Sukses

Intelijen AS: Hacker China Ingin Donald Trump Kalah Pilpres AS 2020

China tak ingin Presiden Donald Trump kembali berkuasa di Gedung Putih.

Liputan6.com, Washington, D.C. - Intelijen Amerika Serikat mewaspadai serangan hacker China. Negara komunis itu dinilai tidak ingin Donald Trump kembali berkuasa pada Pilpres AS 2020. 

Dilansir VOA Indonesia, Senin (10/8/2020), Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O'Brien mengatakan bahwa China telah menarget infrastruktur pemilu AS menjelang pemilihan presiden 2020. 

Komentar O'Brien itu tampaknya lebih kuat dari pernyataan yang dirilis Jumat lalu oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional yang menyebut China "telah memperluas upaya berpengaruhnya," dan Rusia telah berupaya melecehkan kandidat Demokrat Joe Biden.

"Mereka ingin Presiden kalah," kata O'Brien kepada CBS dalam acara Face the Nation. "China - seperti Rusia dan Iran - terlibat dalam serangan dunia maya atas infrastruktur pemilu kita, dan sejumlah situs website." 

China secara konsisten membantah klaim pemerintah AS sehubungan dengan upaya meretas sejumlah perusahaan, politisi, atau lembaga-lembaga pemerintah AS.

O'Brien menambahkan, Amerika menganggap peretas itu berusaha menyusup ke situs-situs daring milik menteri luar negeri di seluruh negara bagian, yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemilihan di tingkat lokal, dan pengumpulan data warga Amerika.

"Ini menjadi keprihatinan yang serius dan bukan hanya Rusia yan melakukannya," kata O’Brien lebih lanjut.

Dewan Keamanan Nasional tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Dewan itu sebelumnya menyatakan "musuh-musuh" itu berusaha untuk meretas komunikasi pribadi sejumlah kandidat politik Amerika dan

menembus sistem pemilu AS menjelang pemilihan November mendatang. China, katanya, lebih suka Presiden Donald Trump tidak memenangkan pemilihan kembali.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Iran-China Ogah Donald Trump Menang, Rusia Mau Joe Biden Kalah

Rusia sedang mencoba untuk "merusak" pencalonan capres AS dari Partai Demokrat Joe Biden, sementara China dan Iran menentang terpilihnya kembali Presiden Donald Trump dalam Pilpres AS 2020, klaim seorang pejabat intelijen AS terkemuka pada Jumat 7 Agustus 2020.

Analisis atas dugaan upaya campur tangan tiga musuh AS muncul dalam pernyataan dari William Evanina, direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional, yang mengatakan dia merilis informasi untuk membantu orang Amerika "memainkan peran penting" dalam menjaga Pilpres AS 2020.  

Sementara banyak aktor asing memiliki pandangan tentang siapa yang harus memegang Gedung Putih, "Kami terutama prihatin tentang aktivitas yang sedang berlangsung dan potensial oleh China, Rusia, dan Iran," kata Evanina, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (8/8/2020).

Ia juga menilai bahwa:

o China "berusaha agar Presiden Trump --yang menurut Beijing tidak dapat diprediksi-- tidak memenangkan pemilihan kembali", kata pernyataan itu, menambahkan bahwa Tiongkok telah "memperluas upaya pengaruhnya" menjelang pemungutan suara.

o Rusia sedang berusaha untuk "mendiskreditkan" capres Joe Biden dan anggota lain guna melemahkan narasi 'anti-Rusia'. Evanina menambahkan bahwa beberapa aktor lain yang terkait dengan Rusia "juga berusaha untuk meningkatkan pencalonan Presiden Trump di media sosial dan televisi Rusia"

o Iran sedang mencoba untuk "merusak institusi demokrasi AS", Trump, dan "memecah belah negara" menjelang pemungutan suara dengan menyebarkan disinformasi dan "konten anti-AS" secara online. Upaya mereka sebagian didorong oleh keyakinan masa jabatan kedua Trump "akan mengakibatkan berlanjutnya tekanan AS terhadap Iran dalam upaya untuk mendorong perubahan rezim," ujar Evanina seperti dikutip dari BBC.

Evanina memperingatkan bahwa "negara asing akan terus menggunakan langkah-langkah pengaruh terselubung dan terbuka dalam upaya mereka untuk mempengaruhi preferensi dan perspektif pemilih AS, mengubah kebijakan AS, meningkatkan perselisihan di Amerika Serikat, dan merusak kepercayaan rakyat Amerika dalam proses demokrasi kita" ke depan dari pemilihan 3 November.

"Kami semua bersama-sama sebagai orang Amerika," kata Evanina dalam pernyataan itu. "Pemilihan kita harus menjadi milik kita sendiri. Upaya asing untuk mempengaruhi atau mengganggu pemilihan kita adalah ancaman langsung terhadap struktur demokrasi kita."

Menanggapi penilaian intelijen tentang Pilpres AS 2020, juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Ullyot mengatakan AS "tidak akan mentolerir campur tangan asing dalam proses pemilu kami dan akan menanggapi ancaman asing yang berbahaya yang menargetkan lembaga demokrasi kami."

"Amerika Serikat bekerja untuk mengidentifikasi dan mengganggu upaya pengaruh asing yang menargetkan sistem politik kami, termasuk upaya yang dirancang untuk menekan jumlah pemilih atau merusak kepercayaan publik dalam integritas pemilu kami," kata Ullyot.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.