Sukses

Kisah Pria Maafkan Pembunuh 12 Kerabatnya hingga Minta Pengurangan Hukuman

12 kerabatnya dibunuh di malam yang sama. Pria bernama Wilhelm Hamelmann memutuskan untuk memaafkan para pembunuhnya. Bagaimana bisa?

Liputan6.com, Bremen - Lilli Heinemann menceritakan kisah bagaimana 12 kerabat kakeknya dibunuh di malam yang sama. 

Kakeknya bernama Wilhelm Hamelmann, ia dikisahkan mampu memaafkan para pembunuh yang telah merenggut nyawa keluarganya. 

Melansir The Guardian, Selasa (31/1/2023), Lilli bercerita bahwa kejadian tersebut terjadi pada 20 November 1945 di pertanian mereka di Blockland, di pinggiran Bremen, Jerman.

Wilhelm adalah satu-satunya yang selamat. Bertahun-tahun kemudian setelah tragedi tersebut, ia memulai keluarga kedua.

Pembunuhan itu turun dalam sejarah sebagai "The Blockland Murder" dan menjadi subjek liputan pers pada saat itu dan juga pada 1960-an ketika persidangan para pelaku pembunuhan.

Wilhelm mendokumentasikan kejadian malam itu di buku hijau kecil, tetapi ia tidak pernah membicarakannya dengan anak-anaknya.

Ketika Lilli menginjak usia 30, ia memutuskan untuk melihat kembali masa lalu keluarganya dalam upaya untuk memahami keluarganya lebih dalam.

Lilli pun memecahkan kesunyian selama puluhan tahun yang menyelimuti keluarganya. Ia membaca buku hijau kecil kakeknya yang diterbitkan pada 1960-an dengan judul "Forgiveness Not Vengeance" dan memiliki lebih dari 40 halaman.

Kakeknya, Wilhelm, menjelaskan secara rinci apa yang terjadi pada malam itu. Lilli juga berbicara dengan ibunya dan ketiga saudara kandungnya, serta bertemu dengan teman baik kakeknya, untuk mengetahui sisi atau perspektif lain dari kejadian tersebut. 

Lilli juga menghabiskan waktu berhari-hari di arsip negara bagian Bremen, menjelajahi artikel surat kabar, dan mempelajari detail pembunuhan brutal itu.

Bagi Lilli, hal yang paling mencengangkan adalah bahwa kakeknya telah memaafkan para pembunuh dan bahkan memohon agar hukuman seumur hidup para pelaku diringankan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kronologi Malam Pembunuhan

Pada 20 November 1945, saat itu Wilhelm Hamelmann berusia 43 tahun dan tinggal bersama keluarganya di lingkungan terpencil Blockland.

Wilhelm berada di rumah bersama mertuanya, Wilhelm dan Meta Flothmeier; orang tuanya, Heinrich dan Berta Hamelmann; istrinya, Margaret; keempat anak mereka, Ruth, Martha, Lieschen dan Willi; seorang pengunjung bernama Beta Gerdes; pembantu, Meta Howald; dan buruh tani, Fritz Heitmann.

Seluruhnya berjumlah 13 orang dan mereka menghabiskan malam bersama kemudian pergi tidur sekitar jam 10 malam.

Sesaat sebelum tengah malam, mereka dibangunkan oleh suara yang keras.

Wilhelm bangkit dan pergi dari kamar di mana ia didekati oleh sekelompok pria bersenjata yang merupakan mantan pekerja paksa dari Polandia.

Para penyusup dipimpin oleh seorang pria dan mengarahkan senjatanya ke Wilhelm dan memaksanya untuk memanggil semua orang di rumah. Mereka dikunci di kamar tidur, di bawah penjagaan ketat.

Para penyusup itu memutuskan saluran telepon, menutup jendela dengan bantal dan mengobrak-abrik lemari, laci dan peti, mencuri pakaian, barang berharga dan perhiasan, menumpuk barang rampasan mereka. Kemudian pemimpinnya memerintahkan Wilhelm dan yang lainnya turun ke ruang bawah tanah.

Ruang bawah tanahnya sempit, langit-langitnya terlalu rendah untuk orang dewasa berdiri tegak, jadi mereka berlutut di lantai.

Pemimpin kelompok dan tiga kaki tangannya mengikuti mereka dan memerintahkan Wilhelm untuk bersumpah tidak akan melaporkan mereka ke polisi. Wilhelm menyatakan ia tidak punya niat untuk melaporkan kejadian tersebut.

Namun pada akhirnya, pemimpinnya mendekati Wilhelm dan menembaknya. Tembakan itu meleset dari kepala Wilhelm, tetapi mengenai dadanya, tangan kanan, dan kaki kiri. Ia pun terjatuh ke tanah.

Semua keluarga Wilhelm juga ditembak mati.

Setelah melepaskan tembakan terakhir, para pelaku meninggalkan ruang bawah tanah.

Pemimpin kelompok kembali tiga kali untuk memastikan tidak ada yang masih hidup. Terakhir kali, si pemimpin berjalan ke Wilhelm, mengangkat kaki kanannya yang tidak terluka, melepas sepatunya dan melemparkan kaki itu kembali ke lantai.

Meski kesakitan, Wilhelm tetap berpura-pura mati hingga penyerang meninggalkan rumah.

Kemudian, dengan menggunakan lengan kiri dan kaki kanannya yang tidak terluka, Wilhelm merangkak dalam kegelapan di atas jasad keluarganya, naik ke ruang tamu. Ia berhasil mencapai pertanian tetangga yang berjarak 2 km menggunakan sepeda anak-anak.

