Sukses

Rusia Klaim Lumpuhkan Serangan Drone Ukraina, 3 Orang Terluka

Drone itu jatuh di Kireyevsk di wilayah Tula pada Minggu dan menyebabkan tiga orang menderita luka. Sementara itu, tiga blok apartemen dan empat bangunan rumah rusak.

Liputan6.com, Kyiv - Ukraina mencoba melakukan serangan pesawat tanpa berawak di wilayah Tula, Rusia, tetapi drone berhasil dilumpuhkan oleh alat perang elektronik Rusia. Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Rusia pada Minggu (26/3/2023).

"Pada 26 Maret 2023, rezim Kyiv mencoba melakukan serangan drone dengan menggunakan tipe Strizh (Tu-141) dalam modifikasi serangannya," kata Kementerian Pertahanan Rusia seperti dilansir TASS, Senin (27/3).

Menurut Kementerian Rusia, sistem pertahanan udara Rusia, termasuk sistem peperangan elektronik S-300, Pantsyr-S1, dan Pole-21 yang dikerahkan di wilayah Tula memastikan perlindungan yang aman.

"Dengan demikian, sistem peperangan elektronik Pole-21 menonaktifkan sistem navigasi drone Ukraina. Karena kehilangan arah, kendaraan udara tanpa awak itu jatuh di dekat Kota Kireyevsk di wilayah Tula," ungkap Kementerian Pertahanan Rusia, menambahkan bahwa ahli dari kementerian pertahanan dan darurat serta lembaga penegak hukum sedang meneliti di lokasi.

Drone itu jatuh di Kireyevsk di wilayah Tula pada Minggu dan menyebabkan tiga orang menderita luka. Sementara itu, tiga blok apartemen dan empat bangunan rumah rusak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Respons NATO Soal Rusia Tempatkan Senjata Nuklir Taktis di Belarus

Dalam perkembangan lainnya terkait perang Ukraina, NATO mengutuk keputusan berbahaya dan tidak bertanggung jawab Presiden Rusia Vladimir Putin yang akan menempatkan senjata nuklir taktisnya di Belarus. Langkah Rusia, sebut NATO, menyesatkan.

Belarus berbagi perbatasan panjang dengan Ukraina, serta dengan anggota NATO lainnya, yaitu Polandia, Lithuania, dan Latvia.

NATO mengatakan, memantau dengan cermat situasi dan keputusan Putin tersebut tidak akan membuatnya mengubah strategi nuklirnya. Demikian seperti dilansir BBC.

Di lain sisi, Amerika Serikat (AS) meyakini bahwa Rusia tidak akan menggunakan senjata nuklirnya.

Ini menjadi pertama kalinya sejak pertengahan 1990-an Moskow akan menempatkan senjata nuklir di luar negeri.

Ukraina telah menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk mengatasi potensi ancaman dari pengumuman Presiden Putin pada Sabtu (25/3). Ukraina mengatakan langkah itu melanggar perjanjian non-proliferasi nuklir -tuduhan tersebut dibantah Putin dengan membandingkannya dengan AS yang menempatkan senjatanya di Eropa.

Putin sendiri telah menyatakan bahwa Moskow tidak akan mengalihkan kendali persenjataannya ke Minsk. Pelatihan untuk mengoperasikan senjata dilaporkan akan dimulai pekan depan.

"Pembangunan fasilitas penyimpanan senjata nuklir taktis di Belarus akan selesai pada 1 Juli," kata Presiden Putin.

Lebih lanjut, Putin mengakui bahwa sejumlah kecil sistem rudal taktis Iskander, yang dapat digunakan untuk meluncurkan senjata nuklir, telah dipindahkan ke Belarus.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mendesak Belarus untuk hengkang dari kesepakatan dengan Putin. Borrell memperingatkan Belarus dapat menghadapi sanksi lebih lanjut jika melakukannya.

"Belarus masih bisa menghentikannya, itu pilihan mereka," tulisnya di Twitter.

Pada Minggu, penasihat keamanan utama untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Rusia menjadikan Belarus sebagai "sandera nuklir". Oleksiy Danilov juga menulis di Twitter bahwa rencana Rusia adalah langkah menuju destabilisasi internal di Belarus.

Analis di lembaga think tank AS Institute for War menilai bahwa risiko eskalasi perang nuklir tetap "sangat rendah" sekalipun pasca keputusan Putin menempatkan senjata nuklir taktisnya di Belarus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.