Sukses

Fenomena Hujan Cacing di China: Hoaks atau Faktor Cuaca?

Hujan cacing di China bikin bingung netizen. Akibat cuaca buruk?

Liputan6.com, Liaoning - Fenomena hujan cacing yang diduga terjadi di China membuat bingung netizen. Ada netizen yang menganggap itu video palsu, namun ada juga pakar yang memberikan penjelasan ilmiah. 

Video hujan cacing di China itu dibagikan di Twitter baru-baru ini. Tampak mobil-mobil tertutup sesuatu berwarna hitam seperti cacing. 

The Rio Times menyebut peristiwanya terjadi di Beijing, namun beberapa netizen berkata plat mobilnya berasal dari Liaoning. 

Sejumlah teori pun bermunculan, mulai dari faktor cuaca hingga menyebut bahwa hal itu bukan cacing, melainkan tanaman. 

Laporan situs Outlook India, Selasa (14/3/2023), fenomena itu dapat terjadi ketika badai yang membawa hewan-hewan tersebut ke udara. Teori cuaca itu berasal dari penjelasan jurnal Mother Nature Network. 

Bukan Cacing

Sementara, ada sejumlah netizen yang membantah bahwa hujan cacing yang terjadi. Seorang netizen menegaskan bahwa "cacing" itu sebetulnya bagian dari tanaman poplar yang jatuh.

Netizen itu juga membagikan foto ketika petugas membersihkan poplar itu dari jalanan.

"Benda-benda yang jatuh dari langit saat musim semi bukan ulat bulu, tetapi bunga majemuk dari pohon-pohon poplar. Ketika tumbuhan bunga poplar mulai berjatuhan, itu berarti mereka akan berkembang," ujar netizen bernama @Vxujianing

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BMKG Prediksi Musim Kemarau 2023 Lebih Ekstrem, Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Kekeringan

Beralih ke dalam negeri, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim kemarau 2023 lebih kering apabila dibandingkan dengan tiga tahun terakhir. Terlebih, ada potensi El Nino atau fenomena pemanasan suhu muka laut hingga 60 persen.

"Apalagi ada potensi El Nino 50-60 persen, seandainya tidak ada El Nino pun ada wilayah yang musim kemaraunya lebih kering dari normalnya. Apalagi plus ada potensi El Nino," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi daring, Senin (6/3).

Dwikorita menyampaikan bahwa pada 2023 ini puncak musim kemarau di Indonesia tidak terjadi secara bersamaan. Awal musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada April dan menyebar di seluruh wilayah pada Mei-Agustus 2023.

Beberapa wilayah yang awal kemaraunya diprediksi maju meliputi sebagian wilayah Sumatera Utara, sebagian wilayah Jawa, sebagian kecil Bali, sebagian Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi.

Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal atau jadi lebih kering yaitu di Aceh bagian utara, sebagian sumut, Riau bagian utara, Sumatera bagian selatan.

Lalu, sebagian besar Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

"Ini perlu diantisipasi wilayah tersebut yang diprediksi lebih kering dari normalnya dikhawatirkan akan mengalami resiko bencana kekeringan metereologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih," kata dia.

Oleh sebab itu, BMKG memberikan rekomendasi menghadapi musim kemarau 2023 terutama pada wilayah yang mengalami musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dari biasa agar lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau.

"Ini adalah peringatan dini potensi kemarau yang relatif lebih kering daripada tiga tahun terakhir atau dibandingkan biasanya agar kita lebih bersiap menampung air hujan yang melimpah saat ini masih terjadi," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Panen Air Hujan

Pemerintah daerah diminta untuk melakukan pemanenan air hujan di saat musim hujan masih berlangsung. Air hujan dapat dialirkan untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya melalui gerakan memanen air hujan.

Dwikorita menjelaskan jika dibandingkan rata-rata klimatologis secara umum musim kemarau 2023 diprediksi normal dan di bawah normal. Di mana masing-masing ada sebanyak 337 zom yang normal dan di bawah normal atau sekitar 46,78 persen dari zona musim (zom).

Kemudian, 45 zona musim atau 6,44 persen diprediksi akan bersifat di atas normal yaitu musim kemarau lebih basah atau memiliki curah hujan lebih tinggi dari rata-ratanya.

"Wilayah meliputi Aceh bagian selatan, Sumatera Utara bagian tengah, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Jawa, sebagian kecil NTT, sebagian Kalimantan Utara, dan Sulawesi barat bagian utara," kata dia.

Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 321 zom 45,92 persen akan akan mengalami pucak musim kemarau pada Agustus 2023 yaitu meliputi Sumatera Selatan bagian timur, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, sebagian Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, sebagian Pulau Sulawesi, sebagian Papua.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.