Sukses

Kisah Pendeta Katolik Masuk Islam Usai Lihat Upacara Seb-i Arus, Kini Namanya Ismail

Liputan6.com, Konya - Seorang pendeta Katolik dari Amerika Serikat, yang dipengaruhi oleh cendekiawan, penyair, dan aliran sufi mistik Islam abad ke-13, Mevlana Jalaluddin al-Rumi, masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Ismail. 

Melalui sepenggal kisah yang dimuat Anadolu Agency yang dikutip Minggu (26/3/2023), Ismail diketahui lahir pada tahun 1955 di negara bagian Carolina Utara AS. Pria bernama asli Craig Victor Fenter itu dibesarkan di Los Angeles, bersekolah di sekolah katolik sesuai permintaan keluarga dan menjadi seorang pendeta. 

Sebelum masuk Islam, Fenter sempat mengajar kelas agama di sejumlah universitas di AS selama satu dekade. Tapi seiring berjalannya waktu, dia mulai merasakan kehampaan spiritual.

Pada tahun 2004, ia berpapasan dengan Esin Celebi Bayru, cucu generasi ke-22 Rumi, selama program di AS.

Setelah mengetahui tentang Rumi dan Islam, ia mengunjungi Konya, Turki pada tahun 2005 atas undangan Bayru, dan menyaksikan Seb-i Arus, yaitu acara malam reuni Rumi dengan Tuhan.

Acara ini untuk memperingati wafatnya ulama, penyair dan tokoh sufi ternama, Jalal ad-Din Muhammad Rumi.

Fenter, sangat terkesan dengan cerita tarian sufi yang dikenal dengan upacara Sema, dan suasana spiritual yang terjadi saat upacara. Singkat cerita, Fenter memutuskan menjadi mualaf dan menganut agama Islam pada tahun 2006.

Agama sangat penting bagi keluarganya, dia pun berbicara kepada Anadolu Agency perihal hijrahnya sebagai penganut Islam. Ismail Fenter mengatakan bahwa sejak kecil dia dibesarkan sebagai seorang Kristen.

"Agama sangat penting bagi keluarga saya. Nenek saya ingin saya menjadi pendeta. Saya pergi ke seminari untuk belajar imamat," katanya, seraya menambahkan bahwa dia biasanya pergi ke gereja setiap hari Minggu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pertemuan Dengan Bayru Atas Saran Seorang Guru

Ismail Fenter mengatakan banyak hal yang tidak masuk akal baginya saat dia masih menjadi pendeta. 

"Saya percaya pada Tuhan tetapi ada sesuatu yang tidak beres. Informasi yang saya coba ajarkan kepada murid-murid saya setelah itu tidak masuk akal bagi saya. Jadi saya menghabiskan sebagian besar hidup untuk mencari kebenaran. Dulu saya mengajar di seminari, tetapi saya tidak percaya dengan apa yang saya ajarkan," kata Fenter.

"Saya berhenti dan meninggalkan gereja. Saya kembali ke California bersama keluarga dan tertarik pada musik. Ada banyak musik, tetapi hati saya merasa kosong. Tepuk tangan orang-orang luar biasa, tetapi ada sesuatu yang hilang," ucap Fenter kembali. 

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa atas saran seorang guru, akhirnya dia bertemu Bayru, yang berada di San Francisco untuk sebuah program.

"Saya mengatakan kepadanya, 'Saya merasakan diri saya di dasar lautan'. Saya berkata: 'Saya tidak tahu di mana harta karun itu,'. Kemudian dia berkata kepadaku: 'Kamu telah menemukan harta itu karena kamu mencarinya'. Kalimat ini sangat mengesankan bagi saya. Kemudian, atas undangan Bayru, saya datang ke Konya (provinsi tengah Turki) pada Desember 2005 dan menyaksikan upacara Seb-i Arus," tambahnya.

 

3 dari 4 halaman

Fenter Mengadiri Peringatan Wafatnya Ulama Sufi

Fenter juga mengatakan dia merasakan sesuatu yang "istimewa" saat menonton para darwis yang berputar, diketahui juga ketika berada di Konya, Fenter mengunjungi beberapa Museum Mevlana.

Di Konya, Fenter juga belajar Islam dan tasawuf dari Nadir Karnibuyuk, seorang guru sufi yang ditemuinya di upacara tersebut. 

"Saya berhenti dan melihat dia (Karnibuyuk), melihat sekeliling saat dia sedang berdoa. Kemudian dia memanggil saya untuk berdoa juga. Tidak tahu harus berbuat apa, saya berjalan menuju 'Niyaz penceresi' (jendela keinginan), " kata Fenter, dia juga menambahkan bahwa dia mulai berdoa pada saat itu.

"Kemudian sesuatu terjadi. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi saya tertegun. Saya merasa hati saya terkoyak dan menangis. Saya merasa seperti Rumi memanggil saya. Saya menangis berjam-jam."

 

 

4 dari 4 halaman

Konya Tempat yang Dibutuhkan Bagi Hidupnya

Pada saat itu, Fenter berkata dia merasa tempat itu adalah tempat yang dia butuhkan.

"Rumi adalah jalan menuju Nabi Muhammad, saya tahu ini adalah kebenaran, saya menjadi seorang Muslim ," tambahnya.

Dia kemudian mengunjungi Konya setiap tahun, karena dia percaya bahwa ini adalah tempat yang tepat untuknya belajar lebih banyak tentang Rumi.

Mengikuti jalan Rumi berbeda dengan ketika dia tinggal di AS, tegasnya, dia juga mengatakan bahwa kemudian memutuskan untuk pindah ke Konya, setelah bercakap-cakap dengan seorang pemuda.

"Suatu malam, seorang dervish muda (pengikut Rumi) bertanya tentang keluarga saya dan saya berkata: 'Orang tua saya sudah meninggal'. Dia menatapku dan berkata: 'Kami adalah keluargamu'. 

"Itu adalah salah satu hal terpenting yang dikatakan seseorang kepada saya. Itu sebabnya saya terus datang ke Konya, dan kemudian menetap di sana," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.