Sukses

Kasus COVID-19 Hari Ini di Dunia Capai 647 Juta, Infeksi dari Asia Tembus 200 Juta

Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 647.009.915, dengan penambahan 12.676.795 dalam 28 hari terakhir. Demikian menurut data dari COVID-19 Dashboardby the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) di Johns Hopkins University (JHU) pada Kamis (8/12/2022).

Sudah 6.646.278 kematian tercatat akibat infeksi COVID-19, dengan penambahan 39.551 kematian dalam 28 hari terakhir. Sementara total vaksin COVID-19 yang sudah disuntikkan mencapai 13.069.409.381 dosis.

Amerika Serikat (AS) terpantau berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 sebanyak 99.230.740. Namun menempati posisi ketiga dengan penambahan kasus COVID-19 terbanyak dalam 28 hari terakhir yakni 1.311.648.

Dalam 10 besar wilayah dan negara dengan penambahan kasus Virus Corona COVID-19 terbanyak 28 hari terakhir, sejumlah di antaranya berasal dari Asia. Berikut ini urutannya:

  1. Jepang
  2. Korea Selatan
  3. AS
  4. Prancis
  5. China
  6. Italia
  7. Jerman
  8. Brasil
  9. Taiwan
  10. Australia

Kasus Asia

Sementara itu, menurut data dari situs World-o-Meter, kasus COVID-19 di Asia secara total telah menembus 200.754.384 dengan total penambahan pada saat berita ini dimuat mencapai 84.910.

Sementara itu, didapati India sebagai negara di Asia dengan kasus COVID-19 terbanyak. Berikut ini 10 besar urutannya dengan total infeksinya:

  1. India 44.675.288
  2. Korea Selatan 27.548.821
  3. Jepang  25.554.733
  4. Turki 17.005.537
  5. Vietnam 11.519.011
  6. Taiwan 8.427.473
  7. Iran 7.559.999
  8. Indonesia 6.689.532
  9. Malaysia 5.005.239
  10. Korea Utara 4.772.813

Dari data tersebut didapati Indonesia berada di posisi ke-8 sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gangguan Kesehatan Mental Naik 64,3 Persen Saat Pandemi COVID-19

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, gangguan kesehatan mental dilaporkan naik 64,3 persen saat pandemi COVID-19. Angka ini mencakup masyarakat yang menderita penyakit COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi akibat dampak dari pandemi. 

Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes RI Vensya Sitohang menjelaskan, pihaknya telah melakukan upaya preventif kesehatan jiwa sejak dini zampai usia lanjut. Edukasi juga dilakukan sejak usia sekolah sampai universitas.

"Kami juga melakukan edukasi dan sosialisasi kesehatan jiwa dilakukan melalui pelayanan kesehatan primer. Lingkungan masyarakat juga perlu menjadi penggerak dalam preventif gangguan kesehatan jiwa," katanya dalam acara Webinar dan Talkshow Ruang Peka 3.0 bertajuk, Kesehatan Mental pada Pemuda: Penting, ditulis Minggu (4/12/2022).

Selama dua tahun terakhir, Indonesia dan dunia mengalami pandemi COVID-19. Dampak dari pandemi tidak hanya terhadap kesehatan fisik saja, namun juga berdampak terhadap kesehatan jiwa jutaan orang.

Kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan jarak fisik dan hubungan sosial, berdampak pada peningkatan masalah dan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat.

Gangguan kesehatan mental atau jiwa ini juga dialami pada pemuda dan pemudi selama pandemi COVID-19. Padahal, pemuda Indonesia terutama rentang usia produktif (usia 16 – 30 tahun) yang berjumlah 64,9 juta jiwa seharusnya memiliki kesehatan jasmani dan kesehatan jiwa yang baik untuk menjadi pemimpin masa depan.

Klik di sini untuk sambungan artikelnya...

3 dari 4 halaman

China Umumkan Pelonggaran Pembatasan COVID-19 Nasional, Lockdown-Tes PCR Dikurangi

China pada Rabu (7 Desember 2022) mengumumkan pelonggaran nasional dari pembatasan garis keras COVID-19. Aturan yang telah memukul negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu dan memicu protes yang jarang terjadi terhadap Partai Komunis yang berkuasa.

Menurut laporan yang dikutip dari Channel News Asia, Rabu (7/12/2022), aturan baru tersebut merupakan pelonggaran besar dari kebijakan nol-COVID khas Presiden Xi Jinping, tiga tahun setelah pandemi dan lama -- setelah seluruh dunia sebagian besar belajar untuk hidup dengan Virus Corona.

Namun, dengan tingkat vaksinasi yang tetap rendah di kalangan lansia China dan sistem kesehatan yang masih dianggap tidak siap menghadapi gelombang infeksi, Xi belum sepenuhnya meninggalkan pembatasan perjalanan dan pengujian COVID-19.

Di bawah pedoman baru yang diumumkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China, frekuensi dan ruang lingkup pengujian PCR - yang telah lama menjadi andalan kehidupan yang membosankan dalam kebijakan nol-COVID China - akan dikurangi.

Lockdown - sumber utama kemarahan publik - juga akan dibatasi sekecil mungkin, dan pihak berwenang diwajibkan untuk membebaskan area yang tidak menunjukkan kasus positif COVID-19 setelah lima hari.

Orang dengan infeksi COVID-19 yang tidak parah dapat melakukan isolasi di rumah alih-alih fasilitas pemerintah terpusat.

Dan orang tidak lagi diharuskan menunjukkan kode kesehatan hijau di ponsel mereka untuk memasuki gedung dan ruang publik, kecuali untuk "panti jompo, institusi medis, taman kanak-kanak, sekolah menengah dan atas".

"China juga akan mempercepat vaksinasi lansia," kata komisi kesehatan, yang telah lama dianggap sebagai hambatan utama untuk relaksasi kebijakan nol-COVID.

Lanjutannya di sini...

4 dari 4 halaman

WHO Upayakan Rencana Perjanjian Pandemi COVID-19

Para perunding minggu ini bertemu di Jenewa untuk membahas perjanjian pandemi yang bertujuan memastikan kelemahan-kelemahan, yang membuat COVID-19 menjadi krisis global, tidak akan pernah terjadi lagi.

Menjelang peringatan tiga tahun munculnya virus ini, para perunding tengah menyusun rancangan konsep awal mengenai apa yang nantinya bisa menjadi kesepakatan internasional tentang cara menangani pandemi pada masa depan.

"Pelajaran dari pandemi tidak boleh diabaikan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada panel perunding pada awal pembicaraan selama tiga hari, yang akan berakhir Rabu (7/12).

Sebuah badan perunding antar pemerintah kini sedang membuka jalan untuk kesepakatan global yang akan mengatur bagaimana negara-negara mempersiapkan dan menanggapi ancaman pandemi pada masa depan, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (8/12/2022).

Para perunding berkumpul untuk pertemuan ketiga mereka, guna menyempurnakan dan membahas ide-ide mereka sejauh ini.

Laporan mengenai kemajuan panel ini akan disampaikan kepada negara-negara anggota WHO tahun depan, dengan hasil akhir akan dipaparkan untuk dipertimbangkan pada Mei 2024.

Sambungannya di sini...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.