Sesampai di sana, Wilhelm menelepon polisi dan dibawa ke rumah sakit di Bremen, di mana ia menghabiskan tiga bulan berikutnya untuk memulihkan diri.

3 dari 4 halaman

Wilhelm Bertemu dengan Para Pelaku secara Langsung Usai Persidangan

Delapan dari 10 tersangka, semuanya pemuda berusia awal 20-an, ditangkap di kamp pengungsi Tirpitz di Bremen-Gröpelingen dan diserahkan ke pengadilan militer Amerika Serikat (AS). Pasalnya, pada saat itu Bremen adalah bagian dari zona pendudukan AS.

Para tersangka dihadapkan secara langsung dengan Wilhelm, yang saat itu masih terluka parah di ranjang rumah sakitnya.

Wilhelm pun memberi tahu penyelidik bahwa ia mengenali mereka sebagai orang-orang dari malam pembunuhan itu.

Hanya tiga hari, hakim menjatuhkan hukuman. Pemimpinnya, Zygmunt, dihukum in absentia, dan empat orang lainnya dihukum mati. Tiga lainnya menerima hukuman seumur hidup. Sisanya dijatuhi hukuman 40 tahun penjara.

Meski senjata pembunuh tidak pernah ditemukan, ada bukti lain yang memberatkan, termasuk sidik jari kedua tersangka. Wilhelm juga mampu mengidentifikasi lima terdakwa di pengadilan, dan ada beberapa pengakuan dari saksi dan pelaku.

Sayangnya, tidak ada tersangka yang mengakui pembunuhan tersebut. Empat orang yang terpidana kemudian dieksekusi di bekas lapangan tembak pada 13 Juli 1946.

Pada 1967, lebih dari 20 tahun setelah pembunuhan, Wilhelm menemukan bahwa seorang jurnalis telah berbicara dengan tiga narapidana penjara Hamburg-Fuhlsbüttel, Czeslaw Godlewski, Michael Srocki, dan Marjan Oboza. Mereka adalah tiga orang yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dinyatakan bersalah karena mengambil bagian dalam perampokan tetapi tidak melakukan penembakan.

Permohonan grasi para pria telah berulang kali ditolak. 

Wilhelm kemudian memutuskan untuk mengunjungi para tahanan. Pada 8 April 1967, ia berbicara dengan Godlewski dan Oboza. Narapidana ketiga, Srocki, menolak untuk berbicara.

Kedua pria itu dibawa untuk menemui Wilhelm di suatu ruangan, satu per satu. Godlewski bersikap defensif, yakin Wilhelm tidak akan bisa membantunya. Sementara Oboza tidak mengerti mengapa Wilhelm mengunjunginya, dan mengakui dirinya tidak bisa tidur malam dengan tenang.

Setelah pertemuan Wilhelm dengan Godlewski dan Oboza, ia menulis dalam sebuah surat tertanggal 29 April 1967 dan mengirimnya kepada duta besar AS, meminta agar kedua pria itu diampuni.

"Saya sekarang telah mengunjungi Godlewski di penjara Fuhlsbüttel dan mengatakan kepadanya bahwa saya telah memaafkannya. Jika ia diampuni, saya berharap untuk menerimanya dan mempekerjakannya sebagai petugas kebersihan di panti jompo pribadi yang saya miliki," tulis Wilhelm.

"Sebagai orang yang paling terpengaruh oleh serangan itu, saya mohon, Yang Mulia, untuk belas kasihan bagi pria yang melakukannya salah dalam kebingungan waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya dan siapa yang menyesal. Ia telah mengabdi selama 21 tahun. Itu adalah waktu yang sangat lama. Kebencian hanya akan menabur kebencian, oleh karena itu inilah saatnya untuk berhenti membenci untuk selamanya."

Permohonannya didengar. Pada Desember 1968, Oboza dibebaskan dalam masa percobaan. Godlewski juga diampuni pada Maret 1969.

4 dari 4 halaman

Kelanjutan Kehidupan Wilhelm setelah Kejadian Pembunuhan

Pada 1 Desember 1945, pemakaman para korban berlangsung di pemakaman Wasserhorst di Blockland, Jerman.

Wilhelm saat itu tidak bisa hadir karena tidak dapat meninggalkan ranjang sakitnya.

Namun, Wilhelm meminta seorang perwakilan untuk mewakili dirinya di sana.

"Rumah kami selalu menjadi rumah cinta, di mana yang terendah menemukan rasa hormat dan yang termiskin menemukan bantuan. Ini akan terus menjadi pedoman saya. Sekarang adalah waktu yang sangat tepat bagi orang-orang untuk mulai lagi menghargai dan berbuat baik satu sama lain," ucap seorang perwakilan dari Wilhelm di pemakanan.

Ketika Wilhelm sudah pulih kembali, ia melanjutkan hidupnya dan memulai keluarga baru. Ia bertemu dengan istri keduanya di rumah sakit, tempat ia dirawat.

Dengan akomodasi yang langka setelah perang, Wilhelm dan istrinya tidak punya pilihan selain pindah kembali ke pertanian Blockland.

Mereka memulai sebuah keluarga dan memiliki empat anak. Seperti keluarga pertama Wilhelm, ada tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki. Tiga anak pertama diberi nama yang sama dengan anak-anak yang meninggal sebelumnya, Ruth, Elisabeth, dan Wilhelm.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.