundingan, meskipun Ramaphosa mengatakan gagasan perluasan tersebut telah dibahas selama lebih dari setahun.

Ini adalah kedua kalinya BRICS memutuskan untuk melakukan ekspansi. Blok ini dibentuk pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India dan China. Afrika Selatan bergabung pada 2010. Blok BRICS saat ini mewakili sekitar 40% populasi dunia dan menyumbang lebih dari seperempat PDB global.

Tiga pemimpin kelompok lainnya, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden China Xi Jinping, menghadiri pertemuan puncak tersebut dan hadir bersama Ramaphosa pada pengumuman tersebut.

Presiden Rusia Vladimir Putin tidak melakukan perjalanan ke pertemuan puncak tersebut setelah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya pada Maret atas tuduhan penculikan anak-anak dari Ukraina. Ia berpartisipasi dalam KTT tersebut secara virtual, sementara Rusia pada pengumuman di Johannesburg itu diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.

“Perluasan keanggotaan ini merupakan suatu hal yang bersejarah,” kata pemimpin China Xi. “Ini menunjukkan tekad negara-negara BRICS untuk persatuan dan pembangunan.”

Dalam pesan online, pemimpin Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan menyambut baik pengumuman BRICS yang akan memasukkan negaranya ke dalam kelompok tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jokowi: Indonesia Masih Kaji Untuk Menjadi Anggota BRICS

Kepastian belum bergabungnya Indonesia menjadi anggota BRICS disampaikan oleh Presiden Joko Widodo usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 yang digelar di Sandton Convention Center, Johannesburg, Republik Afrika Selatan, Kamis, (24/8).

“Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengkalkulasi terlebih dahulu, kita tidak ingin tergesa-gesa,” ungkap Jokowi.

Meski begitu, lanjut Jokowi hubungan Indonesia dengan negara-negara anggota BRICS sudah sangat baik, terutama di bidang perekonomian, dikutip dari VOA Indonesia.

BRICS saat ini hanya beranggotakan lima negara, yakni Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan. Namun menyusul keputusannya untuk memperluas keanggotaannya, enam negara berkembang sudah menyatakan minatnya, termasuk Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Iran. Indonesia sendiri banyak diperbincangkan sebagai negara yang kemungkinan ikut bergabung.

Jokowi mengatakan salah satu proses yang harus dilakukan sebuah negara untuk menjadi anggota BRICS adalah dengan menyampaikan surat pernyataan minat. Ia menekankan sampai dengan saat ini, Indonesia belum menyampaikan surat tersebut.

“Untuk menjadi anggota baru dari BRICS suatu negara harus menyampaikan surat expression of interest, semua harus menyampaikan surat itu, dan sampai saat ini memang Indonesia belum menyampaikan surat tersebut,” tegasnya.

3 dari 4 halaman

Pengamat: Indonesia Sebaiknya Tak Bergabung

Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira menilai bahwa sebaiknya Indonesia tidak bergabung menjadi anggota BRICS. Menurutnya, ada berbagai konsekuensi apabila nantinya Indonesia memutuskan untuk bergabung, salah satunya politik ekonomi Indonesia akan dikesankan berada pada poros China-Rusia.

“Dan ini bisa berdampak ke posisi Indonesia yang lebih sulit ketika bermitra atau menarik investasi dari negara Barat. Mungkin tidak langsung berdampak pada hambatan dagang atau pembatalan sepihak komitmen investasi tapi ada konsekuensi terhadap gugatan Eropa di WTO soal ekspor nikel, batalnya Tesla berinvestasi di Indonesia, kebijakan IRA (inflation reduction act) AS yang mendiskriminasikan Indonesia dan sebagainya. Bahkan kesepakatan JETP yang mundur juga menjadi risiko kedekatan Indonesia dengan poros BRICS,” ungkap Bhima.

Lebih jauh, Bhima mengatakan pasar akan selalu menghubungkan besarnya investasi China di tanah air dan kepentingan China pada program hilirisasi minerba di Indonesia apabila Indonesia kelak bergabung dengan BRICS. Apalagi berdasarkan laporan AidData, Indonesia termasuk dalam tiga besar negara penerima program Prakarsa Sabuk dan Jalan China.

“Yang jadi pertanyaan lain adalah bentuk kerjasama dengan negara BRICS apa tidak bisa di optimalkan kerjasama multilateral lain misalnya lewat G20 karena negara BRICS bagian dari G20. Kemudian Indonesia juga bisa melakukan penetrasi kerjasama bilateral langsung ke negara-negara BRICS tanpa ikut koridor BRICS,” jelasnya.

“Harus dilihat juga balancing power dalam kebijakan ekonomi jangan terlalu condong ke kepentingan China yang selama ini sudah banyak diakomodasi pemerintah,” tambahnya.

Sebelumnya, di dalam KTT BRICS Presiden Jokowi mengajak seluruh negara berkembang untuk bersatu dan memperjuangkan haknya untuk kemajuan negaranya. “Negara berkembang harus bersatu untuk memperjuangkan hak-haknya,” kata Jokowi.

4 dari 4 halaman

Tantangan di Masa Mendatang

Maka dari itu, kata Jokowi, segala bentuk diskriminasi terhadap upaya kemajuan negara-negara berkembang harus dihilangkan dan kerja sama yang setara dan inklusif harus terus disuarakan.

“Diskriminasi perdagangan harus kita tolak. Hilirisasi industri tidak boleh dihalangi. Kita semuanya harus terus menyuarakan kerja sama yang setara dan inklusif,” jelas Presiden di hadapan para pemimpin negara anggota BRICS dan sejumlah pemimpin negara lainnya.

Lebih jauh, Jokowi mengatakan bahwa tatanan perekonomian dunia saat ini dinilainya tidak adil. Hal tersebut terlihat dengan adanya kesenjangan pembangunan ekonomi yang semakin besar antara negara berkembang dan negara maju. Hal tersebut, kata Jokowi mengakibatkan rakyat semakin menderita.

“Kita semua melihat tatanan ekonomi dunia saat ini sangat tidak adil, gap pembangunan semakin lebar, rakyat miskin dan kelaparan semakin bertambah,” tuturnya.

Menurutnya, situasi seperti ini tidak boleh dibiarkan. Oleh sebab itu, Jokowi menyampaikan bahwa negara-negara anggota BRICS dapat menjadi bagian penting untuk memperjuangkan keadilan pembangunan bagi seluruh negara di dunia. “BRICS dapat jadi bagian terdepan untuk memperjuangkan keadilan pembangunan dan mereformasi tata kelola dunia yang lebih adil,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.