Sukses

Terbukti Terima Suap Sekitar Rp 3,84 Triliun, Mantan Bos BUMN di China Dihukum Mati

Tak hanya hukuman mati, pengadilan juga memerintahkan agar semua aset pribadi bos asal China itu disita.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan kepala dari salah satu BUMN di China dijatuhi hukuman mati pada Selasa, 5 Januari 2021. Lantaran ia menerima suap 1,79 miliar yuan atau sekitar Rp 3, 84 triliun.

Dikutip dari laman South China Morning Post, Rabu (6/1/2021), Lai Xiaomin (58) dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Menengah Rakyat China di Tianjin setelah dinyatakan bersalah menerima suap, korupsi dan bigami, menurut kantor berita resmi Xinhua.

"Meskipun Lai telah memberikan informasi tentang kejahatan yang dilakukan oleh bawahannya, pengadilan memutuskan bahwa dia tidak pantas mendapatkan keringanan hukuman setelah memperhitungkan kerusakan serius yang ditimbulkan kejahatannya pada masyarakat," kata pernyataan pengadilan yang dikutip oleh Xinhua.

Pengadilan juga memerintahkan agar semua aset pribadi Lai disita. Tidak jelas apakah Lai akan mengajukan banding.

Lai dihukum karena memanfaatkan posisinya dan menerima suap antara tahun 2008 dan 2018 ketika dia menjadi sekretaris partai dan ketua Manajemen Aset Huarong China yang terdaftar di Hong Kong, dan direktur jenderal departemen pengawasan perbankan Bank Rakyat China.

Dia juga dihukum karena berkolusi dengan orang lain untuk menggelapkan aset publik secara ilegal senilai lebih dari 25,13 juta yuan antara akhir 2009 dan Januari 2018.

Selain itu, dia dihukum karena dakwaan bigami. Lai, yang ditahan pada 2018, mengaku bersalah atas semua dakwaan selama persidangan pada Agustus 2020.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hukum Mati di Masa Xi Jinping

Pernyataan pengadilan tersebut menyoroti waktu kejahatan Lai, yang sebagian besar dilakukan setelah kongres Partai Komunis 2012 -- ketika Xi Jinping mengambil alih kekuasaan dan memulai tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap korupsi.

Yan Huafeng, pengacara kriminal di Hangzhou, mengatakan hukuman yang berat kemungkinan besar didasarkan pada skala penyuapan.

"Lai dijatuhi hukuman mati terutama karena 1,79 miliar yuan adalah jumlah yang sangat besar dan juga karena dia dinyatakan bersalah meminta suap, pelanggaran yang biasanya berarti hukuman berat," kata Yan.

"Karena dia adalah kepala perusahaan keuangan milik negara, kejahatannya dianggap membahayakan keamanan finansial negara," katanya.

"Memastikan keamanan finansial adalah salah satu dari tiga tugas prioritas yang ditetapkan oleh Presiden Xi Jinping dalam beberapa tahun terakhir, Saya yakin hakim pasti telah mempertimbangkan hal ini."

Tetapi Yan mencatat bahwa Lai secara sukarela memberikan informasi tentang kasus korupsi lainnya, yang biasanya akan menghasilkan hukuman yang lebih ringan.

Dia mengatakan penggunaan hukuman mati sebagai pencegah kontroversial di China, dengan kritik mengutip kasus Hu Changqing, mantan wakil gubernur provinsi Jiangxi, yang dieksekusi pada tahun 2000 karena menerima suap 4 juta yuan.

Lai sekarang adalah mantan pejabat senior kedua yang menghadapi hukuman mati karena korupsi di China.

Zhang Zhongsheng, mantan wakil walikota Luliang di Provinsi Shanxi, dijatuhi hukuman mati pada Maret 2018 karena menerima suap 1,17 miliar yuan.

Vonis tersebut dikukuhkan pada Mei 2019 namun eksekusi menunggu persetujuan akhir dari Mahkamah Agung Rakyat.

China belum mengeksekusi pejabat yang dihukum atas tuduhan korupsi sejak eksekusi Xu Maiyong dan Jiang Renjie, mantan walikota Hangzhou di provinsi Zhejiang dan Suzhou di Jiangsu, pada tahun 2011.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.