Sukses

Mengungkap Jurus Transisi Indonesia Menuju Ekonomi Hijau Hadapi Krisis Iklim

Masalah iklim menjadi suatu hal yang harus dihadapi oleh semua negara, semuanya harus memiliki persiapan dan kekuatan yang optimal. Bagaimana dengan Indonesia?

Liputan6.com, Jakarta - Di dunia baik negara maju dan negara terkembang, krisis iklim menjadi suatu tantangan terbesar yang memang harus dihadapi.

Masalah iklim menjadi suatu hal yang harus dihadapi oleh semua negara, semuanya harus memiliki persiapan dan kekuatan yang optimal.

Penggunaan teknologi makin lama makin besar, sebab saat ini telah berkembang dalam setiap sektor dan aktivitas dalam masyarakat dalam skala kecil maupun besar.

Indonesia sendiri telah merencanakan rancangan untuk menghadapi krisis iklim yang bakal diterapkan pada tahun 2050 mendatang.

Namun, banyak pendapat yang mengatakan jika tahun 2050 terlalu lama jika kita baru akan memulai kebijakan ini.

"Dampak dari krisis iklim dan pemanasan global sudah dirasakan bahkan dari sekarang ini, dan seluruh dunia mengalaminya. Kita tidak bisa menunda lebih lama lagi untuk segera menyelamatkan Indonesia ini," ujar Pandu Sjahrir, Direktur PT Toba Bara Sejahtera dalam acara "Muda Bersuara 2022: Aspirasi Iklim Generasi Emas 2045 untuk Presidensi G20 Indonesia" yang digagas FPCI bersama dengan 30 universitas di Indonesia, Kamis 29 September 2022.

Negara, sambung Pandu Sjahrir, harus bertransisi dalam memanfaatkan cadangan energi dan sumber daya yang ada demi kemakmuran bersama. Dalam perspektif bisnis negara harus menyiapkan investasi dalam berbagai sektor, dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki.

Pandu Sjahrir mengungkap, biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi emisi ini tidak sedikit. Untuk itu perlu adanya kebijakan dan komitmen antara pemerintah dengan publik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Teknis dan Kebijakan

Sudah pasti jika dibandingkan alokasi dari APBN yang telah ditunjukan untuk kepentingan pendanaan aksi iklim tidak akan cukup. Untuk itu, perlu adanya pendanaan dari sektor pemerintah dan juga sektor swasta.

Pandu Sjahrir menuturkan bahwa 250 milliar USD atau sekitar Rp 3.808 trilliun, adalah dana yang disiapkan pemerintah dalam mewujudkan ekonomi hijau bebas emisi Indonesia.

Pandu Sjahrir juga mengatakan perlu adanya insentif secara fiskal maupun struktural yang terjalin, agar dana-dana dan pengelolaan yang sudah ada saat ini mengarah ke sektor-sektor yang efisien.

Menurutnya, peran sektor publik yang dibutuhkan bukan hanya dari sisi investasi dan pendanaan namun juga tentang apakah publik mampu mengarahkan reformasi kebijakan dalam krisis iklim yang terjadi.

Merubah kebijkan fiskal ke arah iklim adalah tantangan tersendiri bagi pemerintah, jelasnya, oleh karena itu pelaksanaan kebijakan harus melibatkan semua pihak.

3 dari 4 halaman

Pengurangan Subsidi BBM dan Gas

Langkah pemerintah yang baru-baru ini dilakukan adalah pengurangan bantuan subsidi untuk BBM, mungkin dalam rencana ke depan sektor gas juga akan mengurangi bantuan subsidinya.

"Dampak sosial pasti akan terjadi, buktinya sekarang ini di mana-mana ada demo tentang kenaikan harga BBM yang merupakan banyak aspek tatanan kehidupan masyarakat," ucap Pandu.

Mengingat hal ini menyangkut ekonomi masyarakat, imbuhnya, harus dilakukan mekanisme terbaik untuk mencegah dampak yang akan terjadi.

"Pemerintah harus mempertimbangkan apa dampak negatif dan positif karena kebijakan diluar fiskal mempunyai banyak sekali resiko bila tidak dipersiapkan dengan matang."

Dalam konteks transisi energi, kerangka transisi energi bagaimana proses ini dapat berjalan secara berkesinabungan dari segi internasional, pendanaan, dan komitmen dan kebijakan dari pemerintah.

 

4 dari 4 halaman

Tantangan yang Dihadapi

Tantangan utama yang dihadapi oleh negara adalah faktor keuangan, di mana memang usaha untuk pemenuhan kebijakan ini membutuhkan biaya yang sangat besar.

Seberapa optimistis publik dan pemerintah bergerak dari ekonomi ke ekonomi hijau?

"Pendanaan dari sektor pemerintah untuk aksi iklim sekitar 7 milliar dolar atau sekitar per tahun swasa 4,8 milliar dolar," jelas Pandu Sjahrir.

Ini adalah fenomena yang unik, jelas Pandu Sjahrir, karena jika melihat dari negara berkembang lain seperti India, Afrika Selatah mereka mempunyai pendanaan dari sektor swasta yang besar.

"Jika Indonesia dapat sampai ke perubahan teknologi besar-besaran contohnya seperti perkembangan mobil listrik, pasar swasta bergerak dengan sangat cepat menuju transformasi hijau yang sekarang sedang dibahas secara besar-besaran."

"Pemerintah harus merencanakan kebijakan fiskal dengan sangat cermat agar, setia dana yang dikeluarkan harus benar-benar membantu perubahan dalam krisis iklim agar pihak swasta tertari untuk melakukan investasi."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.